5 Tahun kemudian...
Lima tahun berlalu begitu saja, selama dalam kurun waktu lima tahun itu pula, keluarga Lim nampaknya begitu menikmati waktu kebersamaan mereka bersama calon pewaris tahta berikutnya, yang tak lain ialah Arsen Lim. Selama lima tahun, tak ada masalah yang begitu berarti hadir di kehidupan mereka seperti yang sudah-sudah, yang ada hanyalah rasa suka cita saat mendampingi tumbuh kembang Arsen. Arsen tumbuh menjadi bocah cilik yang tampan, ia lucu, pintar, namun juga terkenal paling usil di kediaman keluarga Lim.
Arsen Lim, meski ia di lahirkan dari keluarga kaya raya, namun ternyata tak membuatnya tumbuh menjadi anak yang manja, ia bahkan begitu menyatu dan dekat dengan semua pegawai yang bekerja di rumah megahnya itu. Mulai dari kepala pelayan, seluruh pelayan, supir, hingga tukang kebun, semua tak luput dari keusilan Arsen yang seolah tanpa memilih-milih orang.
Pagi hari yang cerah...
Pagi itu, Yuna dan Benzie terlihat sedang duduk bersama di taman depan rumah mereka yang megah. Sambil menikmati secangkir teh hangat buatan istri kesayangannya, Benzie pun terus menatap bangga pada Arsen yang kala itu terlihat sedang begitu asik bermain kejar-kejaran dengan beberapa pelayan di rumahnya.
"Apa yang sedang kamu lihat sayang? Kenapa terus tersenyum?" Tanya Yuna sembari mengernyitkan dahinya dengan keadaan tangan yang terus mengelus perutnya yang tengah membuncit.
Ya, Saat itu Yuna dan Benzie tengah menantikan anak kedua mereka yang sebentar lagi akan lahir. Kehamilan Yuna sudah memasuki bulan ke sembilan dan memasuki status siaga satu baginya dan juga Benzie.
"Lihat lah bagaimana anak kita tumbuh menjadi anak yang humble sayang, aku bersyukur dia tidak mewarisi sifatku yang keras dan dingin." Jawab Benzie yang kemudian kembali memandang Yuna dengan begitu hangat.
"Hey, jangan bicara begitu sayang! Sifat aslimu bukan lah seperti itu, aku yakin saat kecil, kamu juga mirip dengan Arsen yang begitu ceria dan ramah pada semua orang." Yuna pun dengan lembut mulai membelai pipi suaminya.
Benzie pun akhirnya hanya bisa tersenyum, ia terus memandangi Yuna, lalu mulai meraih tangannya dan mencium punggung tangan Yuna dengan penuh penjiwaan.
"Terima kasih sayang, terima kasih banyak telah mengembalikan masa-masa indah dalam hidupku yang sempat hilang."
"Tidak perlu berterima kasih, karena sebenarnya kita adalah dua orang yang saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai bahagia. Aku begitu lega, karena telah berhasil melewati banyak masa sulit di lima tahun awal pernikahan kita, dan kini hidupku terasa sempurna." Yuna pun tersenyum lalu mulai menyandarkan kepalanya di pundak Benzie yang terasa begitu nyaman.
Lalu mereka pun kembali memandangi Arsen, yang kala itu terlihat begitu ceria memainkan bolanya, ia terus menendang, dan melemparkan bolanya ke arah beberapa pelayan yang ada di hadapannya. Benzie pun dengan lembut ikut mengelus perut Yuna yang buncit dengan penuh rasa haru.
"Lihat lah anak itu, dia begitu mirip dengan mu." Ucap Yuna lagi dengan bibirnya yang tersenyum begitu merekah bak bunga mawar.
"Iya, dia sama tampannya denganku, aku semakin yakin jika ia adalah anakku hehe." Jawab Benzie dengan tenang dan tersenyum tipis.
Mendengar jawaban Benzie, membuat wajah Yuna seketika berubah, senyum manisnya langsung hilang, kepala yang tadinya bersandar manja pada pundak sang suami, kini sontak tertegak, di barengi pula dengan matanya yang jadi begitu melotot menatap Benzie, seolah ingin memakannya hidup-hidup.
"Sayang ada apa denganmu?" Tanya Benzie yang belum menyadari kesalahannya dalam berucap.
