My Sexy CEO
Hansel Feliks, laki-laki tampan yang kini dibuang oleh keluarganya sendiri. Paman dan Bibinya yang dulu menampungnya, tidak berkenan lagi padanya. Ia pergi meninggalkan rumah Pamannya dan menyewa sebuah apartemen kecil di lingkungan yang sedikit kumuh. Ya, uang tabungannya tidaklah cukup untuk bisa menyewa apartemen besar, karena ia juga harus membagi uangnya untuk kebutuhan sehari-hari.
Rasa kecewa dirasakannya. Dulu, saat mendiang Papanya masih hidup. Pamannya selalu bersikap baik padanya. Ternyata semua itu hanya topeng. Pamannya baik kepadanya hanya karena harta peninggalan Papanya saja. Saat Papanya meninggal, usia Hansel masih sangat muda. Pamannya berperan sebagai wali dan mengirim Hansel ke sekolah asrama untuk beberapa waktu. Hansel tidak mengira selama ia tidak tinggal bersama Pamannya, ada trik dan rencana busuk yang dilancarkan Pamannya itu.
Harta Warisan yang seharusnya menjadi miliknya. Semuanya menjadi milik Pamannya. Hansel tidak punya kuasa dan kekuatan apa-apa karena ia tidak begitu perhatian pada urusan seperti itu. Yang ia tahu, Pamannya adalah satu-satunya keluarga setelah mendiang Papanya tiada.
*****
Hansel menatap apartemen kecil di depannya. ia mengambil napas dalam dan mengembuskan napasnya kasar. Kesal rasanya, saat mengetahui kebenaran yang menusuk hati. Lebih kesal lagi karena usahanya untuk mencari pekerjaan selalu gagal.
"Hah..." desah Hansel melempar jaketnya di sofa. Ia langsung duduk dan memijat lembut pangkal hidungnya.
"Sial. Bagaimana bisa mereka seperti ini padaku? aku harus apa sekarang?" gumamnya bingung.
Beberapa perusahaan sudah didatangi Hansel. Namun, semuanya menolak dengan alasan Hansel belum memiliki pengalaman pekerjaan. Perusahaan-perusahaan itu tidak mau mengambil resiko untuk memperkejakan seseorang yang belum punya cukup pengalaman. Beberapa tidak menerima karena sudah tidak membutuhkan pekerja baru lagi.
Sudah hampir sebulan, Hansel berjuang mencari pekerjaan. Namun, hasilnya sia-sia. Ia kesal karena ia harus menderita seperti ini demi mencari selembar uang bertahan hidup. Ia yakin nilainya tidak buruk, tetapi mengapa tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerimanya.
Tiba-tiba saja ia teringat akan seorang temannya. Teman Hansel semasa sekolah. Hansel masih menyimpan nomor teleponnya, dan langsung menghubunginnya. ia berniat meminta bantuan temannya itu.
"Hallo..." jawab seseorang di ujung telepon.
"Hallo, Marc. Ini aku, Hans."
"Oh, hai Hans. Apa kabarmu? Kau tidak lagi mebghubungiku semenjak kita lulus dari sekolah. Kau sehat?"
"Aku tidak begitu baik, Marc. Kau di mana sekarang? apa kau sibuk?" tanya Hansel ragu-ragu.
"Tidak, teman. Aku tidak sibuk apapun saat ini. Ada apa?" tanya Marc mulai penasaran.
"Apa kau bisa membantuku mencari tempat tinggal dan pekerjaan, Marc?"
"Tunggu, Hans. Pekerjaan? bukankah Pamanmu punya perusahana besar? kenapa kau butuh pekerjaan lagi? tempat tinggal juga, untuk siapa?" tanya Marc bingung.
"Untukku. Aku tidak bisa jelaskan di telepon detailnya seperti apa. Intinya aku dibuang oleh Pamanku. Jadi aku harus mencari pekerjaan untuk hidupku."
