Selesai makan siang dengan Frederick, Micheline memutuskan untuk kembali ke kantor. Micheline mulai menyibukkan diri dengan pekerjaanya. Sementara itu, diam-diam Hansel melaporkan aktivitas Micheline siang itu pada Alfonzo melalui pesan singkat.
Hansel menuliskan serangkaian kejadian di restorant, semuanya ditulisnya detail dan rinci tanpa kurang satupun. Hansel hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang mata-mata bayaran Alfonzo. Ia tidak memihak pada siapapun baik itu Alfonzo ataupun Micheline. Yang ia tahu, bekerja untuk mendapatkan uang, dan uang untuk bertahan juga biaya hidupnya.
Ia tidak peduli apa masalah keduanya sampai bersaing dan saling menjatuhkan satu sama lain. Yang ia tahu adalah ia bisa menjalankan dua pekerjaanya dengan baik. Laporan yang selalu akurat, dan Asisten yang bisa diandalkan.
*****
Alfonzo selesai menikmati kopinya. Memberikan cangkir kopi yang kosong pada Luiso. Ia duduk bersandar di kursi malasnya, bersiap mendengarkan Luiso membacakan pesan yang dikirim oleh Hansel padanya.
Luiso meletakan cangkir di atas meja, "Saya akan langsung membacakannya, Tuan."
"Hm," gumam Alfonzo. Yang langsung disambung oleh Luiso.
Pesan itu begitu rinci dan detail, mulai dari jam sampai lokas pertemua sampai dengan jumlah orang yang ada di dalamnya. Hansel benar-benar teliti dalam menuliskannya.
"... laporan hari ini cukup sampai di sini. Karena Nona Robert tidak ada pertemuan penting lainnya," kata Luiso membaca pesan dari Hansel.
"Hm, jadi begitu, ya. Anak itu sungguh di luar dugaanku," kata Alfonzo. Alfonzo memalingkan wajah menatap Luiso, "Apa pendapatmu?" tanya Alfonzo.
Luiso mengernyitkan dahi, "Kemungkinan Nona ingin menghancurkan aliran dana Anda? karena rumah permainan Theodorre adalah patner terbaik Anda. Maafkan saya jika salah menilai, Tuan."
Alfonzo berpikir sejenak, "Aku juga sepemikiran denganmu. Dia mau membuatku tidak berdaya dan mengalami krisis dalam keuangan. Hahh... untung saja kita memiliki Hansel sebagai mata-mata di sana. Jika tidak, aku sungguh akan kehilangan investorku. Bukan begitu, Luiso?" tanya Alfonzo.
Luiso mengangguk, "Benar, Tuanku."
"Kita ikuti aja permainannya. Kau atur semuanya untukku," kata Alfonzo lagi.
"Baik, Tuan. Saya mengerti," jawab Luiso.
Luiso pergi meninggalkan ruangan Alfonzo guna mengurus semuanya. Luiso tahu keinginan Tuanny tanpa harus dijelaskan mendetail. Luiso begitu lama mengikuti Alfonzo dan tahu persis sifat dan karakter Alfonzo seperti apa. Meski terkadang Luiso bingung dan goyah sesaat, merasa apa yang Tuannya lakukan salah. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain patuh dan menjalkan tugasnya dengan baik.
Alfonzo memejamkan matanya, dalam benaknya ia memikirkan sesuatu. Yang berhubungan dengan masa lalunya. Rasanya, tubuhnya seperti direbus, darahnya kembali mendidih jika teringat akan kejadian tidak menyenangkan itu.
"Kau yang masih muda sudah berprilaku bagaikan iblis, Micheline. Pamanmu ini tidak akan tinggal diam setelah kehilangan istri dan anak yang sangat disayangi Dendam ini akan ku balaskan!" batin Alfonzo penuh amarah.
