"La, lalu bagaimana dengan ayah? Apa ibumu tidak bersama ayah?"
"Dia pergi bersama ayah, namun ayah hanya mengalami luka ringan, sementara ibu, katanya ibu terlempar keluar dari jendela mobil, karena saat kecelakaan terjadi, ibu tidak mengenakan sabuk pengaman." Jelas Martin yang terus menutup wajahnya dan terlihat begitu terpukul atas kejadian yang menimpa kedua orang tuanya terutama ibunya.
"Astaga!!" Shea pun ikut terduduk lesu di samping Martin.
"Kita harus kesana secepatnya!" Ucap Martin pelan.
"Iya sayang, aku rasa semua bisa di urus, aku akan menghubungi kenalanku untuk mengurus visa dan lainnya. Aku akan usahakan agar semuanya bisa cepat selesai." Ungkap Shea yang terus mengusap-usap pundak Martin.
Martin pun mulai menatap Shea dengan tatapan nanar sembari menganggukkan kepalanya pelan.
Shea dengan cepat langsung bangkit kembali dari duduknya, lalu bergegas mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang, sembari mulai melangkah menuju kamar Rachel.
Ya, Rachel yang dimaksud adalah Rachel Chou, seorang anak tunggal, hasil buah cinta antara Shea dan Martin. Usianya hanya terpaut tidak sampai setahun lebih muda dari Arsen. Tak jauh beda dengan Arsen, Rachel pun tumbuh menjadi gadis cilik yang begitu menggemaskan, ia cantik, rambutnya panjang dan berponi, di tambah pula dengan badannya yang terbilang sangat montok.
Rachel dan Arsen pun sudah berteman, bahkan ketika mereka masih bayi, Yuna dan Shea sering bertemu untuk mengajak mereka bermain bersama di wahana permainan. Bahkan Arsen dan Rachel belajar di TK elit yang sama, dan tentu saja Arsen yang usil sering mengejek Rachel dengan menyebutnya gendut atau si pipi bakpao, dan jelas Rachel sangat tidak menyukai hal itu. Tidak jarang Rachel dibuat menangis hanya karena ulah usil Arsen yang begitu sering mengejeknya.
"Rachel." Panggil Shea.
Shea terus berjalan menuju kamar Rachel, saat itu Rachel terlihat sedang bermain boneka di salah satu ruangan yang masih berada di dalam kamarnya. Ruangan itu memang di buat khusus untuknya bermain dengan berbagai mainan anak perempuan yang ada di dalamnya, ruangan itu juga di desain sedemikian lucu dengan polesan warna warni hingga menambah kesan ceria.
"Iya mommy" Jawab Rachel dengan suaranya yang terdengar begitu imut dan menggemaskan.
"Sayang, kita akan segera pergi ke Paris untuk bertemu oma dan opa, nanti pelayan akan membantu kamu berkemas ya, bawa lah pakaian yang kamu suka."
"Benarkan mommy?" Rachel pun seketika jadi begitu sumringah.
"Iya sayang, tapi tidak hari ini, beberapa hari lagi, tunggu semuanya selesai di urus kita akan langsung berangkat ya." Jawab Shea sembari mengusap lembut pipi gembul Rachel.
"Apakah Arsen ikut?" Tanya Rachel dengan polosnya.
"Arsen?" Shea pun mulai mengernyitkan dahinya.
"Iya mommy, apakah Arsen juga akan ikut bersama kita ke Paris?"
"Tentu tidak sayang, Arsen dan keluarganya pasti punya urusan yang lainnya."
"Yeay asik." Seketika Rachel pun langsung melompat senang.
Hal itu pun sontak membuat Shea kembali mengernyitkan dahinya lagi karena sungguh merasa bingung pada tingkah laku anaknya itu.
"Kenapa kamu terlihat begitu senang sayang? Bukankah Arsen teman baikmu?"
"Iya, tapi dia suka mengejekku gendut, dan aku tidak suka di bilang gendut mommy. Gendut itu kan jelek." Jawab Rachel sembari memanyunkan bibirnya.
"Hei, kata siapa gendut itu jelek? tidak ada yang jelek sayang, semua itu tergantung selera masing-masing. Jadi, ada orang yang sukanya dengan yang kurus, tapi ada juga orang yang suka dengan yang gendut-gendut." Jelas Shea dengan begitu lembut sembari terus membelai rambut panjang anaknya.
"Oh begitu ya mommy?"
"Tentu saja, lagi pula Rachel itu masih kecil sayang, jadi tidak apa-apa jika gendut, justru akan banyak orang yang gemas." Tambah Shea lagi.
Mendengar penjelasan dari ibunya, Rachel pun akhirnya bisa kembali tersenyum.