"Apa itu tadi maksudnya ha?"
"Maksudnya apa sayang?" Benzie nampaknya masih belum mengerti.
"Apa maksud dari ucapanmu yang mengatakan jika kamu semakin yakin jika Arsen adalah anakmu ha? Apa sebelumnya kamu kurang yakin? Apa aku ini terlihat seperti wanita murahan yang tidur dengan banyak lelaki, begitu??" Yuna terus mengomel, ia sedikit meninggikan suaranya sembari mengecakkan pinggang di hadapan Benzie.
Mendengar hal itu, membuat Benzie seketika menutup mulutnya yang spontan terbuka, wajahnya terlihat panik dan jadi gelagapan saat melihat istrinya yang mulai mengomelinya.
"Astaga maaf sayang, aku salah bicara, maksudku bukan begitu tadi hehehe maaf ya sayang" Benzie pun memasang senyuman termanisnya demi membujuk Yuna.
"Sayangg, sudah jangan marah begitu, nanti cantikmu hilang." Goda Benzie yang terus berusaha untuk membujuk istrinya.
Yuna sebenarnya bukan lah seorang yang pemarah, apalagi jika hanya masalah kecil dan terkesan sepele. Tapi efek hormon lah yang mengubah Yuna jadi seperti sekarang. Ia jadi gampang marah dan gampang menangis, namun gampang juga membaik, dan Benzie pun sudah sangat mengerti dan memakluminya.
Saat itu, Benzie seolah tak putus asa dalam membujuk rayu istrinya, ia pun masih berusaha ingin memeluk Yuna, meski tangannya selalu di tepis oleh Yuna yang sudah terlanjur kesal padanya.
"Sayang aku kan sudah minta maaf, maksudku tadi, aku bangga punya anak seperti Arsen, dan dia benar-benar anak ku karena wajah kami yang begitu mirip." Jelas Benzie lagi dengan sebuah senyuman seolah memohon ampun pada istrinya.
Kini, tidak ada lagi Benzie yang dingin dan ketus, yang angkuh dan selalu bersikap semena-mena. Yang ada kini hanyalah Benzie Lim yang begitu bucin pada istrinya. Seperti cinta mati, Benzie sama sekali sudah tidak tertarik pada wanita mana pun lagi, dimatanya hanya ada Yuna, begitu pula di hatinya. Meski pun hingga saat ini, masih saja ada banyak wanita muda yang mencoba untuk menggodanya, tapi tetap saja Benzie sama sekali tidak bergeming.
"Makanya hati-hati kalau bicara!" Ketus Yuna sembari memalingkan wajahnya.
Mendengar Yuna yang mulai ketus padanya, tetap saja tidak membuat Benzie marah, ia hanya bisa tersenyum dan terus membujuk istrinya. Hingga pada akhirnya, tiba-tiba saja sebuah bola karet terlihat melayang bebas di udara dan tepat mengenai kepala Yuna.
"Awwww" Teriak Yuna sembari memegangi kepalanya.
Melihat hal itu Benzie pun sontak tertawa begitu saja, ia tertawa bukan karena tidak kasihan pada Yuna, melainkan karena ia tau bola itu terbuat dari karet yang lentur sehingga tidak terlalu terasa sakit jika mengenai kepala.
"Hahaha, lihat itu sayang, kamu kualat kan karena mengomeli suami hahaha." Ledek Benzie yang terus saja tertawa geli.
Perlakuan Benzie itu pun semakin membuat Yuna geram, Yuna dengan bibirnya yang semakin mengerucut, kembali memandangi Benzie dengan tatapan mematikan, sembari sebelah tangannya terus mengusap-usap kepalanya.
"Hahahhaa." Namun Benzie masih saja terus menertawainya.
Tak lama, Arsen yang tampan pun datang menghampiri ibunya.
"Mama maafkan aku ya, apa kepala mama terasa sakit?" Tanya Arsen polos sembari ikut mengusap-usap kepala ibunya.
"Huhuhu anak ku sayang." Yuna pun seketika memeluk Arsen dan langsung berakting seolah sedang menangis kesakitan,
"Mama kenapa menangis? Maafkan aku mama, apa rasanya sungguh sakit sekali?" Tanya bocah berusia 5 tahun itu kembali dengan wajahnya yang seolah terlihat merasa begitu bersalah.
