"Ini hari ulang tahunku," ucap Kak Adrian lirih saat melewati bangku mejaku, usai berucap ia kini berlalu.
Sedikit aku menoleh kearah belakang, ia kini berjalan melewati bangku mahasiswa lain dan hari ini aku sedang menjalani ujian.
Sedikit bingung, kenapa Kak Adrian mengatakannya diwaktu seperti ini, namun setelahnya aku tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Kenapa An?" tanya Nisa dengan nada ucapan serendah mungkin.
Aku menggeleng, tak kusangka ada temanku yang memperhatikanku. Aku pun kembali memfokuskan diri meski sempat terdengar Nisa mengataiku dengan sebutan kata 'Aneh,' namun aku tak peduli dan melanjutkan lagi mengerjakan soal-soal yang belum ku selesaikan.
Waktu ujian sudah habis, itu artinya sudah tak ada lagi jam kuliah. Notifikasi pesan diponselku kini mengurungkan niatku saat hendak membuka pintu mobil. Segera kurogoh ponselku yang kutaruh dikantung blazer yang kukenakan.
Dilayar tertera nama Kak Adrian, dari pesannya tertulis,
From : Kak Adrian
Tetap berdiri di posisimu, hingga aku sampai kesitu.
Sontak akupun menoleh ke arah sekitaran, mencari sang pengirim pesan, dan sorot mataku menemui sosoknya yang kini tengah melambai di atas gedung, tepatnya lantai tiga. Tangannya melambai kearahku dan akupun membalasnya dengan senyuman. Tak lama ponselku kini terdengar bunyi notifikasi lagi, setelah kubuka ternyata isinya,
From : Kak Adrian
Tunggu disitu
Saat aku menatap lagi ke gedung lantai tiga sudah tak kudapati lagi dirinya disana, namun selang beberapa waktu dia muncul dengan membawa sebuket bunga. Sedikit terperangah sebab Kak Adrian kini menyodorkannya padaku.
"Harusnya aku yang diberi hadiah, tapi ini pengecualian sebab ini adalah bentuk dari sebagian usaha," ucapnya seraya meraih tanganku untuk menerima bunganya.
"Kak—," ucapku terhenti begitu saja sebab Kak Adrian kini menarik lenganku.
"Kita mau kemana?" tanyaku setelah aku dan Kak Adrian sampai di parkiran motor. Kami berhenti di motor sport berwarna merah. Tak menjawab ia kini justru memakaikan helm dikepalaku tak lupa dia juga mengaitkan tali helm.
Aku sedikit ragu sebab aku jarang sekali menaiki motor, apalagi yang ada dihadapanku motor lelaki, tapi Kak Adrian justru menarik tanganku dan mau tak mau aku mulai mendudukan diri di jok belakang motornya, hingga jarak kami kini begitu dekat.
"Pegangan," perintahnya. Ragu tanganku mulai mengulur, namun dengan cekatan Kak Adrian menarik tanganku dan mengarahkannya untuk melingkar dipinggangnya setelah itu motor kini melaju.
Sungguh, sebenarnya aku tak merasai nyaman dengan posisi dudukku kini. Rasanya aku ingin segera sampai ke tempat tujuan kami. Setelah motor berputar-putar yang tak ku tahu jalan apa, kini barulah kami terhenti disalah satu Cafe yang menurutku asing. Bangunannya klasik dengan ornamen khas, menonjolkan suasana ruang yang tampak begitu berbeda. Interior Cafe menjadi terlihat sangat atraktif dengan suasana yang begitu inviting.
"Cafe ini baru buka satu minggu yang lalu," kata Kak Adrian mulai memecah fokusku sebab dari tadi aku sibuk memandangi tempat ini, tak sadar sampai aku terbuai dengan jalan pikiranku sendiri.
"Apa kamu menyukainya?" tanya Kak Adrian lagi.
"Suka, banget malah," ucapku sambil menyesap ice cappucino.
"Konsep ini sudah sejak lama terpikirkan, mungkin sejak dan saat aku duduk dibangku SMA, dan kini baru bisa terealisasikan," jelas Kak Adrian.
"Really?" tanggapanku spontan dan orang dihadapanku kini menganggukkan kepalanya.
"Aku sedikit tak percaya, diusia yang masih muda seperti ini Kak Adrian sudah bisa membangun usaha dan lagi bisa membuka lapangan pekerjaan tentunya," ucapku sedikit bangga akan usahanya.
