Benzie pun sejenak terdiam, seperti sedang berfikir dan mencoba mempertimbangkan lagi saran nama yang diberikan oleh Arsen.
"Emmm Lylia, Lylia kedengarannya bagus." Akhirnya Benzie pun kembali tersenyum menatap Arsen.
Begitu pula dengan Arsen yang jadi begitu senang dan bangga, karena pendapatnya di apresiasi dengan sangat baik oleh sang ayah.
"Baiklah, mulai sekarang, kita panggil dia Lylia, Lylia Lim. Bagaimana sayang? Apa kamu setuju?" Kini Benzie menoleh ke arah Yuna.
"Tentu saja, mana mungkin mama tidak setuju dengan pendapat putra sulung mama yang paling tampan hehehe." Jawab Yuna yang ikut tersenyum lalu menatap Arsen dengan penuh rasa bangga.
"Terima kasih papa, terima kasih mama, terima kasih kalian sudah mau setuju." Arsen pun kembali tersenyum lebar.
"Harusnya mama dan papa yang berterima kasih sayangku, karena kamu telah membantu mama dan papa mencarikan nama yang bagus untuk adik bayi." Yuna lagi-lagi membelai lembut pipi Arsen.
Kini lengkap lah sudah kebahagiaan Benzie, kali ini ia merasa hidupnya benar-benar sempurna. Memiliki istri yang baik juga cantik, anak lelaki yang tampan dan anak bayi yang cantik, dan itu sudah cukup baginya. Sebagai ungkapan syukurnya, Benzie pun segera mengutus Alex untuk membagikan sedekah berupa uang dan berbagai makanan ke seluruh panti asuhan yang ada di kota tempat dimana mereka tinggal.
Beberapa jam kemudian, Alex pun terlihat datang, ia datang bersama Tere dan nenek Maria. Dengan wajah haru, nenek Maria pun langsung menghampiri Lylia yang kala itu tengah tertidur di tempat tidur bayi yang di sediakan di ruangan mereka.
"Ya tuhan, kamu cantik sekali sayang, kali ini kamu begitu mirip dengan ibumu." Ucap nenek Maria yang hanya bisa memandangi wajah imut Lylia.
"Selamat ya cucu mantuku, semoga kamu selalu diberi kesehatan dan umur panjang." Sambung nenek Maria yang kemudian mengusap ujung kepala Yuna yang sedang duduk berselonjor di atas tempat tidurnya.
"Terima kasih banyak nek sudah menyempatkan datang untuk menjenguk Lylia." Jawab Yuna.
"Lylia?" Tanya nenek Maria.
"Iya benar nek, namanya adalah Lylia Lim." Jawab Benzie kemudian.
"Nama yang bagus, siapa yang memberi nama? Apakah kau kak?" Tanya Tere yang kemudian duduk di samping Yuna.
"Tentu tidak bibi, nama itu aku sendiri yang memberikannya untuk adik bayi. Benarkan mama?"
"Hehehe iya benar sayang." Jawab Yuna mengiyakan.
"Aaaah kalau begitu namanya tidak bagus, namanya jelek, seperti yang memberikannya juga jelek wekkk." Tere pun seketika menjulurkan lidahnya pada Arsen.
Membuat Arsen pun mulai tampak kesal dan langsung cemberut, lalu langsung mengejar Tere seperti ingin memukulnya dengan menggunakan tangan mungilnya.
"Wekk, tidak kena, tidak kena." Ejek Tere lagi yang terus menghindar dari pukulan Arsen.
"Bibi jahat, bibi jelek!" karena di buat semakin kesal, Arsen pun akhirnya mulai menangis.
Seketika Yuna pun langsung melotot tanpa berkata apapun pada Tere, menyadari hal itu, Tere pun mengerti apa yang di maksud Yuna. Setelah menghela nafas, ia pun langsung menghampiri Arsen keponakannya itu.
"Emm baiklah, ini, ayo pukul," Tere pun langsung menjulurkan tangannya seolah pasrah.
"Kamu bisa pukul aunty sekerasnya, asal kamu tidak menangis lagi." Tambahnya lagi.
"Tidak, aku tidak mau, bibi jahat, nama Lylia kan bagus, semua orang juga bilang bagus." Ucap Arsen dengan nafas yang terengah-engah karena terus menangis sembari terus mengucek-ucek matanya dengan tangan.
"Iya-iya Arsen ku sayang, keponakan aunty yang paling tampan dan pintar, nama Lylia itu nama yang bagus dan keren, aunty hanya bercanda. Sudah ya jangan menangis lagi, cup cup cup." Pujuk Tere yang mulai memeluk tubuh kecil Arsen.
