Malam harinya. Pukul delapan kurang sepuluh menit, Hansel sudah tiba di club sesuai alamat yang dikirim oleh Micheline. Hansel menunjukan pesan Micheline pada manager club, manager club langsung memanggil pelayan dan meminta pelayan melayani Hansel dengan baik. Manager mengantar Hansel ke ruangan khusus yang dibiasa digunakan Micheline.
"Silakan, Tuan. Ini adalah ruangan khusus yang biasa digunakan Nona."
"Oh, terima kasih banyak. Saya akan menunggu beliau di sini," jawab Hansel.
"Baik, Tuan. Pelayan kami akan melayani Anda. Saya permisi," pamit Manager tersebut. Yang langsung keliar dari dalam ruangan.
"Maaf, Tuan. Anda ingin memesan?" tanya pelayan.
"Tidak. Saya akan menunggu atasan saya. Boleh pesan nanti?" tanya balik Hansel.
"Tentu boleh, Tuan. Saya akan menunggu di luar ruanga. Silakan panggil saya jika Tuan butuh sesuatu. Saya permisi," pamit pelayan itu yang langsung undur diri dari hadapan Hansel.
Hansel duduk bersandar, ia melihat sekeliling ruangan tersebut. Ruangan dengan nuansa warna coklat yang melekat terkesan mewah nan elegan.
"Mewah sekali," batin Hansel.
Setelah menunggu beberapa lama, pintu ruangan terbuka. Micheline masuk bersamaan dengan seorang pelayan yang tadi dibawa manager club.
"Hai, Hans. Maaf membuatmu menunggu. Aku ada keperluan mendesak tadi," ucap Micheline yang langsung duduk di samping Hansel.
"Tidak apa-apa, Bu. Saya juga baru datang," jawab Hansel.
Micheline menatap pelayan, "Bawakan pesananku," pintanya.
"Baik, Nona. Silakan menunggu," jawab pelayan yang lansung pergi meninggalkan ruangan untuk mengambil minuman pesanan Micheline.
Micheline duduk berpangku kaki dan bersandar. Ia menyilangkan tangannya di dada dengan menatap ke arah Hansel. Ia menilai penampilan Asistennya itu.
"Lumayan," puji Micheline.
"Apa?" sahut Hansel terkejut.
Micheline tersenyum simpul, "Tidak ada. Aku hanya menilai penampilanmu. Kau tidak buruk," Jawab Micheline.
"Ah, maafkan saya. Saya tidak terlalu suka mengikuti tren kekinian. Saya suka pakaian yang santai dan nyaman," jawab Hansel.
"Tidak apa, begini juga sudah lumayan. Tidak kurang dan tidak berlebihan. Hanya saja kau terlalu suka mengalihkan pandangan jika lawan bicaramu menatap. Kau kurang berwibawa jika seperti itu," kata Micheline.
"Baik, Bu CEO. Saya akan perhatikan," jawab Hansel.
Pelayan masuk dalam ruang dan membawa pesanan Micheline. Dengan ramah dan berhati-hati menuangkan wine dalam gelas Hansel dan Micheline, lalu segera keluar dari ruangan setelahnya.
"Kau suka minum?" tanya Micheline.
Hansel menggeleng, "Tidak. Tetapi aku bisa minum," jawab Hansel.
"Baguslah jika kau bisa minum. Jika kau tidak suka minum itu bukan hal besar. Bersamaku kau akan suka dan lebih sering minum. Asisten harus selalu mengikuti atasannya, kan?" ucap Micheline mengambil gelas di atas meja.
"Jadi... saya harus selalu mengikuti Anda, begitu?" tanya Hansel dengan polosnya.
Micheline menggoyangkan gelas winenya dan tertawa lebar, "Hahaha..." Micheline meminum seteguk wine di gelas yang dipegangnya, "Kau masih belum terbiasa dengan ucapanku, ya? Tidak apa, Hans. Lama-lama kau akan terbiasa dengan peekrjaan ini. Aku tidak akan menyulitkanmu di luar pekerjaan."
