Dering ponsel menghentikan interaksiku dan Kak Adrian, hampir dan hanya kurang beberapa inci saja bibir kami akan saling bersentuhan.
Bergegas aku keluar dari mobil untuk mengangkat telpon. Kuremas kuat sisi bajuku berharap agar rasa gugup yang kini tengah mendera ditubuhku sirna. Kutarik nafasku dalam, setelahnya aku menggeser icon hijau untuk mengangkat panggilan.
"Hal—Lo," ucapku terbata sebab pasokan udara dirongga dadaku tak setara dengan kinerja jantungku yang hingga kini kuat terpacu.
"Kamu dimana An! Anak-anak sebelah sudah pada balik ke hotel. Ini sudah hampir gelap, kamu dimana? Ini di negeri orang An, apa jangan-jangan kamu ke sasar?" ucap Vera diseberang sana yang terdengar khawatir.
"A—ku, ini segera balik Ver," kataku sedikit gelagapan.
"Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati. Ohya tadi suami kamu telpon nanyain kamu, katanya dari kemarin ponsel kamu gak aktif."
"Iya, terimakasih Vera. Aku akan segera menghubunginya," ucapku dan kini panggilan telpon terputus.
Aku menoleh ke arah mobil, Kak Adrian masih menunggu duduk di kursi kemudinya. Akupun dengan langkah yang di buat sesantai mungkin berjalan kearah mobil.
"Siapa yang telpon?" tanya Kak Adrian begitu aku mendudukkan diri pada jok mobil.
"Teman, mereka menanyakan keberadaanku," jawabku yang tak menoleh padanya.
"Memang mereka tak mengetahui kamu pergi bersamaku?"
Akupun kembali menggeleng. Kudengar Kak Adrian menghela nafas, kemudian dia berujar, "Aku pikir aku perlu bertindak lebih cepat, agar kamu tak perlu sembunyi-sembunyi lagi. Setelah pulang dari sini bolehkah aku menemui keluargamu?"
Aku tercengang, kemudian menggeleng.
"Kenapa?" tanyanya dan aku benar-benar tak bisa menjawabnya, bila saja statusku belum menikah, aku tanpa pikir panjang akan menjawab dengan kata, iya. Tapi—
Kak Adrian berdehem, "Kamu saja belum menjawab ucapanku tadi, bagaimana bisa aku terlalu percaya diri bertemu orangtuamu. Lalu bagaimana jawabanmu apa kamu mau?"
Aku menunduk dan tetap diam membungkam mulutku, dan yang ada diotakku kini hanya ada kalimat 'seandainya —seandainya dan seandainya,' berulang kali berputar-putar dikepala.
Aku tahu kini Kak Adrian memandangiku lekat, maka dari itu aku tak berani menatap wajahnya. "Apa kamu butuh waktu untuk mempertimbangkan tawaranku, bila itu yang kamu butuhkan aku akan bersedia menantinya hingga kamu siap untuk menjawab."
Aku yang dari tadi mendengarkan dengan seksama kini mulai memberanikan diri untuk menegakkan wajahku. Diam, sejenak kami saling pandang. Ku buka sedikit bibirku yang terasa kering dan pada akhirnya aku mengangguk.
Perlahan senyum di bibir Kak Adrian mulai mengembang. "Aku akan menunggumu hingga kamu siap," ucapnya lagi padaku.
Senyum dibibirku juga mulai terulas, meski rasanya sangat kaku. Akupun berpaling menatap langit senja yang ada didepan mata, serta kuhirup dalam-dalam oksigen disekitaran.
Aku berhak memilihkan, begitupun aku juga punya hak untuk berbahagia. Senja tiba dan akan berganti dengan malam, malam berlalu dan hari esok akan tiba. Tugasku hanya satu merubuhkan benteng pesakitan, dan menjemput kebebasan.
"Kenapa malah ngalamun?" tanya Kak Adrian yang mengembalikan kesadaranku. "Kita kembali sekarang kalau begitu, bukankah tadi teman-temanmu mencari keberadaanmu?" sambung Kak Adrian memastikan.
"Atau kita pergi cari makan malam terlebih dahulu," tawarnya sebab aku tak kunjung memberi jawaban.
"Kita kembali saja Kak," kataku dan dibalasi anggukan olehnya.
Mesin mobil kini dinyalakan, atap mobil juga sudah ditutup rapat. Mobil pun kini mulai berjalan dan sepanjang jalan yang gelap kini hanya diterangi oleh lampu jalanan.
To be Continue
Mas Pras next episode bakal muncul yaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😲😲😲
2023-07-28
0
Putri Pink
mencoba tuk berpaling😏😏
2021-12-13
0
Liiee
kenapa gak coba mengenal suamimu lebih jauh..
setidaknya hargai suamimu ann..
2021-10-13
1