Aku menikmati indahnya gelap di siang hari
Aku menikmati dinginnya malam ditengah teriknya panas
Aku melakukannya untukmu
Seseorang yang tak pernah menyadari itu
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
POV Rendra
Aku seperti ingin marah saat melihat Krisna seperti itu. Sangat tidak sopan untuk kategori study tour. Mengenakan celana bokser, kaos pendek, dan sendal jepit. Astaga apa-apaan ini. Aku saja sebagai temannya malu apalagi Krisna. Apakah dia tidak merasa aneh dengan penampilannya?. Tinggiku 170cm dengan BB 55kg dengan kulit kuning langsat, mata bulat dan rambut tersentuh pomade. Bukankah itu kategori ideal? Mungkin iya bagi kebanyakan wanita, tapi tidak untuk yang satu ini. Dia wanita sederhana bahkan teramat apa adanya. Krisna bukan seorang aktivis kelas bukan juga pendiam. Semua tentangnya berada di garis rata-rata. Dia mengikuti ekskul elektro di kelas VII dan sekarang mengikuti ekskul Debat Bahasa Inggris di kelas VIII ini. Kelas VII saja aku yang selalu mengerjakan tugas elektronya. Haha aku merasa lucu melakukan sesuatu yang seperti tidak dianggap. Aku memarahinya habis-habisan saat pertama melihat penampilan Krisna. Bodohnya, dia dengan lugu mengakui kesalahannya. Bukan seperti wanita yang selalu menang sendiri. Sekarang Krisna tidak memakai jaket.
"Iya, kemarin aku buru-buru," begitu Krisna menjawabnya.
Sudah kutebak dya itu pelupa.
"Kamu pakai sendal?",aku bertanya. Dan jawabannya pun sesuai tebakanku. Aku semakin gemas melihat tingkah konyolnya.
Segera ku pakaikan jaketku. Akupun segera berlari mengambil sepatuku lalu memakaikannya. Takut Krisna sudah berjalan jauh. Krisna sedikit gugup saat aku memakaikan sepatuku untuknya. Bisa kulihat dari gerakan kakinya yang agak sungkan. Krisna celingukan. Mungkin malu atau takut ada yang melihat. Tapi tidak denganku. Justru aku sengaja berlama-lama berharap seseorang mengabadikan momen langka ini. Selesai memakaikan sepatu, aku memakaikan topiku juga. Setelah itu aku menggandeng tangannya mengajak Krisna menyusul yang lain. Krisna tidak menolak.
"Dya memang terlalu polos," pikirku.
Sampai di Planetarium hawa dingin menyambut merasuk tulang. Ya Tuhan, aku saja kedinginan apalagi Krisna. Aku yakin dya tidak bisa menahan kedinginan. Sepanjang sejarah dimulai hingga merasakan seperti roket meluncur, aku tak henti-hentinya memeluk diriku sendiri. Berharap Krisna disampingku dan aku bisa memeluknya. Sekitar dua jam aku menahan hawa dingin hingga akhirnya semua selesai dan roket kembali ke bumi. Lega rasanya. Perlahan hawa panas mulai menyentuh tubuhku lagi.
"Pertunjukan telah selesai, semua siswa boleh keluar". Begitu aba-aba yang terdengar dari ruangan.
Aku keluar mencari dimana Krisna berasa namun tak kunjung kutemukan. Aku berjalan bersama teman-temanku menghilangkan hawa dingin yang masih tersisa. Namun tiba-tiba ada yang memanggilku.
"Rendra, kamu dimana? Kamu kedinginan kan?," Krisna bertanya padaku.
Akhirnya yang diharapkan datang juga.
Aku tidak menjawab malah aku langsung memeluknya. Membawanya kedalam dekapanku. Kubiarkan Krisna menikmati dinginnya tubuhku.
"Ijinkan aku sebentar saja menikmati ini," aku berkata pelan.
Krisnapun mengangguk pelan.
"Cieee... Tempat umum Ren, nggak malu ya?," ledek teman-temanku bersamaan.
Astaga, aku lupa ini di tempat umum. Aku dan Krisna pura-pura tidak mendengar dan langsung menyusul yang lain.
"Setelah ini kita menuju Monas," tutur Bapak Wali Kelas memberi arahan.
Aku dan Krisna berpisah. Berjalan layaknya tidak terjadi apa-apa. Hingga sampai di Monas, aku melihat Krisna duduk dikursi pinggir taman.
"Kenapa Kris?," aku bertanya.
"Aku capek Ren. Kakiku nggak betah pakai sepatu. Panas juga," ucap Krisna.
"Yaudah, aku lepas ya," lirihku. Aku tidak mau Krisna malu karena orang lain mendengarnya.