"Sebenarnya sakitnya tidak seberapa sayang, ta, tapi..."Yuna seolah terus menangis tersedu-sedu.
Membuat Benzie yang melihatnya jadi terkhayal dan merasa terjebak oleh akting istrinya.
"Tapi apa mama?"
"Lihat lah papa mu sayang, dia begitu tega menertawakan mama mu ini huhuhu." Jawab Yuna yang sengaja dibuat agar terdengar begitu lirih.
Arsen yang polos pun kembali mengusap-usap punggung ibunya, lalu ia melepaskan pelukan Yuna dan memandangi papanya yang saat itu masih begitu tercengang menonton akting istrinya yang begitu luar biasa di depan sang anak.
"Papa, papa tidak boleh begitu, harusnya papa elus kepala mama agar tidak sakit lagi, bukan malah tertawa."
"Ta, tapi sayang itu sama sekali tidak akan sakit, itu hanya bola karet sayang." Benzie pun mencoba membela diri.
"Huhuhu." Mendengar hal itu Yuna pun kembali berakting menangis.
"Mama menangis itu tandanya sakit pa, papa harus minta maaf sama mama dan tidak boleh seperti itu, karena kita sebagai lelaki harus menjaga mama, tidak boleh membuat mama menangis." Ungkap Arsen sembari menggelengkan kepalanya.
Mendengar penuturan anaknya yang begitu bijak, seketika membuat Yuna terharu, lalu ia melirik ke arah Benzie seolah ingin mengejek karena Arsen memarahinya.
Benzie pun melesu, ia menghela nafas lalu mengaku kalah.
"Emmm baiklah, papa kalah. Ya sudah untuk anak dan istriku tersayang, papa minta maaf ya, tolong maafkan papa ya."
"Emm ok." Jawab Arsen sembari tersenyum lebar.
Namun Yuna masih saja terdiam dengan keadaan kedua tangan bersedekap di dadanya.
Arsen pun kembali mendekati ibunya lalu kedua tangan mungilnya memegang dan menggoyang-goyangkan tangan Yuna.
"Mama, papa sudah minta maaf, ayo bersalaman."
"Ayo sayang kita bersalaman, biar afdol." Pujuk Benzie yang menjulurkan tangannya sembari memandang genit pada Yuna.
...Bersambung......
Namun Yuna masih saja diam dan seolah belum mau menjabat uluran tangan Benzie.
"Mamaaa, ayo ma, ayo bersalaman, kata ibu guru kita harus saling memaafkan jika ada orang yang berbuat salah."
Mendengar anaknya yang begitu pintar sontak membuat Yuna mulai merasa malu dengan sikapnya yang begitu kekanakan, Yuna pun memandangi wajah anaknya dengan tatapan seperti ingin menangis.
"Sayang, apa ibu guru sungguh bilang begitu?"
"Iya mama, guru Arsen di TK bilang begitu."
"Kamu sungguh mengagumkan anakku, bahkan kamu bisa berfikir lebih bijak dari pada mamamu ini nak, mama bangga!" Gumam Yuna dalam hati.
"Emm baik lah anak baik, kalau begitu mama dan papa akan berbaikan, ok." Yuna pun akhirnya tersenyum sembari mengusap-usap ujung kepala Arsen yang ditutupi dengan rambutnya yang tebal.
Lalu setelahnya, Yuna akhirnya mulai melirik kembali ke arah Benzie, ia pun langsung meraih tangan Benzie dengan wajahnya yang masih saja terlihat datar.
"Sayang, apa guru di TK juga mengatakan jika sudah memaafkan seseorang, harus dengan ikhlas dan tersenyum?" Tanya Benzie yang kembali menyindir istrinya.
"Iya benar pa, kita harus ikhlas jika sudah memutuskan untuk memaafkan seseorang, tidak boleh terpaksa. Begitu yang ibu guru bilang." Jelas Arsen lagi.
"Oh begitu rupanya." Benzie pun mulai mengangguk-anggukan kepalanya.
"Lalu bagaimana jika orang itu tidak tersenyum dan masih memasang wajah yang masam sayang?" Tanya Benzie lagi yang terus melirik ke arah Yuna.
Akhirnya Arsen mengerti apa yang dimaksud oleh papanya, ia pun ikut kembali memandangi wajah ibunya yang memang terlihat begitu datar, sama sekali tidak ada senyuman.
