Matahari semakin meninggi. Sinar yang terik tidak membuat seorang perempuan cantik bernama Micheline Roberts takut. Ia memacu kudanya agar lebih cepat berlari. Terlihat jika perempuan itu sangatlah tangguh. Gerak pacu kudanya semakin melambat, sampai akhirnya benar-benar terhenti. Micheline turun dari punggung kuda yang ditunggangingnya dan menyerahkan kuda kesayangannya kepada perawatnya.
"Terima kasih, Cookie. Sampai besok," ucap Micheline mengusap lembut wajah kuda coklatnya.
"Nona, apakah Anda ingin pergi ke kantor hari ini?" tanya seseorang yang tidak lain adalah Sekertarisnya.
Micheline mengangguk, "Hm, aku akan datang. Minta pelayan siapkan keperluan mandi dan pakaianku dengan segera, Charlie. Jangan buat aku menunggu," kata-katanya begitu dingin membuat Sekertarisnya bertindak cepat.
"Baik, Nona."
Secepat kilat Sekertaris itu pergi meninggalkan Micheline yang masih berdiri memandangi kuda coklat kesayangannya. Ia lalu pergi meninggalkan kudanya dan masuk dalam Villa.
Tak... Tak... Tak...
Suara langkah kaki cepat Micheline terdengar memenuhi ruangan. Ia melihat seorang pelayan menghampirinya dan memberika handuk kecil untuk menyeka keringatnya.
"Nona, air mandi Anda sudah siap. Silakan," kata pelayan itu dengan ramahnya.
"Ya. Kerja bagus, Rose." jawab Mucheline yang langsung berjalan cepat menuju kamar pribadinya.
*****
Selesai mandi, Micheline segera berganti pakaian dan bersiap untuk pergi ke kantor. Ia mengenakan stelan celana dan kemeja, lengkap dengan blue**s. Tidak lupa juga sepatu hak hitamnya.
Tok... Tok... Tok...
Pintu kamarnya diketuk dari luar. Tidak lama pintu kamarnya terbuka dan Sekertarisnya masuk dalam kamarnya. Perlahan Sekertaris itu menghampiri Micheline yang sedang duduk di sofa.
"Nona, ada apa memanggil saya?" tanyanya dengan sopan.
"Kau mengatakan jika kau sudah mendapatkan beberapa orang yang cocok dijadikan Asisten. Apa kau sudah menyeleksi mereka?" tanya Micheline menatap tajam ke arah Sekertarisnya.
"Sudah, Nona. Ada tiga calon yang siap Anda pilih secara langsung. Saya sudah siapkan masing-masing profil mereka," jawab Sekertaris itu tegas.
"Baiklah jika seperti itu. Ayo berangkat," ajak Micheline yang langsung berdiri dari duduknya di sofa. Dengan membawa tasnya ia segera keluar dari kamarnya diikuti Sekertarisnya.
Langkah kaki yang begitu cepat namun terlihat elegan. Sosok Micheline terlihat seperti perempuan polos pada umumnya. Kecantikannya memang diakui banyak orang, tidak heran jika ia menjadi incaran banyak laki-laki yang ingin meminangnya sebagai istri.
Di depan Villa sudah ada mobil yang menunggu, siap mengantar Michaeline. Sekertaris membuka pintu mobil bagian belakang dan mempersilakan Micheline masuk ke dalam mobil. Dengan hati-hati Micheline masuk dan duduk. Sekertaris kembali menutup pintu dan langsung melangkah untuk segera masuk ke dalam mobil, ia duduk di sebelah supir.
"Charlie..." panggil Micheline pelan. Ia memerlukan sesuatu sehingga memanggil Sekertarisnya itu.
"Ya, Nona?" jawab Charlie.
"Berikan padaku data profilnya. Sekarang," pintanya tanpa ragu.
"Baik." jawab Charlie yang langsung memberika tiga amplop cokelat berisi data calon Asisten pada Micheline.
Amplop diterima Micheline, "Kau sudah bertemu mereka, kan? siapa yang menurutmu cocok, Charlie?" tanya Micheline membuka semua amplop dan mengeluarkan semua isi dari amplop yang ada di tangannya.
"Ada seseorang yang menurut saya memenuhi kriteria. Dia berusia dua puluh delapan tahun dengan hasil nilai kelulusan yang cukup baik meski dari universitas yang tidak begitu terkenal."
"Hm..." gumam Micheline, "Begitu, ya?" sambungnya pelan. Michelin sibuk membaca profil ketiga calon Asisten pilihan sekertarisnya.
Setengah perjalanan terlampaui. Micheline dengan seksama masih melihat dokumen yang ada di tangannya. Matanya dengan jeli melihat apa saya kurang dan lebihnya calon-calon tersebut. Sampai akhirnya ia mengernyitkan dahi saat membaca profil seseorang yang tidak lain adalah Hansel Feliks.
"Charlie..." panggil Micheline tanpa menatap Sekertarisnya itu.
"Ya, Nona?" jawab Charlie cekatan.
"Bagaimana dengan Hansel?" tanya Micheline.
"Anda tertarik dengan profilnya? dia adalah seseorang yang saya bicarakan tadi," jawabnya.
"Kenapa kau tertarik padanya? dia bahkan tidak punya pengalaman kerja apapun," sahut Micheline masih menatap profil Hansel.
"Hm, soal itu saya rasa tidak masalah jika kita mengajarkannya. Saat bertemu kemarin dia juga terlihat tenang dan cepat tanggap. Itulah mengapa saya merekomendasikannya pada Anda," jelas Charlie panjang lebar.
"Ok. Aku pilih dia saja. Suruh dia datang hari ini," pinta Micheline.