*****
Hansel membac ulang pesan yang dikirimnya kepada Alfonzo. Keningnya berkerut, ia berpikir apakah ia terlalu blak-blakan dan mendetail akan laporannya atau justru sebaliknya. Selama ini, saat ia melaporkan semuanya Alfonzo hanya membalas satu kata saja. 'Iya' atau 'Ok' tidak pernah berkata apa-apa lagi.
Selain berkomunikasi melalui panggilan dan laporan melalui pesan. Hansel sesekali bertemu langsung untuk berbincang dengan Alfonzo. Sejauh ini semuanya lancar-lancar saja. Belum ada kejadian yang serius menurutnya. Namun, ia tetap harus berhati-hati agar pekerjaan rahasia dan misinya tidak ketahuan oleh Micheline.
"Terserah saja. Setelah laporan 'kan bukan urusanku lagi. Aku sudah cukup menjalankan tugasku," batin Hansel mengunci ponselnya dan menyimpannya kembali ke dalam laci meja kerjanya.
Hansel menadahkan kepalanya memijat bahunya yang sedikit pegal. Hari yang melelahkan dan menegangkan baginya setelah pertemuan sengit di restorant saat jam makan siang sebelumnya.
Telepon di meja Hansel berdering, Hansel dengan segera menerima panggilan tersebut. Ia yakin itu adalah panggilan dari Micheline.
"Hallo," jawab Hansel.
"Hans, datanglah ke ruanganku. Bawa juga jadwal ku untuk besok," kata Micheline yang langsung mengakhiri panggilannya sepihak.
Hansel meletakan kembali gagang telepon ke tempatnya. Ia segera mengambil tablet dan berdiri dari duduknya. Bergegas menuju ruang kerja CEO-nya.
Tok... Tok... Tok...
Pintu dikrtuk perlahan oleh Hansel sebelum ia masuk. Ia langsung membuka pintu dan masuk. Tidak lupa ia menutup kembali pintu sebelum ia melangkahkan kaki mendekati Micheline yang terlihat sibuk membaca sebuah berkas dokumen.
"Bu CEO," panggil Hansel perlahan.
"Duduklah, Hans. Aku selesaikan ini dulu," jawab Micheline tanpa mengalihkan pandangannya.
Hansel berbalik dan berjalan ke arah sofa untuk duduk. Ia duduk dengan tenang dengan pandangan yang terus menatapi Micheline. Tanpa disadari Hansel, ia terlena akan pesona Micheline yang terlihat cantik.
"Cantik juga," batin Hansel tanpa sadar. Tidak lama ia melebarkan mata dan kaget dengan apa yang baru saja dikatannya dalam hati itu, "Apa? apa-apaan kau, Hans. Kau sudah gila, hah?" batin Hansel memaki diri sendiri.
Pandangan Hansel kembali menatap Micheline, "Tapi memang terlihat cantik. Apa selama ini aku terlalu fokus pada apa yang dia ajarkan? sampai-sampai aku tidak menyadari kecantikannya?" batin Hansel lagi.
Saat Hansel terpana memandangi Micheline. Di saat bersamaan, Micheline memalingkan wajah dan menatap arah Hansel. Micheline kaget saat ia memergoki Hansel yang buru-buru membuang pandangan darinya.
Micheline tersenyum tipis, "Apa yang dia lihat, ya? aneh sekali, dia sampai sekaget itu. Apa dia tidak pernah melihat orang sibuk bekerja sebelumnya?" batin Micheline kebingungn.
Dokumen selesai dibaca dan ditanda tangani. Micheline segera menutup berkas dokumen itu lalu segera menumpuknya bersama dokumen-dokumen lain di atas mejanya. Micheline mengambil gelas berisi air putih dan meneguk habis air dalam gelas dengan sekali minum, lalu mengembalikan gelas pada tempatnya semula. Dengan gerakan cepat ia bangkit berdiri dan berjalan menuju sofa yang di sana sudah ada Hansel menunggunya.