"Mama ayo tersenyum lah, seperti ini." Arsen dengan polosnya langsung memunculkan senyumannya yang begitu imut dan menggemaskan.
Membuat Yuna akhirnya tak bisa menahan senyumannya lagi saat melihat betapa menggemaskannya anak sulungnya itu.
"Kamu ini sungguh mood booster mama sayang, mama tidak bisa marah lama-lama jika kamu terus seperti ini." Yuna dengan gemas langsung memeluk hangat tubuh mungil Arsen.
Benzie yang melihat adegan manis antara ibu dan anak itu pun seketika merasa jiwanya kembali menghangat, pemandangan indah yang ada di hadapannya kala itu benar-benar begitu meneduhkan hatinya.
"Apa papa boleh ikut berpelukan?" Benzie pun membentangkan tangannya.
Yuna pun tersenyum, lalu akhirnya ikut menjulurkan tangannya dan mereka bertiga saling berpelukan dengan begitu hangatnya.
Tak berapa lama, mata Arsen tak sengaja melirik ke arah teras rumah mereka, disana sudah berdiri nenek Maria dengan memegang tongkatnya, kala itu ia terlihat seperti sedang menerawangkan pandangannya ke arah mereka.
"Nenek ratu." Ucap Arsen.
Yuna dan Benzie pun seketika ikut menoleh ke arah nenek Maria, lalu perlahan mulai melepaskan tautan tubuh mereka.
Kehidupan terus berjalan, begitu pula dengan waktu, tidak ada yang bisa menentang waktu meski pun memiliki uang segunung. Begitu lah yang terjadi pada Nenek Maria yang terlihat semakin menua, keriput di kulitnya juga semakin jelas terlihat. Namun meski begitu, tidak bisa di pungkiri juga, jika wajah cantiknya masih saja bisa terlihat meski tertutupi oleh kulitnya yang mulai mengendur. Mata nenek Maria pun semakin merabun, hingga membuatnya harus menerawang cukup lama untuk memastikan siapa yang sedang di lihatnya.
Dan ya, Arsen memanggilnya dengan sebutan nenek ratu karena ia menganggap jika nenek Maria adalah Ratu di rumah itu, sedangkan ibunya ia anggap sebagai tuan putri.
Benzie pun memerintahkan beberapa pelayan untuk menuntun nenek Maria berjalan untuk ikut duduk bergabung bersama mereka di taman. Namun seolah tak ingin ketinggalan, Arsen pun dengan cepat berlari menuju ke arah nenek Maria sembari berteriak pada pelayannya.
"Biar aku sajaaa!!" Teriaknya sembari terus berlari melewati para pelayannya itu.
"Ayo nenek ratu, biar aku saja ya yang menuntun nek ratu. Boleh kan?" Arsen bertanya sembari memancarkan senyuman manisnya.
"Astaga malaikat kecilku yang manis, kau ini sungguh cicit yang paling membanggakan." Ungkap Maria sembari mengusap-usap ujung kepala Arsen dengan penuh kasih sayang.
"Tapi, apa kau sungguh bisa menuntun nek ratu?" Tambah Maria sembari ikut tersenyum.
"Tentu saja nek ratu, tubuhku kan kuat, lihat saja ini." Arsen dengan polos pun menunjukkan ototnya pada nenek Maria.
Tak lama para pelayan pun datang menghampiri mereka, dan langsung membungkukkan badannya.
"Tuan kecil, biarkan kami ikut membantu ya."
"Emm baik lah jika kalian memaksa." Jawab Arsen dengan bibirnya yang sedikit mengerucut.
Akhirnya mereka pun mulai menuntun nenek Maria dan membawanya duduk bergabung di taman, sembari menikmati jus buah dan aneka cookies yang lezat.
"Matahari hari ini cukup cerah, berjemur lah sebentar nek, ini akan bagus untuk kesehatan nenek agar nenek bisa lebih segar nantinya." Ucap Benzie yang kembali tersenyum.
"Hei Ben, apa kalian sudah memeriksakan kandungan ke dokter? Lalu kapan perkiraan lahirnya cicit kedua ku?"
"Perkiraannya satu sampai dua minggu lagi nek." Jawab Benzie dengan tenang.
