Aku tak bisa duduk tenang selama di dalam pesawat. Mendadak aku tak enak badan. Rasanya ada yang tidak beres dengan tubuhku, kepalaku pusing ditambah dengan perut yang mendadak mual.
Sudah bolak-balik aku pergi ke toilet, sampai-sampai pramugari datang menghampiriku. Memeriksa kondisi tubuhku dan memberiku obat pereda mabuk—mabuk berkendara.
Tiada ketenangan sampai pesawat mendarat dan tiba di bandara Soekarno-Hatta. Dengan tubuh yang lemas aku memaksakan diriku berjalan keluar dan tentu saja dibantu oleh teman-temanku.
Kali ini aku ikut bersama dengan mobil yang dikendarai oleh orangtuanya Vera, sebab aku belum menghubungi Mas Pras dari aku berangkat sampai kembali ke Indonesia.
Setibanya dirumah aku melihat digarasi terparkir mobilku dan juga milik Mas Pras, dan itu artinya dia sedang berada dirumah.
Baru menapakkan kaki diujung teras, kini suara Mas Pras mulai mengintruksiku. "Anna, kenapa tidak kabari Mas kalau hari ini kamu pulang, Mas kan bisa menjemput kamu," ucapnya yang muncul dari arah pintu.
"Ponselku lowbat Mas," kataku yang berlalu dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akupun meletakkan koperku disana kemudian menghempaskan tubuhku pada kursi sofa, sebab kini rasanya badanku sudah benar-benar lemas tak bertenaga.
"Kamu sakit?" tanya Mas Pras, nadanya terdengar khawatir. Dia kini mendekat dan memeriksa keadaanku.
Nyaris saja tangan itu kutepis, tapi kuurungkan sebab aku tak ingin berdebat dengan kondisiku yang seperti ini. Hanya, aku memutar bola mataku seraya bibirku bergerak menipis.
"Kita ke dokter," ucap Mas Pras kemudian.
Alisku mengernyit menatapnya. "Mas terlalu berlebihan, istirahat saja sudah cukup. Aku cuma mabuk pesawat," kataku bangkit dari sofa kemudian menyambar tasku hendak menuju lantai atas untuk beristirahat.
"Kenapa kamu susah dihubungi selama disana?" kata Mas Pras yang terdengar memprotes.
Aku menghentikan langkah kakiku dan berujar tanpa menoleh padanya. "Tugasku disana padat dan—aku gak sempat."
"Tapi kata Vera—,"
"Mas lebih percaya dengan orang lain dibandingkan dengan aku, istri Mas sendiri," ujarku cepat-cepat dan menoleh menatapnya. "Lalu, dari mana Mas bisa tahu nomor telpon Vera?" tanyaku yang kini kesal, bisa-bisanya dia mengambil sembarang nomor pada kontak ponsel pribadiku, tanpa ijin lagi, batinku.
"Mas hanya mencoba menghubungi daftar riwayat akhir panggilan yang kamu lakukan tempo hari sebelum berangkat ke Singapura," jelas Mas Pras.
Aku terdiam, mengingat. Dan benar, aku meminjam ponsel milik Mas Pras beberapa hari lalu dan sialnya aku tak menghapusnya terlebih dahulu.
"Kamu mengabaikan pesan Mas dan sulit sekali dihubungi, sekarang yang ada kamu pulang dan justru dalam kondisi sakit begini. An, harusnya barang sejenak saja kamu membalas pesan Mas, agar Mas bisa ingetin kamu. Mas tahu kamu seperti ini karena telat makan," protes Mas Pras yang makin menambah rasa pusing dikepalaku
"Mas, yang aku butuhin sekarang istirahat bukan nasihat," ujarku dengan nada lelah.
Mas Pras terdengar menghela nafasnya, diam tak melanjutkan lagi ucapannya. Akupun berbalik badan melangkah menuju kamar, koperku pun hingga kini ku abaikan. Sebab yang kuperlukan saat ini adalah merebahkan tubuh diatas ranjang.
Entah, aku tidur sudah berapa lama. Kini saat aku terbangun dan membuka mata gorden dan jendela telah tertutup rapat, lampu kamar sudah menyala.
Sementara badanku sudah terasa enak, pusing dikepala sudah sedikit hilang. Namun aku masih perlu menelan aspirin agar kepalaku terasa enakan.
Aku bangkit dari ranjang dan yang kutuju kini adalah meja rias, sebab aku suka menaruh barang-barang pribadiku disana. Aku menarik laci dibagian paling bawah hendak mengambil satu tablet aspirin, namun mataku beralih pada satu kotak kemasan utuh yang berisi pembalut.
Aku mulai mengingat, dua bulan lalu aku terakhir memakainya. Dengan pandangan mata mengedar aku mencari keberadaan kalender meja. Di atas nakas samping ranjang, segera aku menuju kesana, kemudian mencari tanda yang biasa kulingkari menggunakan bolpoint warna merah.
Mataku terbelalak. Dengan tangan bergetar, aku menggelengkan kepalaku pelan. Aku bukan gadis polos, makanya selama ini aku berusaha mencegahnya dengan rutin mengkonsumsi pil pencegah kehamilan, dan tak pernah aku lalai barang satu biji pun.
"Gak," gumamku. Bersikeras aku menolak kemungkinan itu, mungkin saja aku telat datang bulan dikarenakan stress akan banyaknya aktivitas kampus akhir-akhir ini.
To be Continue
Jangan lupa Jempol, komentar juga tanda cintanya
Agar author makin semangat dalam berkarya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😔😔🤔
2023-07-28
0
Narsiyah Arsy
greget sama siana ya
nyebelin banget
2023-01-24
0
🌾lvye🌾
ihhhh ngeselin ni jadi istri....
2021-08-26
0