Hansel terdiam, ia menggoyang perlahan gelas winenya dan menikmati wine dalam gelasnya. Hansel hanya bersikap polos dan tidak tahu apa-apa di depan Micheline. Meski ia diabaikan oleh keluarga Pamannya. Ia bukan laki-laki bodoh yang tidak belajar akan segala hal tentang tata krama dan cara minum wine.
"Kau pikir aku bodoh, hah? dari gerakanmu dan tata bicaramu, kau bukan orang rendahan, Hans. Aku tidak akan tertipu," batin Micheline yang diam-diam mengamati Hansel.
"Oh, ya Hans..." panggil Micheline menghentikan lamunan Hansel.
"Ya, Bu?" jawab Hansel.
"Apa boleh aku bertanya hal pribadi padamu?" tanya Micheline.
"Silakan saja. Saya akan jawab sebisa saya," jawab Hansel.
"Ok. Aku tidak akan memaksamu menjawab. Jawab saja jika kau merasa pertanyaanku perlu dijawab. Diamlah saat merasa pertanyaanku terlalu pribadi," kata Micheline menjelaskan.
"Ya," jawab Hansel singkat menatap Micheline.
Micheline menggoyangkan lagi gelas winenya, "Apa kau ada masalah di kota asalmu? kenapa kau memilih tinggal di sini? dan, dengan siapa kau tinggal?" cecar Micheline berharap pertanyaanya dijawab oleh Hansel.
"Tidak ada masalah dengan kota asalku. Aku datang ke sini untuk mencari pengalaman. Di sini ada teman sekolahku, aku tinggal sementara bersamanya."
"Ah... begitu, ya. Ok," sahut Micheline.
"Saya boleh bertanya kembali?" tanya Hansel mencoba memberanikan diri.
"Ya, boleh. Silakan," jawab Micheline.
"Kenapa Anda memilih saya? saya bukan pekerja yang berpengalaman, kan?" tanya Hansel penasaran.
"Bagiku, kau berpengalaman atau tidak itu bukan hal penting. Yang terpenting kau giat bekerja dan jujur. Aku suka orang yang jujur juga bertanggung jawab."
Deg... Deg... Deg...
Jantung Hansel berdetak kencang. Ucapan Micheline seakan menjadi boom waktu baginya. Ia sadar benar jika ia telah berbohong sejak awal menerima pekerjaan terselubung itu. Hal itu membuat Hansel menjadi canggung. Hansel mengalihkan rasa gugupnya dengan menikmati winenya.
*****
Satu jam berlalu. Micheline ada urusan dan harus segera pergi. Micheline mengajak Hansel ikut pergi bersamannya. Dengan terburu-buru mereka pergi meninggalkan Club dan pergi ke tempat janjian Micheline dengan orang-orannya.
Jalanan terlihat sepi dan gelap. Hanya ada sebuah lampu penerang di sana. Hansel terkejut saat ia harus mengikuti langkah kaki Micheline. CEO-nya itu masuk dalam sebuah gedung tua seperti gudang. Begitu masuk, seorang menghampirinya dan melaporkan sesuatu pada Micheline.
"Nona..." sapanya.
"Marco, di mana orangnya?" tanya Micheline dingin menatap tajam pada seseorang bernama Marco di hadapannya.
"Di sana," jawab Marco menunjuk seseorang yang terikat di kursi.
Micheline menatap arah jari Marco yang menunjuk seorang asing yang sedang terikat di kursi. Micheline tersenyum miring berjalan perlahan menghampiri laki-laki itu. Ia melewati beberapa orang lain yang berjaga di depan laki-laki itu.
"Jadi kau orangnya...." kata Micheline berdiri di hadapan laki-laki itu.
"Boss, apakah orang ini langsung kita bereskan?" tanya seseorang di belakang Micheline.