"Benarkan nama Lylia itu bagus?" Tanya Arsen lagi dengan pelan sembari mulai mengusap air matanya.
"Iya benar sayang, sudah ya jangan menangis lagi, anak tampan mana boleh menangis, nanti tampannya bisa luntur kena air mata."
"Emm ok deh." Ucap Arsen pelan.
"Jadi sekarang kita berdamai kan?" Tere dengan senyuman pun menjulurkan jari kelingkingnya.
Lalu setelah beberapa saat memandangi jari kelingking Tere, Arsen pun akhirnya meraihnya dan mereka pun berdamai.
Alex yang memandangi pemandangan itu pun hanya bisa tersenyum sembari menggelengkan pelan kepalanya, seketika ia pun terbayang bagaimana nanti jika ia dan Tere memiliki seorang anak.
Namun kala itu, mata tajam Benzie tak sengaja melirik ke arah Alex yang saat itu tengah begitu fokus memandangi Tere dan Arsen. Akhirnya Benzie pun berbisik pada Yuna untuk minta izin keluar sebentar.
"Sayang, aku keluar sebentar ya, ada yang ingin ku bicarakan pada Alex."
Yuna pun tersenyum lalu mengangguk, namun ketika Benzie ingin melangkah, seketika Yuna menarik lengan suaminya.
"Sayang, tunggu!"
Benzie pun sontak berbalik arah dan kembali menatap istrinya.
"Kenapa sayang?" Tanyanya.
"Ingat sayang! apapun yang ingin kamu bicarakan pada Alex, ku harap kamu tidak menggunakan emosi mu seperti tadi pagi ya. Tolong jangan rusak hari bahagia kita sayang, please." Bisik Yuna seolah memberi peringatan pada suaminya.
Mendengar peringatan dari sang istri membuat Benzie jadi mendengus dan tersenyum, ia pun kembali mengusap-usap lembut pipi Yuna yang kala itu masih terlihat sembab.
"Hehehe tidak sayang, tenang lah." Jawab Benzie yang kemudian kembali melangkah pergi.
Begitu Benzie tepat melangkah di depan Alex, ia pun kemudian kembali berkata pelan.
"Ikut aku, aku ingin bicara." Ucap Benzie datar.
Hal itu pun membuat lamunan Alex seketika buyar, dengan sikap yang masih bingung, ia pun akhirnya mengikuti langkah Benzie.
"Ben, kita mau kemana? Apa tidak bisa bicara di ruang kamar inap saja? Kenapa ingin bicara saja harus sejauh ini." Keluh Alex.
"Diam dan ikuti saja aku jika kau tidak ingin nyawa mu melayang." Ketus Benzie yang terus melangkah memasuki lift.
Akhirnya mereka tiba di rooftop (atas atap) gedung rumah sakit yang begitu menjulang tinggi itu. Rambut mereka pun mulai berhembus kesana kemari akibat terpaan angin yang cukup kencang, nampak pula sebagian kota yang terlihat jelas dari tempat mereka berdiri.
Benzie berhenti tepat tak jauh dari ujung tepi atap, dan di susul pula dengan Alex yang berdiri di sampingnya.
"Sekarang katakan! Seberapa serius kau pada Tere?" Tanya Benzie tanpa banyak basa-basi.
Dengan raut wajah yang masih sedikit bingung, Alex pun akhirnya menjawab.
"Yang jelas aku sangat serius padanya, Ben." Tegas Alex.
Mendengar jawaban Alex, sontak membuat Benzie langsung mendengus dan tersenyum sinis.
"Lalu apa kau ada niat ingin menikahinya? Atau masih ingin berpacaran dan bermain-main."
"Astaga Ben, kenapa kau harus bertanya seperti itu? Apa kau masih belum percaya pada sahabat terbaik mu ini ha?"
"Sulit bagiku untuk percaya begitu saja dengan kadal sepertimu." Ucap Benzie dengan tenang tanpa melirik sedikit pun ke arah Alex.
Mendengar ungkapan Benzie yang nampak terlalu jujur, lagi-lagi membuat Alex seketika jadi terkekeh geli.
"Ben, setiap orang punya masa lalu yang kelam, termasuk kau juga. Maka begitu juga denganku, mungkin dulu aku memang lah seorang playboy yang banyak di gandrungi oleh para wanita cantik dan seksi, tapi tidak sekarang, melihat wanita cantik dan sexy pun aku sudah tidak tertarik lagi." Ungkap Alex dengan begitu santai dan tenang.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Rizky
Calon bucin
2022-01-15
1
Hanna Devi
kembali ke sini 🖐️😊
2021-12-04
0
Suci Ishaka
lanjut kak
2021-05-08
0