"Eh tidak usah ren aku malu," ucap Krisna.
"Setelah dari tadi kita malu-maluin, baru sekarang kamu sadar?," aku mengejek sambil mencubit hidungnya.
"Heh, nggak sopan kamu ren," Krisna berteriak sambil mengangkat sepatunya.
"Yakin mau jalan pakai sepatu sebelah wkwk,"
aku menjulurkan lidah merasa menang atas semuanya.
Andai kamu tahu tentang rasa yang bersarang di hati. Tercipta tanpa ada ruang yang tersisa. Menghimpit hati yang kini semakin sesak. Penuh akan sosokmu yang bersemayam indah di sana. Luas dengan ukiran nama yang tak kalah sempurna. Aku ingin bersamamu, namun bukan sebagai sandaran untukmu. Aku ingin memilikimu, namun bukan sebagai mainan untukku. Tidak munafik dengan rasa yang mulai ada. Akupun pernah merasakannya. Jauh sebelum mengenalmu seutuhnya.
Mungkin ragamu tidak bisa bersamaku, tapi aku percaya hatimu kelak akan menjadi tempat terindahku. Akan menjadi ruang abadi dalam hidupku. Jarak diantara kita yang kini ada hanya untuk sementara. Percayalah jika kita akan disatukan oleh Sang Pencipta. Diam disitu, lalu menengoklah lihat aku yang jauh di belakangmu. Masih tersenyum untukmu. Meski tersenyum karena kepergianmu.
Terkadang aku hanya bisa memandang. Mengingat dengan jelas tentang bayang yang masih tertinggal. Melukis kenangan di tengah kaburnya bayangan. Mengukir nama di tengah luruhnya rasa. Sudah ku katakan, aku tidak mengerti dengan rasa ini. Terkadang aku merindukanmu namun sadar akan sosok yang berdiri teguh disampingmu. Mungkin dia sandaranmu. Atau mungkin dia hanya pengabdi dalam kehidupanmu. Aku tidak berani bertanya. Aku tidak berani menyela. Aku akan membiarkan sosok itu tetap ada. Bahkan aku terlalu rendah hanya untuk menengadah. Bertanya apakah saat ini Tuhan sedang menguji rasa yang ku punya.
Jiwa ini tercabik atas dusta yang tercipta. Tentang cerita yang tanpa sengaja terlontar begitu saja. Dari seseorang yang selalu berada di sampingku meski tidak pernah menganggap kehadiranku. Tidakkah kamu tahu akan rasa yang kupunya untukmu. Tidakkah kamu menyadari akan apa yang terjadi selama ini.
Oh ya, aku lupa jika hatimu masih putih belum ternoda. Bahkan jiwamu masih putih bersih belum terjamah. Aku lupa akan luka yang pernah kamu katakan. Tentang cinta yang pergi begitu saja. Tentang dunia yang berputar dengan sendirinya. Tengtangmu, tentang luka yang pernah kau genggam diatas penderitaanmu. Lalu dengan tega aku akan mengingatkan semuanya. Agar kamu teringat bagaimana sakit yang saat ini kurasa. Tapi maaf aku tidak sepicik itu hanya untuk mencari perhatianmu.
Aku masih punya cara yang lebih dewasa daripada mengingatkan tentang luka yang pernah ada, lalu menemaninya sepanjang masa agar kelak terlihat seperti Sang Dewa. Aku tidak serendah itu. Berkali-kali aku mencoba melupakan, namun yang kudapatkan hanya sebuah kekecewaan. Tentang sebuah kenyataan jika cintamu tak kunjung kudapatkan. Dengan disini, aku akan berusaha mengerti. Tentang hati yang tak lagi dimengerti. Tentang cinta yang tak pernah disadari. Tentang sebuah rasa yang hanya dianggap sebongkah noda.
Tuhan, aku tidak tahu kepada siapa hatiku berlabuh. Aku tidak tahu bagaimana jalan terjalku. Namun hanya satu pintaku semoga Engkau mendengarkan doaku yang terpinta di setiap sujudku.
"Hey...," kata Krisna yang berhasil membuyarkan lamunanku.
Ternyata dari tadi aku masih memandangnya. Pantas saja dia terlihat malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
wangi
ini lebih mirip seperti rangakaian sajak atau puisi, kata2nya itu lho terlalu puitis dan romantis, bikin baper....
masih dalam proses menikmati alur ceritanya
biar lebih dapat feel nya, tapi sejauh ini aku suka ko, novel nya beda, alurnya real bgt, GA ngadi2.....
sukses dech buat author nya
novel nya keren👍👍👍
2021-02-28
0
VlcyTree
kata² nya mantapp
2020-07-26
1
Mela Rosmela
selalu suka
2020-07-09
0