Pewaris Tahta
5 Tahun kemudian...
Lima tahun berlalu begitu saja, selama dalam kurun waktu lima tahun itu pula, keluarga Lim nampaknya begitu menikmati waktu kebersamaan mereka bersama calon pewaris tahta berikutnya, yang tak lain ialah Arsen Lim. Selama lima tahun, tak ada masalah yang begitu berarti hadir di kehidupan mereka seperti yang sudah-sudah, yang ada hanyalah rasa suka cita saat mendampingi tumbuh kembang Arsen. Arsen tumbuh menjadi bocah cilik yang tampan, ia lucu, pintar, namun juga terkenal paling usil di kediaman keluarga Lim.
Arsen Lim, meski ia di lahirkan dari keluarga kaya raya, namun ternyata tak membuatnya tumbuh menjadi anak yang manja, ia bahkan begitu menyatu dan dekat dengan semua pegawai yang bekerja di rumah megahnya itu. Mulai dari kepala pelayan, seluruh pelayan, supir, hingga tukang kebun, semua tak luput dari keusilan Arsen yang seolah tanpa memilih-milih orang.
Pagi hari yang cerah...
Pagi itu, Yuna dan Benzie terlihat sedang duduk bersama di taman depan rumah mereka yang megah. Sambil menikmati secangkir teh hangat buatan istri kesayangannya, Benzie pun terus menatap bangga pada Arsen yang kala itu terlihat sedang begitu asik bermain kejar-kejaran dengan beberapa pelayan di rumahnya.
"Apa yang sedang kamu lihat sayang? Kenapa terus tersenyum?" Tanya Yuna sembari mengernyitkan dahinya dengan keadaan tangan yang terus mengelus perutnya yang tengah membuncit.
Ya, Saat itu Yuna dan Benzie tengah menantikan anak kedua mereka yang sebentar lagi akan lahir. Kehamilan Yuna sudah memasuki bulan ke sembilan dan memasuki status siaga satu baginya dan juga Benzie.
"Lihat lah bagaimana anak kita tumbuh menjadi anak yang humble sayang, aku bersyukur dia tidak mewarisi sifatku yang keras dan dingin." Jawab Benzie yang kemudian kembali memandang Yuna dengan begitu hangat.
"Hey, jangan bicara begitu sayang! Sifat aslimu bukan lah seperti itu, aku yakin saat kecil, kamu juga mirip dengan Arsen yang begitu ceria dan ramah pada semua orang." Yuna pun dengan lembut mulai membelai pipi suaminya.
Benzie pun akhirnya hanya bisa tersenyum, ia terus memandangi Yuna, lalu mulai meraih tangannya dan mencium punggung tangan Yuna dengan penuh penjiwaan.
"Terima kasih sayang, terima kasih banyak telah mengembalikan masa-masa indah dalam hidupku yang sempat hilang."
"Tidak perlu berterima kasih, karena sebenarnya kita adalah dua orang yang saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai bahagia. Aku begitu lega, karena telah berhasil melewati banyak masa sulit di lima tahun awal pernikahan kita, dan kini hidupku terasa sempurna." Yuna pun tersenyum lalu mulai menyandarkan kepalanya di pundak Benzie yang terasa begitu nyaman.
Lalu mereka pun kembali memandangi Arsen, yang kala itu terlihat begitu ceria memainkan bolanya, ia terus menendang, dan melemparkan bolanya ke arah beberapa pelayan yang ada di hadapannya. Benzie pun dengan lembut ikut mengelus perut Yuna yang buncit dengan penuh rasa haru.
"Lihat lah anak itu, dia begitu mirip dengan mu." Ucap Yuna lagi dengan bibirnya yang tersenyum begitu merekah bak bunga mawar.
"Iya, dia sama tampannya denganku, aku semakin yakin jika ia adalah anakku hehe." Jawab Benzie dengan tenang dan tersenyum tipis.
Mendengar jawaban Benzie, membuat wajah Yuna seketika berubah, senyum manisnya langsung hilang, kepala yang tadinya bersandar manja pada pundak sang suami, kini sontak tertegak, di barengi pula dengan matanya yang jadi begitu melotot menatap Benzie, seolah ingin memakannya hidup-hidup.
"Sayang ada apa denganmu?" Tanya Benzie yang belum menyadari kesalahannya dalam berucap.
"Apa itu tadi maksudnya ha?"
"Maksudnya apa sayang?" Benzie nampaknya masih belum mengerti.
"Apa maksud dari ucapanmu yang mengatakan jika kamu semakin yakin jika Arsen adalah anakmu ha? Apa sebelumnya kamu kurang yakin? Apa aku ini terlihat seperti wanita murahan yang tidur dengan banyak lelaki, begitu??" Yuna terus mengomel, ia sedikit meninggikan suaranya sembari mengecakkan pinggang di hadapan Benzie.
Mendengar hal itu, membuat Benzie seketika menutup mulutnya yang spontan terbuka, wajahnya terlihat panik dan jadi gelagapan saat melihat istrinya yang mulai mengomelinya.
"Astaga maaf sayang, aku salah bicara, maksudku bukan begitu tadi hehehe maaf ya sayang" Benzie pun memasang senyuman termanisnya demi membujuk Yuna.
"Sayangg, sudah jangan marah begitu, nanti cantikmu hilang." Goda Benzie yang terus berusaha untuk membujuk istrinya.
Yuna sebenarnya bukan lah seorang yang pemarah, apalagi jika hanya masalah kecil dan terkesan sepele. Tapi efek hormon lah yang mengubah Yuna jadi seperti sekarang. Ia jadi gampang marah dan gampang menangis, namun gampang juga membaik, dan Benzie pun sudah sangat mengerti dan memakluminya.