Micheline duduk di samping Hansel, "Apa besok jadwalku penuh?" tanya Micheline.
Hansel menatap layar tablet dan melihat jadwal Micheline untuk besok. Hansel membacakan jadwal Micheline esok hari secara menyeluruh. Mendengar ada waktu kosong di sela-sela jadwalnya, Micheline tersenyum cantik menatap Hansel.
"Hans, besok ikut aku belanja. Aku akan belikan kau hadiah," ajak Micheline terlihat bersemangat.
"Apa? belanja?" tanya Hansel terkejut.
"Ya. Aku bosan jika harus bekerja. Aku 'kan manusia, bukan robot yang harus terus bekerja tanpa kenal lelah. Robot saja ada waktunya berhenti bergerak," jawab Micheline.
"Akhir-akhir ini Anda memang bekerja keras. Wajar jika Anda butuh hiburan," kata Hansel membenarkan ucapan Micheline.
"Oleh karena itu, aku ingin berbelanja saat selesai jam rapat besok sore. Kau bisa temani aku pergi, kan?" tanya Micheline memastikan.
"Entahlah, saya belum ada rencana juga. Apakah Anda akan langsung pulang dan tidak kembali ke kantor?" tanya Hansel balik bertanya.
"Hei, kau kira rapat kita akan berjalan berapa lama? kira-kira dua jam sebelum jam kantor berakhir, rapat akan selesai, kan? dua jam bisa aku gunakan berbelanja di Mall," kata Micheline menjelaskan. Micheline menatap dalam-dalam mata Hansel, "Kau tidak ingin pergi denganku?" tanya Micheline pada Hansel.
"Bu-bukan seperti itu. Tentu saya ingin pergi. Tetapi apakah itu boleh? saya 'kan hanya Asisten Anda. Saya harus pulang sesuai jam kantor, bukan?" jawab Hansel.
"Itu benar. Tetapi tugas utama seorang Asisten adalah selalu siaga di manapun dan kapanpun atasannya memanggil. Mau itu jam kantor sudah berakhir ataupun belum. Aku bisa saja memanggilmu tengah malam ke rumahku untuk membahas pekerjaan. Kau 'kan ku gaji," gerutu Micheline kesal. Ia merasa Hansel itu menyebalkan, seorang laki-laki yang tidak peka akan keinginanya.
"Apa Anda sedang kesal?" tanya Hansel.
"Tidak. Untuk apa kesal denganmu, tidak penting sama sekali. Huh," Micheline memajukan bibirnya dan membuang pandangannya dari Hansel.
Hansel kaget lalu tersenyum tipis, "Lucu sekali. Baru kali ini aku melihat sisinya yang seperti ini. Seperti anak-anak saja," batin Hansel.
"Ehem... Bu CEO," panggil Hansel.
"Hm," gumam Micheline.
"Maafkan saya. Saya tidak bermaksud mengecewakan Bu CEO. Saya 'kan hanya khawatir pada pekerjaan saya. Saya akan temani Bu CEO belanja besok," kata Hansel.
Micheline memalingkan wajah dan tersenyum, "Kenapa tidak begini daritadi saja. Kau ini laki-laki yang sangat menyebalkan. Temani aku dan aku akan memberimu bonus. Kau tidak cuma-cuma menemaniku besok," jawab Micheline.
Hansel Hanya diam dan mengangguk. Ia tidak bisa menolak permintaan Micheline tanpa ia sadari. Bagaimanapun ia harus bersikap profesional. Karena menemani Micheline berbelanja adalah juga sebuah pekerjaan.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
masih bingung knp antara paman/keponakan bisa berdendaman, terus masalah apa dgn keluarganya CEO/Hans
2021-11-06
0
Franki Lengkey
aku pingin tau apa masalah paman dan ponakan berseteru
2021-07-18
0
Rin's
q jd kywatir kalo tiba2 Hanzel terciduk Michelin,,potek hati adekk banngggg
2021-06-08
4