"Tidak. Jangan sekarang! kita butuh dia untuk memancing yang lain keluar," jawab Micheline.
Micheline menunduk dan menahan dagu laki-laki itu dengan jari telunjuk tangan kanannya lalu menadahkannya sampai padangan keduanya bertemu. Micheline memasang wajah kesalnya. Ia begitu geram seakan ingin meremukkan rahang laki-laki itu.
"Katakan padaku, siapa yang menyuruhmu?" tanya Micheline dengan tatapan mata yang tajam.
"Tidak ada," jawab laki-laki itu.
Micheline mengangkat sebelah alisnya, "Wow... berani sekali kau berbihong padaku. Kau bisa saja mati saat ini juga, kau paham?" sentak Micheline.
Laki-laki itu merasa tertekan hanya dengan beberapa kalimat dari Micheline. Wajahnya yang sudah babak belur, tubuhnya yang terasa remuk membuatnya akhirnya mengakui perbuatannya di hadapan Micheline. Tanpa ragu ia mengungkap semua tindakan yang dilakukannya. Siapa yang menyuruhnya bahkan rencana Tuannya.
Micheline tersenyum tipis, "Dasar bodoh! dengan kau membuka mulutmu kau akan selamat, huh? mimpi saja," batin Micheline.
Laki-laki itu selesai bercerita, "Apakah Anda akan melepaskan saya, Nona?" tanyanya ragu-ragu.
Micheline mengangguk, "Ya, aku akan membebaskanmu. Kau akan bebas se-la-ma-nya."
Laki-laki itu bingung dengan apa yang di ucapkan Micheline. Micheline tertawa lebar dan berbalik. Ia melambai seakan memberi kode pada orang-orangnya. Tidak perlu menunggu lama, orang-orang yang ada di belakang Micheline langsung membereskan laki-laki itu dengan sekejap mata.
"Nona, apa yang kita lakukan setelanjutnya?" tanya Marco.
"Apalagi, kirim dia pada Tuannya. Kau dengar kan di mana Tuannya berada? aku ingin melihat mata orang itu terbelalak melihat tubuh asistennya yang malang," ucap Micheline senang.
"Baik, Nona. Akan saya lakukan sesuai perintah Anda," jawab Marco.
Sementara itu, Hansel yang melihatpun terkejut. Ia tidak menyangka CEO-nya adalah wanita berdarah dingin. Mata Hansel terbelakak menyaksikan kejadian yang mengerikan seperti itu. Semuanya ada diluar dugaanya.
"Apa ini? perempuan ini seperti Monster," batin Hansel yang kaget.
Micheline menatap Hansel, "Hans, apa kau terkejut?" tanya Micheline bersuara lembut.
Hansel menunduk dan menggeleng, "Ti-tidak, Bu CEO. Saya hanya merasa pengap saja di sini," dusta Hansel tidak ingin terlibat lebih jauh dengan kejadian itu.
"Ini hanya hal kecil saja. Ke depannya, kau akan banyak melihat darah yang tumpah. Aku memang seperti yang kau pikirkan, aku bukan orang baik-baik yang hanya akan diam dan pasrah saat dipermainkan. Aku akan melakukannya seperti tadi, tidak hanya pada musuhku. Pada orang-orangku juga. Kau mengerti?" bisik Micheline.
Lagi-lagi Hansel merasa tekanan Micheline sungguh membuatnya terguncang. Ada perasaan khawatir, cemas san was-was. Seperti apa yang dikatakan Micheline yang tidak akan menoleransi siapapun yang membihonginya. Hansel sungguh benar-benar merasa bersalah pada Micheline.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
masih bingung yg jahat CEO/omnya
2021-11-06
0
Franki Lengkey
waw ceo cantik mengerikan
2021-07-18
0
Elina💞
wek nyali nyah langsung ciut si hans😁
2021-06-26
1