"Oh ya tuhan, itu tidak akan terasa, akhirnya cicitku akan bertambah lagi, rumah pun jadi semakin ramai." Maria pun kembali memancarkan senyumannya yang terlihat begitu sumringah, di tambah pula dengan matanya yang terlihat begitu berbinar.
Benzie dan Yuna pun hanya saling pandang satu sama lain dan ikut tersenyum.
"Lalu apakah nanti nek ratu tidak akan sayang padaku lagi?" Tanya Arsen dengan polos sembari mulai memasang wajah sendu.
"Oh sayangku, kemari lah!" Maria pun segera menjulurkan kedua tangannya ke arah Arsen.
Arsen dengan cepat menghampiri nenek Maria dan meraih kedua tangannya. Maria pun dengan hangat langsung mendekap tubuh mungil itu sembari mengusap-usap punggungnya.
"Kau begitu tampan, baik, dan juga pintar, bagaimana mungkin nek ratu tidak akan sayang padamu lagi sayang? Sampai kapanpun, nek ratu akan tetap sayang padamu meski kau punya sepuluh adik sekaligus hehehe." Maria pun mencoba memberi pengertian pada Arsen agar ia tidak berkecil hati.
"Benarkah?"
"Tentu saja sayangku." Jawab Maria dengan begitu lembut sembari mencubit pelan hidung mancung Arsen.
Melihat kelakuan anaknya yang begitu pandai merebut hati sang nenek, membuat Benzie hanya bisa tertawa lirih sembari menghela nafas panjang.
"Astaga, sepertinya aku akan benar-benar kehilangan nenek sekarang, Arsen telah berhasil merebutnya dariku." Keluh Benzie sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau ini, benar-benar pintar mencuri perhatian semua orang yang ada di rumah ini ya!" Tambah Benzie lagi yang kembali menatap putra sulungnya itu.
Benzie pun terus meratapi nasibnya, karena posisinya saat ini benar-benar telah terganti akibat kehadiran Arsen.
Benzie dengan manja pun akhirnya menyandarkan kepalanya di pundak Yuna, Yuna pun ikut tersenyum, ia mengusap lembut pipi suaminya sembari berkata,
"Meski hampir seluruh cinta di rumah ini telah tercurah untuknya, tapi percayalah, porsi cintaku padamu masih sama seperti dulu."
"Benarkah sayang?" Benzie dengan manja pun menatap Yuna.
"Tentu saja."
"Manis sekali, ayo cium aku." Benzie dengan cepat ingin langsung mencium bibir Yuna.
Namun dengan cepat pula Yuna menahan bibirnya dengan jari telunjuknya.
"Hei stop, ada banyak orang disini." Bisik Yuna sembari melotot.
"Ya sudah, nanti ya, kalau sudah di kamar." Bisik Benzie dengan memasang wajah nakal sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Dasar mesum." Celetuk Yuna.
Benzie sepertinya sudah begitu terbiasa dengar celetukan seperti itu dari Yuna, dia pun bahkan hanya tersenyum dan terkesan tidak peduli akan hal itu.
Sisi lain di kediaman Shea dan Martin
Seketika raut wajah Martin berubah saat baru saja menerima panggilan dari luar negeri, ya panggilan yang tak lain ialah dari keluarganya yang berada di Paris.
"Ada apa sayang?" Tanya Shea yang juga ikut memasang wajah cemas sembari memegang pundak Martin.
"Ibu mengalami kecelakan yang cukup parah." Jawab Martin sembari terduduk lemas.
"Apa?!" Shea pun terkejut dan seketika menutup mulutnya yang sedikit menganga.
"Kondisinya parah, dan sekarang ia sedang koma di rumah sakit." Jelas Martin lagi yang kemudian mengusap wajahnya.
...Bersambung......
"La, lalu bagaimana dengan ayah? Apa ibumu tidak bersama ayah?"
"Dia pergi bersama ayah, namun ayah hanya mengalami luka ringan, sementara ibu, katanya ibu terlempar keluar dari jendela mobil, karena saat kecelakaan terjadi, ibu tidak mengenakan sabuk pengaman." Jelas Martin yang terus menutup wajahnya dan terlihat begitu terpukul atas kejadian yang menimpa kedua orang tuanya terutama ibunya.
"Astaga!!" Shea pun ikut terduduk lesu di samping Martin.
"Kita harus kesana secepatnya!" Ucap Martin pelan.
