Tersenyumlah
Pulihkan hatimu yang tak lagi terikat
Akan angan yang dulu membelenggu erat
Lupakanlah
Akan rasa yang pernah ada,
Agar tak lagi bergelut di dalam sana
Sadarlah
Bahwa akan selalu ada sebesit luka
disetiap berpisahnya suatu raga
Lalu yakinlah
Seusai bintang menghilang,
Kan ada bayangan yang menghangatkan
Seperti malam yang indah oleh pantulan bulan
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sore harinya Poda mengantarkan Krisna menuju singgasana. Sebuah tempat berukuran 3x3m yang pernah menjadi saksi cinta mereka. Paginya, Krisna melakukan rutinitas seperti biasanya. Berlangsung sebulan, dan hari ini tiba saatnya Krisna kembali ke kampung halaman. Masalah cinta?. Jangan berfikir semua baik-baik saja. Setelah Poda mengantark Krisna dan pulang, semua kembali seperti semula. Mereka selalu uring-uringan. Poda tidak pernah sekalipun memberi kabar. Terkadang, panggilan yang dilakukan Krisna berakhir dengan jawaban operator.
Kepulangan Krisna kali ini tidak memberitahu Poda. Sengaja dilakukan untuk mengetahui seberapa besar Poda menyayanginya. Namun sayang, justru yang dilakukan Krisna tidak seperti yang diharapkan.
From : Krisna
"Sayang, jemput aku di Jom*or 1 jam lagi"
From : Poda
"Apa? Jangan gila! Aku sibuk! Pulang sendiri!"
Tak terasa perlahan mata Krisna mulai menghangat. Seperti menahan bendungan agar tidak meluap. Dia lalu mendongak, berharap genangan itu tidak meluap. Meski semua terasa semakin berat. Merasa pertahanannya tidak mampu untuk menghalanginya.
From : Krisna
"Tidak apa-apa aku akan menunggu"
From : Poda
"Damn! Aku akan menjemputmu, tapi jangan pernah berharap aku datang dengan cepat. Ingat! Aku sibuk dan waktuku bukan hanya untuk menjemputmu! "
"Ya Tuhan, sesibuk itulah Poda?," batin Krisna.
"Mengapa di saat aku menerima semuanya, dia menjadi seperti ini. Mengapa di saat aku akan mencoba untuk mengerti, dia seperti tidak peduli. Mengapa semua berbeda dengan sedia kala? Mengapa semua terjadi begitu saja? Tuhan, dimana aku melakukan kesalahan hingga kini hidupku penuh dengan kesedihan", lirih Krisna dengan butiran kecil yang mulai menetes. Dia tak sanggup lagi menahan embun beningnya.
Sesampainya di Terminal, Krisna menuju angkringan untuk mencari makan sambil sesekali melihat ponselnya. Dia tidak suka keramaian, terlebih ketika dia hanya seorang diri. Dia takut sesuatu buruk akan menimpanya. Maka ketika melihat segerombol anak jalanan yang mulai mendekat, dia segera mencari perlindungan. Menuju warung angkringan yang sangat ramai.
"Sudah dua jam tapi Poda tidak ada kabar," gumam Krisna.
"Tut..Tut...Tut.," begitu suara yang terdengar ketika Krisna mencoba menghubungi Poda.
Krisna menunggu dengan pasrah, yakin jikabPoda akan menjemputnya. Akhirnya Poda datang setelah 4 jam Krisna menunggu. Krisna sudah lelah menanyakan apapun itu karena semua pasti berakhir dengan pertengkaran. Tanpa menunggu lama Krisna segera menaiki matic 125 yang dikendarai Poda. Mereka melakukan perjalanan dala. diam. Ini kedua kalinya mereka melakukan aksi diam dalam perjalanan. Krisna tidak mau merasakan seperti ini untuk ketiga kalinya. Perjalanan yang hanya tiga puluh kilo meter itu terasa sangat lama. Menembus keramaian kota, melewati area persawahan yang sepi, menikmati tiupan angin sepoi-sepoi, namun semua terasa sepi. Satu jam berlalu sampailah mereka di rumah Krisna. Poda tidak memperdulikan Krisna, bahkan hingga tiba di pelataran rumah, dia tidak berbicara sepatah katapun.
Setelah turun dari motor, Poda langsung bergegas pulang. Entahlah, Krisna benar-benar lelah dengan semuanya. Tanpa ada kata, tanpa bicara dan hanya diam saja. Itulah hal yang paling dibenci Krisna. Berdiam diri sedangkan nyatanya dia bersama seseorang di sampingnya. Tidak pernah dianggap kehadirannya. Itu yang biasa dirasakannya. Begitu menyiksa namun dia masih bertahan diatas kerapuhan. Rapuh akan jiwa yang mungkin sewaktu-waktu akan menyerah seiring berkurunnya waktu.
