Setelah selesai sarapan, Mas Hendri mengemasi barangnya dan juga barang wanita itu. Aku tidak mengerti mereka melakukan semua ini untuk apa, yang jelas aku sama sekali tidak peduli, catat aku tidak peduli lagi.
Reyhan menyalimi tanganku, karena dia sudah bergegas untu berangkat ke sekolahnya. Aku lihat anak lelaki ku juga berjalan ke arah kamar Ayahnya mungkin untuk pamit juga.
Setelah Reyhan berangkat, aku menuntun May ke arah wastafel untuk mencuci tangan. Karena gadisku kini sudah mulai belajar untuk memakan makanannya sendiri. Jadi aku apresiasi, walaupun sangat jelas terlihat bajunya yang baru saja diganti sudah belepotan kembali. Tidak papa, ini masih sewajarnya.
"May anaknya Nda yang pinter." ucapku seraya membantunya untuk menyabuni tangannya.
May tersenyum ke arah ku, lalu bibirnya monyong-monyong lucu.
"Kal." panggil Mas Hendri seraya melangkah ke arahku. Aku menoleh.
"Stop. Jangan mendekat. Jika ingin bicara, bicaralah!!! " titahku padanya. Sungguh dia ini merusak suasana hatiku saja. Aku selalu ingin marah-marah bila berdekatan dengannya.
"Kal aku dan Sela akan pergi lagi hari ini." ujarnya, seperti tidak enakan kepadaku. Kenapa mesti tidak enak? Bukankah kalian sudah melakukan yang enak-enak dibelakangku? Mau apalagi?
"Lalu? " tanyaku singkat.
"Aku ingin izin kepadamu Kal. " balasnya lagi, matanya memandangku dengan sendu. Raut wajahnya begitu muram.
Tapi sungguh aku tidak akan luluh lagi dengan taktikmu yang seperti ini, aku malah jadi keki sendiri.
Aku menyuruh May untuk ke kamar terlebih dahulu, karena aku tak ingin gadis kecilku mendengar pertengkaran adu mulut dari kedua orangtuanya.
"May ke kamar dulu yak." ucapku seraya mengusak kepalanya. Gadisku mengangguk, lalu ia berjalan dengan kaki imutnya ke arah kamar sesuai perintahku.
"Untuk apa? Untuk apa kamu meminta izinku, semua itu tidak perlu, kau mau pergi silahkan, tidak pulang pun aku tidak papa. Aku tidak masalah. " ujarku membalas perkataan Mas Hendri, begitu May sudah hilang dari pandangan mata kami.
"Kal. " ia sedikit maju.
"Heuh, penantianku padamu sudah tidak ada lagi Hendri, aku ingin kau pulang hanya demi anak-anak, bukan untukku, kamu sendiri bukan yang bilang, jika bukan karena atas dasar cintaku, setidaknya aku bertahan demi masa depan anak-anakmu." aku menatap tajam ke arahnya. Menembus bayang hatinya yang kini berisikan nama lain. Bukan diriku.
Ku lihat dia hanya mematung, mungkin lidahnya kelu dan tak bisa lagi membalas ucapanku. Aku yakin cepat atau lambat rasa sakit ini juga berhenti. Aku yakin rasa ini juga perlahan akan mati pada Mas Hendri.
'Ya Tuhan berdosakah aku bila sikapku begini, namun sungguh rasa sakit itu begitu menghujam, bagai belati yang sengaja disayatkan ke kulitku, dan perlahan kulit itu di tarik secara paksa, aku sungguh tidak tau menggambarkan rasa sakit itu seperti apa? maafkan hambamu yang dhoif ini Ya Tuhan'
*******
Aku membereskan sisa-sisa sarapan kami tadi, mencuci piring dan mengembalikannya ke tempat semula, lalu mengelap meja agar kembali terlihat rapih. Ketika aku sudah hampir selesai, dua orang yang kejam keluar. Aku pura-pura tidak melihat mereka. Dan menganggap mereka tidak ada.
"Kal aku—"
Aku langsung melangkah ke arah kamar, namun sebelum itu tanganku dicekal oleh Mas Hendri.
"Lepaskan!!! " bentakku, seraya menarik paksa tangaku. Namun tidak berhasil.
"Aku tidak akan melepaskanmu Kal, ku mohon jangan seperti ini." ujarnya, matanya yang berkaca-kaca kembali menatapku. Aku memberanikan diri menatap mata itu.
"Mau seperti ini atau tidak, itu tidak merubah apapun." balasku, lalu menghentakkan tanganku agar lepas darinya, tapi ia malah mempererat genggaman tangannya.
"Kau mau apa sebenarnya?" teriakku didepan wajahnya, sungguh aku tak lagi peduli pada dosa yang akan aku terima atas tindakanku ini. Yang aku tau, hatiku tidak terima untuk ini semua. Itu saja.
"Ku mohon Kal, bersikaplah seperti dulu." ucapnya seakan tidak merasa bersalah apa-apa. Ya Tuhan, kau balik seperti apa hati suamiku ini. Hingga dia tak merasa berdosa sama sekali.
Air mataku kembali mengalir dengan deras. Bahkan sampai jatuh ke atas tangan Mas Hendri. Bibirku bergetar hebat. Satu tanganku menutup mulut karena aku mulai terisak.
"Kau mau aku seperti dulu? Kamu menginginkan itu? Sedangkan kamu? Bisakah kamu juga kembali seperti dulu, yang hanya memiliki aku dalam hidup dan cintamu? Bisakah kamu mengembalikkan kepercayaanku? Bisakah kamu membuat aku percaya lagi pada cinta yang sempurna yang hanya dimiliki oleh dua orang saja? Bisakah? Bisa tidak??" bentakku diujung kalimat, seraya menghempaskan tangannya yang kini sudah melemah. Secepat mungkin aku berlari ke kamar, membawa kembali luka, luka yang memang masih sangat basah.
*******
Siapkan tisu sebelum membaca......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Ita rahmawati
bner² suami gk ada akhlak ya gk sadar juga klo dia udah mnyakiti sebegtu dlm nya
2024-07-10
0
Pisces97
laki² gak tau diri banget. apa gak sadar dia berbuat maksiat
2023-04-28
0
Wanda Revano
hendri sialan,dsar bangke lu sumpah pen gue tabok lu hen...ada laki kek lu ya.sumpah ngemosiin tau gk
2022-12-08
0