"Maka dari itu, aku juga butuh seorang pendamping untuk mau mendorong dan menyemangatiku untuk maju," ucapnya dan terkesan ambigu ditelingaku.
"Apa aku terlalu mendesakmu?" tanyanya sebab kini dia menangkap ekspresiku yang tengah memaksakan senyum.
Aku mendesah, rasanya aku ingin jujur mengatakan kepadanya tentang statusku yang sebenarnya. Ketulusannya, seakan aku tak bisa membiarkan dia kecewa dan terluka atas pengharapannya yang aku pikir tak mungkin untuk membalasnya sebab dalam perutku kini ada janin yang tengah tumbuh dan berkembang.
"Aku akan mengantarmu pulang, sebentar lagi gelap" ucapnya dan aku menutup mulutku yang sedikit terbuka, mengurungkan niatku yang hendak berbicara.
Sesampainya di rumah hari sudah gelap, sekitar pukul tujuh kurang. Tadinya aku memintanya untuk mengantarkan aku saja kembali ke kampus mengambil mobil, tapi Kak Adrian tetap memaksa mengantar aku hingga sampai di depan rumah.
Aku turun dari motornya dan diikuti oleh Kak Adrian yang telah melepas helmnya. "Terimakasih untuk hari ini, tapi maaf bunganya tadi tak sengaja terhimpit saat duduk di jok motor," ucapku sambil menunjukan bunga yang telah rusak.
Kak Adrian tersenyum. "Tak masalah, dan terimakasih karena sudah menemaniku hari ini," ucapnya dengan langkah maju mendekat, menghentikan pergerakan tanganku yang hendak melepas helm miliknya. Dia semakin mendekat dan mendaratkan satu kecupan tepatnya pada helm yang masih aku kenakan.
Aku terkejut, memandangnya tak percaya. Tapi dari arah belakangku kini terdengar langkah kaki yang mendekat, saat aku hendak menoleh seketika aku tersentak kaget sebab Mas Pras kini tiba-tiba datang dan melayangkan pukulan tepat diwajah Kak Adrian.
Bughh
Sontak aku terpekik kaget, darah segar kini keluar dari sudut bibir Kak Adrian. Aku berusaha menghalangi dan menarik lengan Mas Pras, tapi justru lengan Mas Pras kini menyentakku hingga tubuhku terhuyung kebelakang.
Aku sudah tak kuasa melihat wajah Kak Adrian yang sudah babak belur, akupun terpekik seraya menangis meminta agar Mas Pras menghentikan pukulan-pukulannya.
"Mas— kumohon berhenti!" teriakku dengan tangis histeris.
Mas Pras menghentikan pukulannya dan menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. "Inikah yang kamu lakukan diluar rumah!" ucapnya membentak disertai amarah yang nampak diwajahnya.
Dan baru ini aku mendengar dia meninggikan suara, urat-urat dilehernya nampak terlihat juga rahangnya sudah sangat mengeras. Disaat ini aku sungguh merasa takut, dengan tubuh sedikit memundurkan langkahku justru Mas Pras kuat mencekal dan mencengkeram tanganku seakan aku tak boleh lari darinya.
"Kamu tahu wanita ini telah bersuami," ucap Mas Pras dingin menunjukkan cincin yang tengah kupakai ke arah Kak Adrian.
Terlihat jelas diwajah Kak Adrian, raut muka yang seakan menolak ucapan Mas Pras.
Tak menunggu waktu lama kini Mas Pras menarik lenganku kasar guna mengikuti langkahnya untuk masuk kedalam rumah.
"Mas lepasin," ucapku berusaha terlepas dari cengkeramannya, tapi yang kudapat justru Mas Pras mencengkeramku kian erat hingga terasa sakit.
Tak mau menjawab ucapanku, Mas Pras kini mempercepat langkahnya hingga tubuhku terseok—terseret mengikuti langkah lebarnya. Sekilas aku menoleh ke arah belakang terlihat raut wajah Kak Adrian yang menatapku penuh kecewa, sebelum tubuhku benar-benar masuk kedalam rumah sempat kulihat Kak Adrian tengah mengelap sudut bibirnya dengan menggunakan punggung tangannya.
To be Continue
Apa yang terjadi dengan Anna, ikuti saja... ngomong-ngomong helmnya Adrian masih nyangkut ya dikepala Anna
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😲😲😲
2023-07-28
0
susi 2020
😔😔🙄
2023-07-28
0
incess cenayu
bagus Thor, bikin ana sadar dia sudah nikah, kak pras mantep
2022-01-09
0