"Ha-hari ini?" tanya Charlie sedikit terkejut.
Micheline menatap Charlie, "Ada apa? apa ada masalah?" tanya Micheline.
"Tidak, Nona. Saya hanya terkejut saja," jawab Charlie pelan.
Micheline diam tidak menjawab. Ia memasukan kembali dokumen dalam amplop dan meletakan amplop itu di samping tasnya. Ia duduk bersandar, menyilangkan tangannya di dada. Matanya menyelisik menatap jalanan yang dilaluinya.
"Lelah sekali. Kenapa setiap hari harus melelahkan seperti ini," batin Micheline menghela napas panjang.
Beberapa menit kemudian, mobil sudah memasuki lobby gedung perusahaan dan langsung berhenti. Penjaga keamanan langsung membukakan pintu untuk Micheline dan menyambut Micheline.
"Selamat siang, CEO."
"Ya," jawab Micheline yang baru keluar dari dalam mobil. Dengan langkah elegannya ia memasuki gedung perusahaannya.
Beberapa karyaman karyawati menyapa Micheline. Dengan senyum tipis tanpa menjawab sapaan Micheline terus melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Di belakangnya ada Charlie yang mengikutinya.
*****
Ponsel Hansel berdering. Charlie menghubungi Hansel langsung dan meminta Hansel datang ke perusahaan. Hansel senang, ia tidak menyangka jika akan secepat itu dipanggil. Ia segera bergegas untuk bersiap diri. Setelah semuanya siap, ia langsung berangkat tanpa banyak membuang waktu.
Sepanjang perjalanan menuju perusahaan. Hansel berpikir, apakah yanh seharusnya ia lakukan untuk mendapatkan kesan baik di mata atasannya. Ia juga memikirkan seperti apa rupa atasannya. Apakah wajah atasanya terlihat menyeramkan atau sebaliknya.
Pikiran yang beraneka ragam menggelilingi kepala Hansel. Ia merasa tidak percaya diri, namun di sisi lain ia juga bangga pada diri sendidi karena bisa bertahan dan lepas dari keluarga yang selama ini tidak peduli padannya.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang kebih dua puluh menit, Hansel tiba di perusahaan. Ia segera masuk dalam gedung dan menemui bagian Resepsionis.
"Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Resepsionis itu ramah pada Hansel.
"Maaf, saya ingin bertemu Tuan Charlie. Beliau memanggil saya datang ke sini untuk urusan pekerjaan. Bisa saya bertemu beliau?" jawab Hansel tidak kalah ramah.
"Baik, Tuan. Akan saya sampaikan. Saya berbicara dengan Tuan siapa? mohon maaf," kata Resepsionis itu.
"Hansel Feliks," jawab Hansel tersenyum.
"Baik, Tuan Feliks. Silakan menunggu."
Resepsionis segera menghubungi Charlie dan memberitahukan kedatangan Hansel. Charlie meminta Resepsionis itu mengantar Hansel ke meja kerjanya.
Resepsionis menutup panggilan dan berjalan melangkah mendekati Hansel, "Tuan, Feliks. Mari silakan lewat sini," katanya menunjukan jalan.
"Ya," jawab Hansel mengikuti arahan.
Hansel melihat sekeliling. Ia terkesan dengan dekorasi ruangan yang elegan. Langkah kakinya terhenti saat ia sampai di sebuah meja dan di situ duduk seorang laki-laki yang sedang menatap layar komputer.
"Tuan," sapa Resepsionis.
Charlie menatap Resepsionis, "Ah, sudab datang rupanya. Kau bisa kembali, Anna."
"Baik, Tuan. Permisi," pamitnya yang langsung pergi, setelah diminta segera pergi oleh Charlie.
Charlie menatap Hansel, "Mari, Tuan. Silakan ikut saya. Anda bisa langsung menemui CEO."
"Baik," jawab Hansel.
Charlie dan Hansel melangkahkan kaki mendekati ruang kerja Micheline. Perasaan gugup muali mebyelimuti Hansel. Sebelum masuk dalam ruangan, Charlie mengetuk pintu dan tidak lama membukanya. Pintu terbuka lebar, Charlie dan Hansel masuk utuk menghadap Michael.
"Tuan Feliks sidah datang, CEO."
Micheline memutar kursinya dan menatap Charlie, lalu menatap Hansel. Melihat CEOnya adalah seorang perempuan, membuat Hansel terkejut. terlebih CEOnya terlihat sangat cantik bak Dewi.
"Ok. Kau bisa kembali bekerja, Charlie. Terima kasih," ucap Micheline tersenyum cantik.
Charlie menganggukkan kepala dan akhirnya pergi meninggalkan ruang kerja Micheline. Micheline mempersilakan Hansel duduk dan bertanya beberapa hal seputar niatnya untuk bekerja.
"Duduklah," pinta Micheline.
"Ya," jawab Hansel.
Micheline menatap lekat pada Hansel, "Jadi, Hansel. Boleh aku tanyakan sesuatu hal padamu?" tanya Micheline.
"Tentu saja, Nona. Silakan," jawab Hansel.
"Apa tujuanmu bekerja?" Tanya Micheline.
Deg... Deg... Deg...
Jantung Hansel berdebar. baru saja ia ingin mencari sebuah alasan yang tepat, atasan cantiknya sudah menusuknya dengan pertanyaan setajam pisau.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Susi Andriani
aku kayak berasa nonton drakor ya😃😃
2022-12-15
0
Dirah Guak Kui
jujur aja karna utk hidup😐
2021-11-06
0
Franki Lengkey
apakah ceo cantik ini yg akan di mata2i hans
2021-07-16
0