18 Tahun kemudian...
*Prok prokk prokkk*
Hari itu, suara sorakan serta gemuruhnya suara tepukan tangan yang begitu meriah dari banyaknya orang pun terdengar nyaring, saat seorang Benzie Lim baru saja berhasil memotong pita sebagai tanda peresmian atas di bukanya panti asuhan yang baru di bangunnya.
Dua orang wanita dan seorang lelaki yang sejak awal sudah terduduk di jajaran kursi paling depan, pun terlihat seketika langsung berdiri dengan menampilkan raut wajah yang begitu sumringah sembari terus bertepuk tangan dengan begitu semangatnya karena begitu bangganya.
"Yeay papa, papaku sangat hebat!" Teriak salah seorang wanita remaja dengan penuh rasa bangga.
Kedua wanita itu ialah Yuna dan juga Lylia. Ya, dia Lylia Lim, yang merupakan putri bungsu dari Yuna dan Benzie yang saat itu sudah tumbuh menjadi gadis belia yang cantik di usianya yang telah menginjak 18 tahun.
Tak ketinggalan pula seorang lelaki tampan yang berada di sisi kanan Yuna, lelaki yang terlihat begitu tenang namun dapat menghanyutkan hati banyak wanita yang memandangnya.
Lelaki tampan nan rupawan yang baru saja disebutkan, siapa lagi kalau bukan Arsen Lim. Kini usia Arsen telah memasuki 23 tahun, ia tumbuh menjadi lelaki dewasa yang tak hanya tampan dan kaya raya, namun berkat didikan baik dari Yuna, ia pun jadi tidak mewarisi sifat dingin dan ketus ayahnya dulu.
Setelah selesai dengan pemotongan pita, Benzie pun kembali duduk di sisi kiri Yuna dengan penuh rasa haru biru.
"Akhirnya sayang, selamat ya." Ucap Yuna dengan penuh bangga sembari mengusap lembut punggung sang suami.
"Terima kasih sayangku, ini juga berkat doa darimu yang selalu mengiringi aku." Jawab Benzie sembari tersenyum.
Benzie pun kembali memandangi bangunan yang telah berdiri kokoh di hadapannya, entah kenapa, tiba-tiba saja perasaan sedih seketika menyelinap masuk ke sanubarinya saat mengingat sang nenek.
Ya, tepat 8 tahun yang lalu, nenek Maria telah pergi, pergi dan takkan kembali lagi, ia menutup mata untuk selama-lamanya dan meninggalkan banyak kenangan bagi Benzie Lim. Dan seketika ia pun kembali terbayang percakapannya bersama nenek Maria dulu, beberapa waktu sebelum nenek Maria meninggal dunia.
Saat itu kesehatan nenek Maria memang mulai menurun drastis, tubuh nenek Maria juga semakin melemah karena termakan usia yang memang sudah begitu rentan.
*Flashback On*
Saat itu Benzie yang baru saja pulang kerja, tak sengaja melirik ke arah kamar sang nenek, sontak terbesit keinginannya untuk mengunjungi kamar sang nenek sekaligus mengecek keadaan neneknya yang belakangan ini sudah semakin sering mengalami sakit-sakitan.
"Nek," Ucap Benzie begitu membuka pintu kamar nenek Maria.
"Oh Benzie Lim, cucuku, kau sudah pulang?" Tanya Maria dengan suaranya yang terdengar mulai bergetar.
"Sudah nek, bahkan aku baru saja tiba dan langsung kesini."
"Benarkah?"
"Hmm, bagaimana keadaan nenek hari ini?" Tanya Benzie sembari mulai melangkah perlahan memasuki kamar neneknya.
Saat itu nenek Maria terlihat sedang terbaring lemah di atas ranjangnya.
"Aku baik Ben, dan akan selalu baik-baik saja hehehe." Ucap nenek Maria sembari tersenyum tipis.
Benzie pun menarik sebuah kursi yang ada di sudut ruangan itu, lalu membawanya ke samping ranjang neneknya, dan mulai mendudukinya dengan sebuah senyuman tipis. Dengan lembut ia pun meraih tangan nenek Maria yang saat itu sudah terlihat begitu keriput dan terlihat semakin kurus, bahkan terlihat jelas jika tangan itu mulai sedikit gemetaran. Lalu dengan penuh kasih sayang Benzie pun menempelkan tangan hangat sang nenek ke pipinya sembari kembali tersenyum lirih.
"Nek, sekarang katakan! apalagi yang nenek inginkan? Apakah masih ada keinginan nenek yang belum terwujudkan?" Tanya Benzie dengan begitu lembut.
Seketika pandangan nenek Maria pun langsung berubah, kini tatapannya seakan kosong dan mulai menerawang ke arah langit-langit kamarnya.
"Keinginanku sejak dulu hingga sekarang masih sama dan tidak akan pernah berubah, Ben. Keinginanku hanya lah bisa melihatmu memiliki keluarga yang utuh dan bahagia Ben, itu sudah begitu membuatku tenang." Ungkap nenek Maria yang kembali tersenyum tipis.
"Dan saat ini, keinginan nenek itu telah terwujudkan nek, nenek bisa melihat aku yang sekarang begitu bahagia dengan hidupku saat ini. Lalu apa lagi? Katakan lah nek, maka aku akan mewujudkannya." Tanya Benzie lagi.
Entah kenapa tiba-tiba terlintas pertanyaan seperti itu di benak Benzie dan perasaan ingin sekali mewujudkan keinginan sang nenek, seperti sudah memiliki firasat meski ia belum menyadarinya.
