Mataku melebar melihat nominal angka yang tertera pada layar mesin ATM. Mas Pras menepati permintaanku semalam dan lagi tanpa bantahan. Aku jadi penasaran seberapa uang yang dia punya, tapi dipikir gaji seorang montir apa begitu besar melebihi pekerja kantoran?
Entahlah. Memikirkannya membuatku pusing. Aku pun kini langsung melakukan transaksi pembayaran biaya acara kunjungan wisata melalui transfer antar rekening, tinggal pencet menu pilihan dan memasukan kode transaksi. Struk bukti transaksi tercetak keluar, beres.
Senyumku mengembang sejak memasuki area kampus, kali ini ditangan kananku tertenteng satu buah plastik berisi makanan. Terlihat kedua teman baikku Nisa dan Vera sudah menduduki bangku favorit mereka. Segera aku melangkah menghampiri mereka seraya meletakkan bawaanku ditengah-tengah meja.
"Apa ini?" Ucap Nisa yang menunjuk ke arah plastik.
"Buka aja," jawabku seraya mendudukan diri di kursi.
"Donat," celetuk Vera yang melongokkan kepalanya menatap kearah bungkusan plastik yang baru saja dibuka oleh Nisa.
"Boleh dimakan gak nih?" tanya Nisa memastikan.
"Makan aja," ucapku sambil tersenyum lebar.
"Bahagia banget," ujar Nisa dengan intonasi penekanan. Ia kini mulai mengunyah satu gigitan donat.
"Jelas dong, kan dua minggu lagi kita pergi ke Singapura," ujarku dengan senyum bahagia.
"Serius? Bukannya kamu gak ada duit?" tanya Nisa dengan raut wajah heran.
"Kamu lupa dia ada suami!" sahut Vera dengan muka datarnya.
"Enak juga ada suami, gak punya duit tinggal minta. Kebutuhan terpenuhi, apa-apa terjamin —," ucapan Nisa terhenti sebab kini ada mahasiswa yang tiba-tiba muncul mendekat ke arah kami menyahuti ucapan Nisa barusan. "Siapa yang punya suami?" tanya Dicky penasaran.
Akupun seketika memberi pelototan tajam ke arah Nisa yang kurasa mulutnya sudah tak bisa lagi dikondisikan. Nisa pun meringis menanggapi sikapku. Kemudian dia berujar, "Yang punya suami ya istrilah, masak Bapak lu yang punya suami. Lagian jadi laki kepo amat sih?" omelnya pada Dicky.
"Nanya doang, salah?" ucapnya diakhiri dengan intonasi tinggi.
"Salah banget. Cowok dilarang kepo ntar jatuhnya malah berujung nyinyir. Mau dibilang lambe turah?" tegas Nisa.
"Amit-amit deh!" sahut Dicky dengan gaya tubuh merinding. "Donat tuh, ambil ah!" sambung Dicky seraya mencomot satu biji donat.
"Asal nelen aja, baca dulu bismillah!" Kata Nisa menepis tangan Dicky yang hendak memasukkan donat ke dalam mulut.
"Udah," sahutnya.
"Kapan?" tanya Nisa dengan alis menyatu. "Perasaan aku gak dengar?" sambungnya lagi.
Dicky menghela nafas, bibirnya kini menipis. "Dalam hati. Dan haruskah kamu mendengar kata hatiku?"
"Ogah," sahut Nisa kemudian dan membuat aku dan Vera terkekeh dibuatnya.
"Iyain aja, kali aja dihati Dicky ada namamu," celetuk Vera kemudian. Membuat Dicky tersedak sebab namanya disebut-sebut. Sedangkan Nisa bibirnya langsung mencebik kesal.
***
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Segala persiapan sudah kulakukan, barang bawaan aku taruh dalam koper ukuran sedang.
Pagi ini aku diantar oleh Mas Pras, rasanya begitu lama perjalanan yang ditempuh hingga sampai ke kampus. Aku duduk dengan meremas kedua tanganku, pandanganku juga tak tenang sebab dari tadi aku malah mengabsen jalan-jalan yang biasa kulalui.
"Mas pasti bakal rindu kalau kamu gak ada dirumah," celetuk Mas Pras membuatku menoleh ke arahnya. Tapi hanya sekejap aku kembali melempar pandanganku ke arah jalanan.
