Begitu pagi aku sampai kampus, itu disebabkan karena kesalahanku yang telah berbohong pada Mas Pras. Tapi sudahlah, tak aku jadikan sebuah permasalahan, sebab aku juga tak ingin berlama-lama melihat wajahnya.
Bila dihitung sudah dua bulan ini aku menikah dengannya, Mama yang memaksa agar aku segera menikah. Alasannya agar aku terhindar dari pergaulan bebas, Papa dan Mama akan merasa tenang dengan alih-alih ada seseorang yang menjagaku.
Awalnya aku sungguh bersikeras untuk menolak, tawarannya adalah menikah dengan pilihan mereka atau menikah dengan orang pilihanku sendiri dan pernikahan dilaksanakan dalam waktu dekat yakni satu bulan kedepan.
Aku yang saat itu berstatus jomblo dan tak memiliki teman dekat pria pun seakan dipojokkan, mana ada mencari pendamping dalam jangka waktu sedekat itu. Bila ada tak bisa jamin sampai berapa lama hubungan akan bertahan.
Karena semakin didesak akhirnya aku setuju, saat Mas Pras berkunjung ke rumah aku begitu kaget. Apa tidak salah dengan pilihan Papa Mama? batinku rasanya menggerutu.
Benar-benar jauh dari pria yang aku idam-idamkan. Usianya terlampau jauh denganku, bisa dikatakan ia pantas menjadi Pamanku, kata yang lebih halusnya lagi jadi Kakaklah. Dan lagi-lagi pekerjaannya, aku juga kurang suka.
Fiks, ditiap perbincangan Mama selalu
memuji-muji Mas Pras. Aku yang semakin risih akhirnya menghubunginya untuk mengadakan pertemuan yang tanpa ada orang lain, itu artinya hanya kami berdua. Diapun menyetujui.
Hari sebelumnya aku sudah mengatur berbagai rencana termasuk menyusun dan menulis berbagai macam persyaratan agar dia mengurungkan niatnya untuk menikah denganku.
Namun tak sesuai dugaan, kala kami bertemu dan syarat mulai aku ajukan dia justru menganguk dan menyetujuinya tanpa bantahan sedikitpun. Tapi tak cukup sampai disitu dia juga punya satu syarat yang harus aku penuhi yakni aku harus menjadi istri seutuhnya.
Dalam hatiku mengeram, ternyata memang tak pernah ada yang gratis didunia ini.
Mobilku sudah terparkir di area kampus, langkah selanjutnya adalah kantin. Aku ingin mengisi perutku yang sudah terasa keroncong sebab tadi dirumah aku tak jadi melanjutkan sarapan, karena begitu mengambil tas aku langsung saja berpamitan.
Usai menghabiskan makananku, aku melirik jam di tangan dan jarum jam baru menunjukkan pukul setengah delapan. Sedangkan kelasku dimulai pada pukul sepuluh pagi. Itu artinya masih ada waktu dua setengah jam, kesal hingga kupijat pelipisku.
Aku mulai mencoba menghubungi temanku Nisa nyatanya jam segini dia masih molor. Sedangkan Vera pagi ini sibuk membantu Mamanya. Akupun kembali menghubungi Nisa, merecokinya agar segera bangun dan siap-siap menyusulku ke kampus. Ya meski konsekuensinya mendengar serentetan omelannya karena mengganggu jam tidurnya.
Telpon kututup, saat aku hendak beranjak kulirik bangku disebelahku. Dengan mata sedikit melebar aku bergumam, "Kak Adrian."
Diapun menoleh padaku. "Lama tak bertemu," ucapnya padaku.
"Kakak kenapa bisa disini?" tanyaku yang menolah-noleh memandang situasi sekitar, kemudian aku kembali mendudukan diri dikursi.
"Sama sepertimu aku sedang menikmati sarapan," kata Adrian kembali menyuap burger kedalam mulutnya.
"Memang Kakak gak sarapan dirumah?"
"Aku tidak sempat," jawab Adrian. "Dan kamu sendiri?" sambungnya bertanya.
"Sama," jawabku dengan cengiran. "Kak Adrian bagaimana bisa jadi dosen disini?"
"Aku hanya dosen magang, ada menawari jadi aku pikir ini kesempatan sambil menunggu panggilan kerja. Aku juga pernah jadi salah satu mahasiswa disini dan baru tahun kemarin diwisuda," jelasnya.
"Benarkah Kak?" responku yang dari tadi menyimaknya.
"Hmm," dia bergumam disertai melemparkan sebuah senyuman.
"Ngomong-ngomong Kakak sedang memasukkan lamaran kerja dimana?" Entah mengapa rasanya aku ingin tahu lebih jauh.
"Disalah satu perusahaan periklanan, karena basic yang diambil selama kuliah disini adalah di bidang desain, jadi mau menyalurkan ilmu dan juga bakat disana."
Akupun mengangguk-anggukan kepala. "Agar tak salah jurusan," celetuku membenarkan ucapannya.
"Tepat," sahutnya kemudian disertai jempolan. Kami pun berbasa basi berbincang mulai dari berbicara pengalaman sampai membahas awal dulu bertemu.
Kini Kak Adrian melirik jam di lengan kirinya kemudian berpamitan padaku akan mengisi kelas. Tapi sebelum pergi, dia sempat meminta agar saling bertukar nomor. Dan dengan senang hati aku menyetujui usulnya.
Tak berapa lama setelah Kak Adrian pergi kini muncul Nisa dari belakang dengan mengagetkanku.
"Yaak, mau bikin orang jantungan apa!" omelku seketika.
Dengan mulut mencebik dia berujar, "Niat pengen dekatin, eee malah situ yang dekat duluan. Ingat suami dirumah," sindirnya.
Mataku mendelik kearahnya, aku pun berucap dengan nada penekanan. "Jangan bawa-bawa...."
"Nama suami diluar rumah," sahutnya cepat-cepat. Nisa pun mengambil tempat duduk dan mendudukkan diri tepat dihadapanku. "Heran banget, anti banget sama yang namanya suami?" tanyanya menatap kearah ku, menunggu jawaban seraya menyangga dagu dengan kedua tangannya.
Aku menipiskan bibirku, tak mau menjawabnya. Karena kupikir dia paham alasannya karena sudah sering kali aku bilang kalau aku gak cinta.
Nisa menghela nafas, kemudian menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. "Kalau alasannya gak cinta tapi kenapa tiap malam masih mau aja diajak begituan," ucapnya mencibir.
Alisku bertaut.
"Gak usah nanya pertanyaanku maksudnya apa. Yang jelas disitu terlihat sangat jelas! Jadi tak perlu aku bertanya. Kamu dimana dengan siapa dan semalam berbuat apa?" ucapnya menunjuk ke arah leher sampai pundakku.
Akupun seketika mengambil kaca kecil dari dalam tasku, sontak mataku melebar. Dalam hati aku mengumpat, tapi yang membuatku kesal juga malu secara bersamaan adalah,
'Apa Kak Adrian juga sudah melihatnya?'
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Melokyudi
aku baca nih novel inget suamiku dulu, aku juga seperti ana wlaupun g dijodohin, aku dulu gak pernah cinta sama suami ☹️,☹️, ☹️ haisss jadi ingat masa lalu
2021-04-20
1
Mom AlAdFaDinA
emang waktu dandan gak perhatikan jejak mas Pras yah😁😁😁
2021-04-15
0
Ratna
wanita kufur nikmat loe Anna, d kasih suami Sholeh , sayang nggak bersyukur loe
2021-02-13
3