Memasuki rumah dengan lesu, lalu menuju sebuah ruangan mencari tempat ternyaman untuk berbaring. Krisna menghempaskan tubuhnya kasar seiring dengan derai air mata yang mulai turun. Dia berpikir akankah meminta Poda untuk menemaninya mencari oleh-oleh, atau dia akan pergi sendiri. Benaknya berkecamuk penuh dengan keraguan. Terkadang berpikir iya, terkadang berpikir tidak.
"Iya, tidak, iya, tidak, iya, tidak, iya," batin Krisna. Akhirnya dia memutuskan untuk mengirim pesan untuk Poda.
From : Krisna
"Besok Kamis temani aku"
From : Poda
"Kemana?",
From : Krisna
"Cari oleh-oleh"
From : Poda
"Ya"
Di hari yang mereka janjikan, Poda tak kunjung datang. Berkali-kali menelpon selalu operator yang berauara. Berkali-kali mengirim pesan, namun tidak satupun dibaca.
"Sekali lagi, dan untuk terakhir," gumam Krisna.
"Hallo," sapa orang di seberang.
"Ini siapa?," tanya Krisna.
"Aku ayahnya Poda, dia kecelakaan, pendarahan banyak dan sekarang lagi di Rumah Sakit Wat*s," jawab suara di seberang.
"Tut...Tut..Tut...," tiba-tiba sambungan itu mati.
"Astaga, disaat aku benar-benar lelah, disaat aku ingin mengakhiri semuanya, kenapa Tuhan memberiku cobaan begini? Apakah ini pertanda aku harus tetap melanjutkan hubungan?," pikir Krisna.
"Aku tidak tau bagaimana hatiku saat ini. Yang kutahu, untuk saat ini aku benar-benar kecewa. Bersamamu, seperti menambah luka dalam sembilu. Namun pergi darimu seperti angan yang hanya bayang semu. Aku terluka karena mu. Aku ingin mengakhiri semua tentangmu. Namun tidak untuk kepergianmu.
Jika ini cara Tuhan untuk menyadarkanmu, baiklah aku mengalah. Semoga esok takdir lebih indah" batin Krisna.
Setelah berpikir lama, Krisna akhirnya memutuskan untuk pergi ke Rumah Sakit. Poda diam seperti sebelumnya dan Krisna lelah dengan semuanya. Berhari-hari Krisna menemaninya. Keluarga dan kerabat silih berganti menjenguknya, namun hati tetaplah sama. Tersenyum, dan berterimakasih atas kunjungannya Krisna lakukan demi kewajaran karena tidak mungkin memperlihatkan amarahnya didepan semua orang. Sudah cukup selama ini Krisna membuat dirinya malu.
Berbaring di atas kasur usang dengan kepala diperban. Kedua dahinya dijahit, bibir dijahit, lengan dan lutut dijahit, serta rambut dan wajah yang penuh darah kering.
"Kemarin saat jatuh Poda muntah darah lalu pingsan. Darah juga keluar dari kepala. Semula semua berpikir Poda telah tiada, beruntung dya hanya pingsan," cerita seorang kerabat yang ada di tempat kejadian.
"Obatnya diminum dulu ya mas. Lukanya diobati juga," kata sang perawat ketika datang di jam besuk.
"Tidak mau! Sakit! Kemarin masih sakit sekarang ditambah lagi," teriak Poda dengan umpatan kasar.
Krisna seperti ingin menambah wajahnya untuk kedua kali jika saja Poda dalam keadaan baik.
"Mungkin sifat kasarnya tidak bisa hilang," batin Krisna.
Setelah perawat pergi, Poda kembali memaki dengan hewan di kebun binatang disebut semua. Berakhir Krisna sebagai sasaran amarah.
"Oke aku pergi jika kamu masih seperti ini," lirih Krisna.
"Silahkan!," teriak Poda.
Krisna mengambil ponsel yang diletakan disamping Poda, namun Poda menahannya.
"Tetap disini," pinta Poda
"Aku bosan melihatmu seperti ini!," gumam Krisna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Sarmiyati Fikhairelyn
klu gw jd Krisna mending tinggalin Poda, dr pada makan hati terus
2020-11-21
0
Melfina Pane
krisna bodoh udh tau pacarnya model kyk gitu masih aja mau bergantung sm tu cowok,kemana2 masih aja minta di anterilah dijemputlah...,gak ada mandiri2nya, bodoh gak punya harga diri
2020-11-09
0
Melfina Pane
krisna bodoh udh tau pacarnya model kyk gitu masih aja mau bergantung sm tu cowok,kemana2 masih aja minta di anterilah dijemputlah...,gak ada mandiri2nya, bodoh gak punya harga diri
2020-11-09
0