"Kau dibuang? jangan bercanda denganku," jawab Marc seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Ya sudah jika kau tidak percaya. Untuk apa juga aku berbohong padamu. Tidak ada untungnya, kan?" jawab Hansel.
Marc terdiam, ia sedang berpikir. Beberapa saat kemudian Marc kembali bicara dan meminta Hansel datang ke kotanya. Marc akan membantu Hansel. karena Marc tidak ingin dan tidak tega melihat sahabatnya bersedih.
"Kau mau datang ke sini, Hans? Yah, meski tempat tinggalju kecil. Kita bisa tinggal bersama untuk sementara waktu. Untuk perkerjaan, kita akan usaha bersama nanti. Kau tahu situasi dan kondisiku, kan? tempat asalku jauh dan aku juga seorang diri di kota ini. Jadi ayo, kita berjuang bersama teman."
Hansel tersenyum, "Terima kasih, Marc. aku akan pergi besok."
"Kau di mana sekarang?" tanya Marc khawatir.
"Aku di apartemen. Aku tidak tahu lagi harus pergi ke mana," jawab Hansel.
"Baiklah jika seperti itu. Kau tidurlah, hati-hati saat kau pergi besok. Hubungi aku jika kau sudah sampai di sini. Aku akan menjemputmu," kata Marc.
"Ok. Terima kasih, Marc. Kau memang teman yang terbaik."
"Jangan ucapkan itu sekarang. Ucapkan itu nanti saat kau sudah sukses. Sampai besok, Hans."
"Ya, sampai besok. Kau juga tidurlah," jawab Hansel. Ia langsung mengakhiri panggilannya.
Hansel meletakan ponselnya di atas meja. Ia kembali menyandarkan tubuhnya ke sofa. Pikirannya kembali memikirkan kejadian-kejadian yang membuatnya kesal. Ucapan yang begitu menusuk, masih terdengar jelas di telinga Hansel.
"Tidak ada seorang pun yang bisa diandalkan rupannya. Aku harus bisa mengandalkan diriku sendiri. Astaga, aku masih tidak bisa mengerti kenapa Paman begitu bernafsu untuk menguasai harta peninggalan Papa. Terlebih lagi Paman tidak memberiku uang sepeser pun. Benar-benar keterlaluan," batin Hansel kecewa, "Mau tidak mau aku harus pergi dari kota terkutuk ini. Aku sudah muak dengan kehidupan di sini," geram Hansel. Merasa terlalu lelah, Hansel akhirnya tertidur di sofa.
*****
Keesokan harinya. Hansel pergi meninggalkan apartemen. Setelah mengembalikan kunci dan berpamitan pada pemilik aparteme, Hansel pergi ke Halte untuk pergi ke luar kota dengan menumpangi Bus. Di Halte ia menunggu, ia menatap sekeliling yang ramai. Semua orang juga menunggu Bus sepertinya.
Beberapa menit menunggu, Bus akhirnya tiba. Hansel naik ke dalam bus dan segera mencari tempat duduknya. Ia langsung duduk di bangku paling belakang dekat dengan kaca jendela. setelah semua penumpang naik, Bus perlahan bergerak pergi meninggalkan Halte.
"Selamat tinggal, Pa. Maafkan Hansel yang memilih untuk pergi. Keputusan Hansel sudah bulat," batin Hansel menatap ke jalan. Ia memandangi jalanan yang ramai.
Sekelibat kenangan muncul. Kenangan saat ia masih kecil, ia sering sekali diajak Papanya utuk berjalan-jalan berkeliling taman. Meski ia tidak pernah melihat sosok Ibunya sejak kecil, ia tidak merasa kekurangan kasih sayang. Papanya begitu mencintainya, meski kini semuanya hanyalah kenangan.
Kenangan itu membuat Hansel tersenyum tipis walaupun sesaat. Ia sangat bersyukur, ia bisa mendapatkan cinta dan kasih sayang seorang keluarga meski hanya dalam waktu yang singkat.