"Iya sayang, aku rasa semua bisa di urus, aku akan menghubungi kenalanku untuk mengurus visa dan lainnya. Aku akan usahakan agar semuanya bisa cepat selesai." Ungkap Shea yang terus mengusap-usap pundak Martin.
Martin pun mulai menatap Shea dengan tatapan nanar sembari menganggukkan kepalanya pelan.
Shea dengan cepat langsung bangkit kembali dari duduknya, lalu bergegas mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang, sembari mulai melangkah menuju kamar Rachel.
Ya, Rachel yang dimaksud adalah Rachel Chou, seorang anak tunggal, hasil buah cinta antara Shea dan Martin. Usianya hanya terpaut tidak sampai setahun lebih muda dari Arsen. Tak jauh beda dengan Arsen, Rachel pun tumbuh menjadi gadis cilik yang begitu menggemaskan, ia cantik, rambutnya panjang dan berponi, di tambah pula dengan badannya yang terbilang sangat montok.
Rachel dan Arsen pun sudah berteman, bahkan ketika mereka masih bayi, Yuna dan Shea sering bertemu untuk mengajak mereka bermain bersama di wahana permainan. Bahkan Arsen dan Rachel belajar di TK elit yang sama, dan tentu saja Arsen yang usil sering mengejek Rachel dengan menyebutnya gendut atau si pipi bakpao, dan jelas Rachel sangat tidak menyukai hal itu. Tidak jarang Rachel dibuat menangis hanya karena ulah usil Arsen yang begitu sering mengejeknya.
"Rachel." Panggil Shea.
Shea terus berjalan menuju kamar Rachel, saat itu Rachel terlihat sedang bermain boneka di salah satu ruangan yang masih berada di dalam kamarnya. Ruangan itu memang di buat khusus untuknya bermain dengan berbagai mainan anak perempuan yang ada di dalamnya, ruangan itu juga di desain sedemikian lucu dengan polesan warna warni hingga menambah kesan ceria.
"Iya mommy" Jawab Rachel dengan suaranya yang terdengar begitu imut dan menggemaskan.
"Sayang, kita akan segera pergi ke Paris untuk bertemu oma dan opa, nanti pelayan akan membantu kamu berkemas ya, bawa lah pakaian yang kamu suka."
"Benarkan mommy?" Rachel pun seketika jadi begitu sumringah.
"Iya sayang, tapi tidak hari ini, beberapa hari lagi, tunggu semuanya selesai di urus kita akan langsung berangkat ya." Jawab Shea sembari mengusap lembut pipi gembul Rachel.
"Apakah Arsen ikut?" Tanya Rachel dengan polosnya.
"Arsen?" Shea pun mulai mengernyitkan dahinya.
"Iya mommy, apakah Arsen juga akan ikut bersama kita ke Paris?"
"Tentu tidak sayang, Arsen dan keluarganya pasti punya urusan yang lainnya."
"Yeay asik." Seketika Rachel pun langsung melompat senang.
Hal itu pun sontak membuat Shea kembali mengernyitkan dahinya lagi karena sungguh merasa bingung pada tingkah laku anaknya itu.
"Kenapa kamu terlihat begitu senang sayang? Bukankah Arsen teman baikmu?"
"Iya, tapi dia suka mengejekku gendut, dan aku tidak suka di bilang gendut mommy. Gendut itu kan jelek." Jawab Rachel sembari memanyunkan bibirnya.
"Hei, kata siapa gendut itu jelek? tidak ada yang jelek sayang, semua itu tergantung selera masing-masing. Jadi, ada orang yang sukanya dengan yang kurus, tapi ada juga orang yang suka dengan yang gendut-gendut." Jelas Shea dengan begitu lembut sembari terus membelai rambut panjang anaknya.
"Oh begitu ya mommy?"
"Tentu saja, lagi pula Rachel itu masih kecil sayang, jadi tidak apa-apa jika gendut, justru akan banyak orang yang gemas." Tambah Shea lagi.
Mendengar penjelasan dari ibunya, Rachel pun akhirnya bisa kembali tersenyum.
"Emm ya sudah ya, kamu lanjut lah bermain, mommy ingin menemui daddy lagi."
"Iya mommy." Rachel pun mengangguk.
