Ruang Rindu
Seminggu yang lalu aku masih bisa menolaknya dengan alasan yang cukup masuk akal. Namun kali ini aku sudah tak ada alasan lagi untuk mengelak. Masa periodeku sudah habis sebenarnya, tepatnya tiga hari yang lalu.
Baru seminggu yang lalu aku menikah, kini statusku telah menjadi istri dari Mas Prasetyo, yang kuketahui dia berprofesi sebagai seorang montir. Usianya sudah tak dikatakan muda lagi, karena kami terpaut dengan jarak usia dua belas tahun. Aku tak begitu mengenalnya, alasan kami menikah terjadi disebabkan oleh perjodohan.
Menikah tanpa cinta dan aku tak diberi kesempatan untuk mengelak dari kehendak orangtua. Walaupun aku punya seribu alasan menolak namun aku tak mau dikatai anak durhaka bila aku tak menuruti kata-kata mereka.
Di dalam kamar mandi terdengar suara air gemericik. Aku kini terduduk di kursi yang dihadapannya terdapat kaca rias. Aku mengamati pantulan diriku dari balik kaca. Suram, satu kata yang tergambar disana.
"Masa depanku sebentar lagi dipertaruhkan," gumamku pelan diiringi senyum miris yang tercetak di sudut bibirku.
Aku menggeleng kuat, berganti kusibukan diri menggigiti kuku jariku. Dengan otak yang dipaksa berusaha berpikir. "Apa sebaiknya aku pergi saja dari tempat ini?" cetusku.
Belum aku beranjak derit suara pintu mulai terdengar. Astaga sial, rasanya ingin sekali aku mengumpat. Kalau saja bisa, aku akan menggunakan jurus seribu bayangan untuk menghilang.
Dia kini bergerak mendekat, tiada ketenangan lagi dalam diriku, yang ada hanyalah ketegangan menyelimuti. Aku makin terusik saat lengan Mas Pras menepuk pundakku pelan.
Aku terkesiap sampai-sampai kursi yang kududuki bergerak mundur, bergeser hingga menimbulkan suara decit kursi yang bergesek pada lantai.
Tubuh tegap yang kulihat dari cermin kini membungkuk, membuatku meremas ujung piamaku, kuat-kuat.
"Anna, kamu terlihat tegang?" Jarak yang kian dekat membuat bulu kudukku kini meremang.
Aku menggeleng mengelak ucapannya dan kualihkan pandanganku ke arah lain.
"Kalau tidak tegang, coba sini tatap aku," pintanya serasa mengusik hatiku. Hatiku mengumpat sepertinya dia ingin menantangku, batinku.
Sontak aku terpancing karena rasa kesal yang muncul. Aku menoleh kearahnya dan nyaris saja hidung kami saling bersentuhan sebab jarak Mas Pras yang makin mendekat. Aku memundurkan sedikit badanku menantang diri menatapnya, tapi yang kudapati justru tatapan dengan sorot mata yang lembut.
Senyumnya kian merekah, hingga memperlihatkan deretan gigi depannya yang putih dan tertata rapi.
"Apa kamu sudah siap?" tanyanya mengambil sejumput anak rambut dan menyelipkan dibelakang telingaku.
Seakan aliran darahku merangkak naik berkumpul diwajahku, rasa-rasanya wajahku kian memanas. Tanpa ku jawab pertanyaannya, Mas Pras makin mendekatkan wajahnya. Sudah bisa kutebak apa yang akan terjadi, deru nafasnya menyapu dipermukaan wajahku terasa kian membakar diriku. Bola mataku masih terbuka, kulihat dan kurasakan bibirnya menyapu bibirku.
Jangan harap aku membalasnya, batinku. Karena seujung kukupun hati dan jiwaku tak akan mau kuberikan untuknya.
Tanganku terulur hendak mendorong tubuhnya menjauh, namun ciumannya kini mengalihkan kehendakku. Kedua tanganku berada dipundaknya, meremasnya kuat sebab ciumannya kini berubah menjadi pagutan yang awalnya lembut berubah menjadi kian menuntut.
Tubuhku kini terasa ringan bagaikan terbang sebab Mas Pras mengangkat tubuhku berpindah keatas ranjang. Bibir yang terlepas kini kembali bertaut, aku berusaha kuat menarik wajahku menjauh namun yang kuterima justru lengan Mas Pras terasa kokoh merengkuh tubuh kecilku.
Dibawah kungkungannya aku sudah tak mampu lagi mengelak. Semua sudah terlambat, tubuhku sepenuhnya menjadi miliknya. Dan aku melakukannya sungguh tanpa ada rasa maupun cinta.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Erni Fitriana
tata bahasanya bagus n sopan...salam kenal thor🙏
2023-06-20
1
Suhartik Hartik
pembukaan yang sangat menarik untuk terus dibaca karyamu Thor .....
2023-01-23
0
Reiva Momi
mampir thor
2022-09-04
0