Mama Hansel meninggal saat melahirkan Hansel. Sejak kecil, Papa Hansel yang merawat Hansel dengan hanya dibantu seorang pengasuh bayi. Saat Papanya bekerja, Hansel akan diasuh oleh pengasuh. Meski sibuk bekerja, Papanya akan selalu meluangkan banyak waktu untuk menemaninya bermain dan belajar. Membimbing dan memberikan arahan. Juga selalu memberikan semangat pada Hansel.
Kini semuanya hanya bisa disimpan dalam hati, hanya bisa dikenang. Kebahagiaan yang indah itu terenggut begitu saja denngan sebuah tragedi kecelakaan yang membuatnya kehilangan sosok orang yang paling disayanginya.
Mata Hansel terpejam, masih teringat jelas saat ia berlari masuk ke dalam gedung rumah sakit demi melihat Papanya yang terbaring tidak sadarkan diri. Jantungnya seakan berhenti bedetak, saat Papanya dinyatakan meninggal dunia. Itulah pukulan terberat Hansel saat ia harus merelakan kepergian satu-satunya orang yang begitu berharga dalam hidupnya.
*****
Hansel tertidur disepanjang perjalanan. Hampir sekitar empat jam perjalanan. Bus itu akhirnya tiba di kota tujuan. Hansel membuka mata perlahan saat seseorang di sampingnya membangunkannya.
"Hei, bangunlah. Kita sudah sampai, Nak."
"Ah, iya. Terima kasih sudah membangunkanku."
"Kau ingin pergi ke mana? apa ada yang menjemputmu?" tanya laki-laki paruh baya di samping Hansel.
"Iya, ada. Temanku akan datang menjemput."
"Baiklah jika seperti itu. Aku akan turun dulu. Semoga harimu menyenangkan," kata laki-laki itu yang lanhsung pergi untuk segera turun dari dalam Bus.
Hansel berdiri dari duduknya, ia menggendong ranselnya di bahu dan langsung turun dari dalam Bus. Pemandangan yang asing, ia tidak menyangka jika ia akan nekat pergi ke tempat asing yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.
Ponselnya berdering, Hansel mendapatkan panggilan dari Marc. Dengan segera Hansel menerima panggilan dari temannya itu.
"Hallo, Marc. Aku baru saja turun dari Bus. Kau di mana?" tanya Hansel.
"Aku di Halte. Aku menunggumu sejak tadi," jawab Marc.
"Di mana? aku tidak mrlihatmu," jawab Hansel melihat sekeliling.
"Hei, teman. Lihatlah baik-baik. Aku di belakangmu," kata Marc.
Hansel berbalik dan terkejut melihat Marc. Hansel dan Marc berpelukan ringan saling melepas rindu. Sudah lama sejak keduanya lulus sekolah, ini pertemuan pertama mereka setelah sekian lama.
"Kau banyak berunah, Hans. Kau semakin tampan," puji Marc.
"Jangan berlebihan. Kau juga banyak berubah. Lihatlah otot-ototmu ini. Apakah kau sedang berkencan sekarang?" goda Hansel.
"Tidak ada wanita yang menyukai laki-laki miskin sepertiku. Jika adapun itu hanya dalam mimpi," jawab Marc.
"Bicara apa kau ini. Ayolah, pasti ada wanita yang akan mencintaimu dengan tulus nanti."
"Ah, iya-iya. Aku selalu kalah bicara darimu, Hans. Nah, ayo kita beli makan dan kembali pulang. Nanti sore aku akan ajak kau berkeliling," kata Marc.
"Ok," jawab Hansel.
Marc dan Hansel pergi meninggalkan Halte. Mereka hendak mencari restorant kecil untuk makan dan selanjutnya Marc akan mengajak Hansel untuk pergi ke apartemennya.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Susi Andriani
salam kenal ya
2022-12-15
1
Novianti Ratnasari
menarik cerita nya
2021-11-02
1
Mozza
duh
2021-08-04
0