Adrian Candrawinata, kakak kelasku waktu SMA. Dia dulu adalah senior sekaligus menjabat sebagai ketua osis maupun salah satu pembimbing MOS saat aku menjadi siswa baru.
Kini dia menatapku kemudian terlihat senyum tipisnya mengarah kepadaku, sontak aku merasa sedikit canggung sebab dia tersenyum padaku? yang benar saja, gumamku dalam hati.
Tapi sepertinya itu memang benar, sebab hal itu menjadi menjadi pusat perhatian dari teman-temanku yang lain, karena kini mereka sedang melirikku. Dari mata mereka aku tahu, mereka meminta penjelasan atau bahkan mungkin iri padaku. ha ha ha
Pak Adrian selaku dosen kini memulai kelas dengan pembukaan ringan, dia juga menjelaskan kehadirannya di kelas adalah menggantikan Bu Sinta yang sedang cuti sementara waktu. Ia juga meminta seisi kelas untuk memperkenalkan diri kemudian berlanjut mengajar mata kuliah.
Usai mata kuliah dan Pak Adrian berlalu meninggalkan kelas, para mahasiswi mulai saling membicarakan sosok dosen baru itu, mulai dari membahas ketampanan cara mengajar juga cikal bakal typical dosen idaman idola kampus.
"An, kamu nyolong start duluan. Darimana kamu kenal sama Pak Adrian, pakai dilempari senyum segala?" ucap Vera memberengut disertai menepuk pundakku.
"Dia kakak kelasku," ujarku singkat.
Vera membuka mulutnya, perlahan justru senyum terbit dari bibirnya. "Bukan pacar kan?" tebaknya.
"Lebih tepatnya sih belum kesampaian jadi pacar," celetukku menanggapi pertanyaan Vera dengan kalimat candaan, dan benar saja kini Vera mendegus kesal.
"Hahaha, bercanda kali. Mana mungkin Pak Adrian mau sama aku." Sukanya becandain Vera yang dikit-dikit moodnya naik turun, batinku.
"Kenalin dong aku sama Pak Adrian," bujuk Vera padaku.
Aku yang sedang memasukkan buku kedalam tas pun menoleh padanya. "Lah, kan tadi udah kenal?" sahutku heran.
Vera berdecak, "Maksud aku kenal lebih dekat. Kamu ada nomornya kan?"
Aku menipiskan bibirku, "Gak."
"Ih ngeselin!" sahutnya.
Perlu banget diluruskan, agar temanku yang satu ini berhenti merecokiku. "Kalau dikatakan kenal gak juga sih sebenarnya, hanya sekedar tahu, udah gitu aja. Kalau mau kenal, aku saranin perbanyak DOA juga USAHA!" ucapku disertai penekanan diujung kalimat.
Ponselku kini berdering mengalihkan perhatianku, Vera yang tadinya akan bersuara kini mengurungkan niatnya sebab aku mengangkat tangan mengintruksi agar dia diam sebentar.
"Ya Ma," jawabku setelah aku menerima panggilan.
"Kapan kamu mampir ke rumah An, sudah satu bulan kenapa gak pulang kerumah. Apa kamu gak kangen sama Papa Mama?"
"Jadwal kuliah lagi padat Ma," jawabku sekenanya. Kudengar Mama menghela nafas.
"Papa nanyain kamu. Sore ini habis kuliah mampir, Mama masakin makanan kesukaan kamu. Ya sudah kalau begitu Mama tutup telponnya."
"Jadwal padat apanya? sehari cuma satu mata kuliah," sindir Nisa padaku.
Aku hanya memutar bola mataku, tak menanggapi ucapan Nisa. Aku memang sengaja gak menemui Papa dan Mama setelah menikah dengan Mas Pras. Rasanya hatiku masih sakit bahkan sampai sekarang. Mereka menawarkan tanpa memberikanku pilihan, sudah 2020 tapi seperti hidup pada zaman siti nurbaya.
"Ngalamun?" ucap Nisa menepuk pundakku.
"Jalan yuk, pusing kepalaku," ajakku pada kedua temanku.
"Kemana?" sahut Nisa antusias.
"Clubing," ucapku sambil bangkit dari kursi yang kududuki.
"Gila, gak takut dimarahi suami?" celetuk Vera membuatku menghentikan langkah dan sejurus kemudian aku membalikkan badanku menatapnya.
"Jangan bawa-bawa nama suami kalau sedang diluar," kataku menaikkan intonasi, karena dikelas suasana juga sepi dan hanya ada kami bertiga.
Vera merapatkan mulutnya disertai anggukan.
To be Continue
Febriana Citrani
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
YesLin
visualnya cantik..🥰🥰
2022-01-18
0
Delita
cantik sekali visualnya
2021-11-18
0
QQ
Kok egois sih udah nerima utk nikah ya jalani dong knp ini malah tdk menghargai suami 😠😠😠
2021-11-17
1