Sejenak nenek Maria pun terdiam, lalu kembali menatap Benzie dengan begitu lekat.
"Jika berkenan, aku ingin kau pergunakan sedikit dari hartamu untuk membangun beberapa panti asuhan dan panti jompo di kota ini Ben."
"Jadi nenek hanya menginginkan hal itu? Eeemm, jika itu memang permintaan nenek, tentu saja aku akan begitu berkenan nek." Benzie pun kembali tersenyum.
"Benarkah?"
"Iya nek, akan ku bangun panti jompo dan panti asuhan yang layak di kota ini, sesuai keinginan nenek." Tegas Benzie lagi.
"Tapi aku pun ingin kau membangunnya hanya ketika kau siap, siap lahir dan batin, dan bukan hanya karena atas permintaanku. Karena ketika kau membangun panti-panti itu, itu berarti kau pun akan selamanya harus siap menanggung biaya seluruh orang yang akan tinggal disana nantinya, ada atau tidaknya donatur lain yang menyumbang, jadi bangun lah jika hanya kau benar-benar sudah siap dengan segala hal itu." Jelas nenek Maria dengan lembut.
"Baik lah nek aku mengerti, tapi cepat atau lambat aku pasti akan mewujudkan hal itu nek. Nenek bisa pegang kata-kataku ya." Benzie pun semakin melebarkan senyumannya sembari mulai mengusap-usap punggung tangan sang nenek.
Nenek Maria pun hanya tersenyum lalu mengangguk pelan.
"Lalu apalagi nek? Katakan lah, aku siap mewujudkannya."
"Wah, ada angin apa? Kenapa hari ini kau terlihat begitu ingin memanjakan aku, seolah aku akan mati besok saja." Nenek Maria pun tersenyum.
*Deggg*
Mendengar celetukan sang nenek, sontak membuat raut wajah Benzie seketika berubah drastis, senyuman yang baru saja muncul di bibirnya kini seolah langsung lenyap seketika.
"Nenek! tolong jangan bicara seperti itu!" Tegas Benzie dengan bola mata yang jadi sedikit membesar.
"Memangnya kenapa? Kita tidak pernah tau kan seberapa lama umur seseorang, kita tidak pernah tau kapan kematian akan datang menjemput."
"Tidak!" Benzie sontak menggeleng cepat.
"Tidak nek!! nenek akan tetap hidup 1000 tahun lagi, nenek akan terus selalu ada bersamaku, di sisiku! Ok?" Ucap Benzie dengan tegas yang seolah sangat tidak siap jika hal itu benar terjadi.
Entah kenapa, perasaan Benzie terasa begitu sedih dan sakit saat membayangkan jika celetukan neneknya itu suatu saat akan benar-benar terjadi.
"Dan jika bisa, aku meminta agar kau jual atau tutup saja usaha club malam mu itu, Ben!"
"Hah?! Ta,,, tapi kenapa nek? Bukankah nenek pun tau sejak awal, jika sumber pemasukan terbesar Blue Light Group selama ini adalah dari club malam itu nek, lalu kenapa nenek meminta itu di tutup? Kenapa nek?"
"Entah lah, tapi sepertinya akhir-akhir ini aku mulai sadar jika usaha club malam itu bukan lah usaha yang baik. Kau bisa menjualnya dan membuat usaha di bidang lain Ben."
"Tapi tidak semudah itu nek, ada banyak hal yang harus di pikirkan dan tentunya akan ada banyak hal juga yang harus di korbankan."
"Ya aku tau, namun semua aset keluarga telah menjadi milikmu, dan aku tak punya kuasa lagi untuk memaksakan hal itu. Dan aku pun tak memintamu melakukannya sekarang, pikirkan saja dulu, dan aku pastinya berharap kau bisa mempertimbangkannya." Ungkap nenek Maria lagi.
"Baik lah nek, aku mengerti, tapi aku memang benar-benar butuh waktu untuk mengambil keputusan yang begitu besar itu."
"Tidak masalah Ben, jangan terlalu di pikirkan, dan jangan di buat pusing."
Nenek Maria pun akhirnya kembali tersenyum setelah itu, sementara Benzie, ia hanya bisa terdiam sembari terus berfikir dan mencerna kembali segala ucapan sang nenek.
Namun siapa sangka, ternyata hal itu benar-benar sebagai wujud permintaan sang nenek untuk yang terakhir kalinya, selang beberapa waktu, nenek Maria pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di atas ranjangnya yang nyaman, kepergian nenek Maria benar-benar mengundang tangis dan rasa pedih bagi seluruh penghuni kediaman keluarga Lim kala itu terutama Benzie Lim. Bagaimana tidak, sejak kecil ia sudah di asuh dengan penuh kasih sayang oleh sang nenek, dan bahkan ia pun tumbuh besar hanya dengan sang nenek yang menjadi satu-satunya keluarga baginya. Namun bukan hanya Benzie, para pelayan yang sudah bekerja puluhan tahun dalam melayani keluarga Lim hingga turun temurun pun tak luput dari kesedihan yang mendalam ketika nenek Maria berpulang.
*Flashback Off*
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Rizky
Kok mengsedihhh
2022-01-15
2
Mahmudah Tegar
sedih aku bacanya thorr.. tapi aku seneng liat visualisasinya thor arsen nya ganteng ga kalah sama ji chang wook 😙😚
2021-10-02
5
Bhundanya Angga
apa kabar Alex dan Tere ya
2021-07-12
3