"Kamu gak rindu jauh dari Mas?" tanyanya memastikan.
"Kan pergiku gak lama," sahutku setengah mendesahkan nafas kesal. Apa-apain sih, yang ada justru aku senang sebab gak bertatap muka dengan Mas, batinku bersuara.
"Iya, tapi sama saja. Mas kan malam tidur sendirian," ucapnya santai seraya membelokkan setirnya ke arah kanan.
Seketika aku melirik kesal ke arahnya. Dasar pria mesum, yang dipikir hanya ranjang saja, batinku.
Mas Pras terkekeh, melihat raut wajahku. "Tuh kan, gak relakan kalau Mas tidur sendirian dirumah," ucapnya dengan nada menggoda.
"Ya udah kalau gak mau tidur sendirian, tidur sama kucingnya Bik Marni. Kucingnya pasti juga butuh ditemani," ucapku sarkas. Dan menyebalkannya lagi Mas Pras justru terkekeh mendengar ucapanku.
Dan kini mobil sudah sampai didepan gedung kampus. Saat Mas Pras hendak mematikan mesin mobil aku cepat-cepat berujar, "Mas sampai disini saja."
Mas Pras menoleh ke arahku dengan menaikkan alisnya. "Aku antar sampai dalam."
"Gak perlu," ucapku spontan. Mas Pras sontak melirikku dengan tatapan yang sulit ku artikan, segera aku meralat ucapanku. "Mas lihat deh, itu teman-temanku sudah menungguku disana. Lagi pula sepertinya bus sudah siap untuk berangkat ke bandara. Jadi sampai disini saja ya Mas mengantarku," ujarku disertai rayuan.
Mas Pras terlihat menghela nafas kemudian berucap , "Baiklah, jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa makan yang teratur dan setelah sampai kabari Mas."
Akupun tersenyum kaku kepadanya dan mengangguk. Saat aku hendak menarik handle pintu mobil justru Mas Pras menarikku ke dalam pelukannya.
"Mas, udah dong," keluhku sambil berusaha melepas pelukannya.
"Ingat pesan Mas baik-baik," ucapnya memberi peringatan padaku saat pelukan kami terlepas. Akupun mengangguk menanggapi ucapannya, dan kali ini yang terjadi justru Mas Pras mendaratkan bibirnya pada milikku, hal itu sontak membuat mataku melebar.
Dengan cepat aku mendorong dadanya agar jarak kami tercipta. "Mas! ini di kampus. Gimana kalau dilihat orang atau kepergok satpam!" omelku padanya.
"Tinggal jawab saja kalau kita suami istri," jawabnya enteng.
"Mas lupa ini di tempat umum!" ucapku seraya mendegus keras.
"Iya, Mas minta maaf."
Suasana hatiku kini berubah menjadi kesal. "Ya sudah buka bagasinya, aku mau ambil koper," ucapku ketus.
Terdengar Mas Pras menghela nafas, dan dia mulai membuka bagasi belakang dengan menekan salah satu komponen dalam mobil. Saat aku hendak membuka mobil dia berujar lagi dan membuatku memutar bola mata jengah.
"An, sepertinya ada yang kamu lupakan, kamu belum berpamitan pada Mas," ucapnya.
Akupun membalikkan setengah badan kemudian meraih tangan kanannya dan mendaratkannya dibibirku. Begitupun dengannya yang kini bergantian mencium keningku.
"Sudah, aku berangkat dulu. Assalamualaikum," ucapku keluar dari mobil dan melangkah membuka bagasi mobil mengambil koper. Setelahnya aku baru bisa bernafas lega, sebab beberapa hari kedepan aku tidak bertatap muka dengannya.
To be Continue
**sampai sini sudah pada kesal belum sama si Anna. Karakter wanita yang beda dari yang lain yaaaaaaaaaaa
yukk ditunggu komentarnya, di bawah ini**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Lena Sari
gitu amat Ama suami,,giliran minta duit ja baru manis.
2023-08-29
0
momnaz
nunggu..in ana kena azab 😆😆😆😆
2022-03-12
0
incess cenayu
yang pengen banget dimanjain diperhatikan sama suami itu banyak banget Ana, semoga suatu saat nanti dirimu sadar untuk membalas perhatian ketulusan hati dan cintanya suami ke dirimu
2022-01-08
0