Dengan wajahnya yang kembali ceria, Rachel pun kembali menggerak-gerakkan kedua boneka yang sejak tadi di pegangnya. Lalu ia pun kembali berceloteh seorang diri seolah-olah bonekanya lah yang sedang berbicara.
Tak lama, Shea pun kembali duduk di sofa, ia duduk di samping Martin sembari memberikan secangkir teh hijau demi memberikan sedikit rasa rileks bagi suaminya yang sedang di landa kesedihan.
"Minum lah dulu sayang, setidaknya saat ini kamu perlu sedikit lebih rileks." Ucap Shea.
Martin pun meraih secangkir teh hijau yang di bawakan Shea untuknya, lalu mulai menghirup aromanya dan mulai menyeruputnya secara perlahan.
"Terima kasih sayang." Ucapnya pelan.
Shea pun hanya tersenyum tipis sembari kembali mengusap pundak suaminya.
"Oh ya, dimana Rachel?" Tanya Martin sembari meletakkan minumannya ke atas meja.
"Rachel sedang bermain di kamarnya, tadi juga aku sudah mengatakan padanya jika kita akan berangkat ke Paris secepatnya."
"Apa, apa kamu juga mengatakan jika kita kesana bukan untuk berlibur seperti biasa, melainkan karena omanya mengalami koma di rumah sakit?" Tanya Martin lagi.
"Maaf sayang, aku belum mengatakan soal itu, dan menurutku sebaiknya kita tidak perlu memberitahunya sekarang." Jawab Shea dengan pelan.
"Iya benar juga, aku takut Rachel akan menangis saat tau omanya sakit, mengingat dia begitu sayang pada omanya itu."
"Benar sayang, itu juga lah yang ku pikirkan."
Akhirnya setelah merasa sedikit lebih tenang, Martin pun memutuskan untuk berangkat ke kantor untuk mengurus beberapa urusannya yang harus ia selesaikan sebelum ia pergi. Meski hari itu hari Minggu, Martin berfikir harus tetap masuk kantor mengingat nanti ia akan pergi dalam waktu yang bisa dikatakan akan lumayan lama.
Ke esokan harinya...
Hari Senin, semua aktivitas pun kembali seperti biasanya, Benzie terlihat telah rapi dengan setelan jas nya, begitu pula dengan Arsen, ia juga sudah terlihat begitu tampan dengan seragam TK nya.
Seperti biasa, Yuna dengan di dampingi beberapa pelayan, pagi itu pun terlihat tengah sibuk menghidangkan beberapa menu sarapan untuk mereka santap pagi itu. Ada banyak menu pagi itu yang di masak langsung oleh Yuna, termasuk stick kentang goreng kesukaan Arsen.
Kini semuanya telah terduduk menghadapi semua hidangan yang ada, tak ketinggalan pula Tere.
Lima tahun berlalu, tak sedikit pula perubahan yang terjadi dalam hidup Tere, kini ia sudah lulus kuliah dan sekarang ia pun ikut bergabung sebagai karyawan tetap di Blue Light Group.
"Bagaimana pekerjaan mu belakangan ini Tere? Apa ada masalah?" Tanya Benzie dengan tenang sembari terus menyantap sarapannya.
"Tidak kakak ipar, semua berjalan sebagai mana mestinya." Jawab Tere sembari tersenyum.
"Bibi, kenapa akhir-akhir ini terlihat berbeda?" Tanya Arsen polos sembari memandangi penampilan Tere.
Ya, memang benar ada yang berbeda, sudah beberapa hari belakangan ini, Tere nampak terlihat jadi lebih suka berdandan, sangat berbeda dari biasanya yang lebih menyukai penampilan yang natural. Warna lipstiknya yang biasanya berwarna lembut kini terlihat lebih sedikit memerah, begitu pula dengan pipinya yang sekarang selalu terlihat merona karena polesan blush on berwarna merah muda.
"Heyy!! berkali-kali sudah ku bilang padamu bocah cilik, jangan panggil aku bibik, itu sama sekali tidak keren." Jawab Tere sembari mengacak-acak rambut Arsen yang saat itu duduk tepat di sampingnya.
"Lalu kau berharap anakku memanggil mu apa?" Tambah Yuna yang ikut mendengus sembari tersenyum tipis.
"Panggil aku aunty, ok, aunty!" Tegas Tere dengan penuh percaya diri sembari memancarkan senyuman percaya dirinya.
...Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!