Saat itu, Benzie seolah tak putus asa dalam membujuk rayu istrinya, ia pun masih berusaha ingin memeluk Yuna, meski tangannya selalu di tepis oleh Yuna yang sudah terlanjur kesal padanya.
"Sayang aku kan sudah minta maaf, maksudku tadi, aku bangga punya anak seperti Arsen, dan dia benar-benar anak ku karena wajah kami yang begitu mirip." Jelas Benzie lagi dengan sebuah senyuman seolah memohon ampun pada istrinya.
Kini, tidak ada lagi Benzie yang dingin dan ketus, yang angkuh dan selalu bersikap semena-mena. Yang ada kini hanyalah Benzie Lim yang begitu bucin pada istrinya. Seperti cinta mati, Benzie sama sekali sudah tidak tertarik pada wanita mana pun lagi, dimatanya hanya ada Yuna, begitu pula di hatinya. Meski pun hingga saat ini, masih saja ada banyak wanita muda yang mencoba untuk menggodanya, tapi tetap saja Benzie sama sekali tidak bergeming.
"Makanya hati-hati kalau bicara!" Ketus Yuna sembari memalingkan wajahnya.
Mendengar Yuna yang mulai ketus padanya, tetap saja tidak membuat Benzie marah, ia hanya bisa tersenyum dan terus membujuk istrinya. Hingga pada akhirnya, tiba-tiba saja sebuah bola karet terlihat melayang bebas di udara dan tepat mengenai kepala Yuna.
"Awwww" Teriak Yuna sembari memegangi kepalanya.
Melihat hal itu Benzie pun sontak tertawa begitu saja, ia tertawa bukan karena tidak kasihan pada Yuna, melainkan karena ia tau bola itu terbuat dari karet yang lentur sehingga tidak terlalu terasa sakit jika mengenai kepala.
"Hahaha, lihat itu sayang, kamu kualat kan karena mengomeli suami hahaha." Ledek Benzie yang terus saja tertawa geli.
Perlakuan Benzie itu pun semakin membuat Yuna geram, Yuna dengan bibirnya yang semakin mengerucut, kembali memandangi Benzie dengan tatapan mematikan, sembari sebelah tangannya terus mengusap-usap kepalanya.
"Hahahhaa." Namun Benzie masih saja terus menertawainya.
Tak lama, Arsen yang tampan pun datang menghampiri ibunya.
"Mama maafkan aku ya, apa kepala mama terasa sakit?" Tanya Arsen polos sembari ikut mengusap-usap kepala ibunya.
"Huhuhu anak ku sayang." Yuna pun seketika memeluk Arsen dan langsung berakting seolah sedang menangis kesakitan,
"Mama kenapa menangis? Maafkan aku mama, apa rasanya sungguh sakit sekali?" Tanya bocah berusia 5 tahun itu kembali dengan wajahnya yang seolah terlihat merasa begitu bersalah.
"Sebenarnya sakitnya tidak seberapa sayang, ta, tapi..."Yuna seolah terus menangis tersedu-sedu.
Membuat Benzie yang melihatnya jadi terkhayal dan merasa terjebak oleh akting istrinya.
"Tapi apa mama?"
"Lihat lah papa mu sayang, dia begitu tega menertawakan mama mu ini huhuhu." Jawab Yuna yang sengaja dibuat agar terdengar begitu lirih.
Arsen yang polos pun kembali mengusap-usap punggung ibunya, lalu ia melepaskan pelukan Yuna dan memandangi papanya yang saat itu masih begitu tercengang menonton akting istrinya yang begitu luar biasa di depan sang anak.
"Papa, papa tidak boleh begitu, harusnya papa elus kepala mama agar tidak sakit lagi, bukan malah tertawa."
"Ta, tapi sayang itu sama sekali tidak akan sakit, itu hanya bola karet sayang." Benzie pun mencoba membela diri.
"Huhuhu." Mendengar hal itu Yuna pun kembali berakting menangis.
"Mama menangis itu tandanya sakit pa, papa harus minta maaf sama mama dan tidak boleh seperti itu, karena kita sebagai lelaki harus menjaga mama, tidak boleh membuat mama menangis." Ungkap Arsen sembari menggelengkan kepalanya.
Mendengar penuturan anaknya yang begitu bijak, seketika membuat Yuna terharu, lalu ia melirik ke arah Benzie seolah ingin mengejek karena Arsen memarahinya.
Benzie pun melesu, ia menghela nafas lalu mengaku kalah.
"Emmm baiklah, papa kalah. Ya sudah untuk anak dan istriku tersayang, papa minta maaf ya, tolong maafkan papa ya."
"Emm ok." Jawab Arsen sembari tersenyum lebar.
Namun Yuna masih saja terdiam dengan keadaan kedua tangan bersedekap di dadanya.
Arsen pun kembali mendekati ibunya lalu kedua tangan mungilnya memegang dan menggoyang-goyangkan tangan Yuna.
"Mama, papa sudah minta maaf, ayo bersalaman."
"Ayo sayang kita bersalaman, biar afdol." Pujuk Benzie yang menjulurkan tangannya sembari memandang genit pada Yuna.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
favorit
marathon
👍❤
2023-09-20
0
Rizky
Mampir, kayaknya seru
2022-01-15
1
Al Vi a
aku baca ulang thor.. Aplikasi novel toonku ada yg ngapus 😭😭
2021-05-13
2