"Emm ya sudah ya, kamu lanjut lah bermain, mommy ingin menemui daddy lagi."
"Iya mommy." Rachel pun mengangguk.
Dengan wajahnya yang kembali ceria, Rachel pun kembali menggerak-gerakkan kedua boneka yang sejak tadi di pegangnya. Lalu ia pun kembali berceloteh seorang diri seolah-olah bonekanya lah yang sedang berbicara.
Tak lama, Shea pun kembali duduk di sofa, ia duduk di samping Martin sembari memberikan secangkir teh hijau demi memberikan sedikit rasa rileks bagi suaminya yang sedang di landa kesedihan.
"Minum lah dulu sayang, setidaknya saat ini kamu perlu sedikit lebih rileks." Ucap Shea.
Martin pun meraih secangkir teh hijau yang di bawakan Shea untuknya, lalu mulai menghirup aromanya dan mulai menyeruputnya secara perlahan.
"Terima kasih sayang." Ucapnya pelan.
Shea pun hanya tersenyum tipis sembari kembali mengusap pundak suaminya.
"Oh ya, dimana Rachel?" Tanya Martin sembari meletakkan minumannya ke atas meja.
"Rachel sedang bermain di kamarnya, tadi juga aku sudah mengatakan padanya jika kita akan berangkat ke Paris secepatnya."
"Apa, apa kamu juga mengatakan jika kita kesana bukan untuk berlibur seperti biasa, melainkan karena omanya mengalami koma di rumah sakit?" Tanya Martin lagi.
"Maaf sayang, aku belum mengatakan soal itu, dan menurutku sebaiknya kita tidak perlu memberitahunya sekarang." Jawab Shea dengan pelan.
"Iya benar juga, aku takut Rachel akan menangis saat tau omanya sakit, mengingat dia begitu sayang pada omanya itu."
"Benar sayang, itu juga lah yang ku pikirkan."
Akhirnya setelah merasa sedikit lebih tenang, Martin pun memutuskan untuk berangkat ke kantor untuk mengurus beberapa urusannya yang harus ia selesaikan sebelum ia pergi. Meski hari itu hari Minggu, Martin berfikir harus tetap masuk kantor mengingat nanti ia akan pergi dalam waktu yang bisa dikatakan akan lumayan lama.
Ke esokan harinya...
Hari Senin, semua aktivitas pun kembali seperti biasanya, Benzie terlihat telah rapi dengan setelan jas nya, begitu pula dengan Arsen, ia juga sudah terlihat begitu tampan dengan seragam TK nya.
Seperti biasa, Yuna dengan di dampingi beberapa pelayan, pagi itu pun terlihat tengah sibuk menghidangkan beberapa menu sarapan untuk mereka santap pagi itu. Ada banyak menu pagi itu yang di masak langsung oleh Yuna, termasuk stick kentang goreng kesukaan Arsen.
Kini semuanya telah terduduk menghadapi semua hidangan yang ada, tak ketinggalan pula Tere.
Lima tahun berlalu, tak sedikit pula perubahan yang terjadi dalam hidup Tere, kini ia sudah lulus kuliah dan sekarang ia pun ikut bergabung sebagai karyawan tetap di Blue Light Group.
"Bagaimana pekerjaan mu belakangan ini Tere? Apa ada masalah?" Tanya Benzie dengan tenang sembari terus menyantap sarapannya.
"Tidak kakak ipar, semua berjalan sebagai mana mestinya." Jawab Tere sembari tersenyum.
"Bibi, kenapa akhir-akhir ini terlihat berbeda?" Tanya Arsen polos sembari memandangi penampilan Tere.
Ya, memang benar ada yang berbeda, sudah beberapa hari belakangan ini, Tere nampak terlihat jadi lebih suka berdandan, sangat berbeda dari biasanya yang lebih menyukai penampilan yang natural. Warna lipstiknya yang biasanya berwarna lembut kini terlihat lebih sedikit memerah, begitu pula dengan pipinya yang sekarang selalu terlihat merona karena polesan blush on berwarna merah muda.
"Heyy!! berkali-kali sudah ku bilang padamu bocah cilik, jangan panggil aku bibik, itu sama sekali tidak keren." Jawab Tere sembari mengacak-acak rambut Arsen yang saat itu duduk tepat di sampingnya.
"Lalu kau berharap anakku memanggil mu apa?" Tambah Yuna yang ikut mendengus sembari tersenyum tipis.
"Panggil aku aunty, ok, aunty!" Tegas Tere dengan penuh percaya diri sembari memancarkan senyuman percaya dirinya.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Rizky
Tim Alex
2022-01-15
2
Hanna Devi
hai .. salam kenal ya dari Hati Terbelah Di Ujung Senja 😊
2021-11-20
2
Suci Ishaka
dimna ales
2021-05-08
2