Aku terbangun, tapi tak kutemukan sosok Mas Pras disekitarku. Aku tersadar tempatku berbaring bukanlah ranjang yang selama ini kugunakan, melainkan aku tengah berada dirumah sakit sebab kini tangan kiriku terdapat selang infus.
Tak lama pintu yang berada disisi kiri terdengar terbuka, dari ekor mataku dapat kukenali sosoknya, yakni Mama.
Mama yang menyadari aku telah membuka mata, kini terdengar menghela nafas. "Gimana, apa yang kamu rasakan Anna?" tanya Mamaku.
Aku menggeleng, tubuhku tak kenapa-kenapa hanya yang aku ingat terakhir kali adalah aku bertengkar dengan Mas Pras dan kemudian setelahnya aku sudah tak mengingat apa-apa lagi.
"Sudah berapa lama Anna disini Ma?" tanyaku yang masih berada di pembaringan.
"Semalam Pras yang bawa kamu kesini," ucap Mama, setelahnya terdengar Mama menghela nafas lagi.
'Lalu Mas Pras?' batinku.
"Selama masa kehamilanmu, dijaga kesehatan kamu. Dokter sampai mengatakan kamu kekurangan nutrisi. Ingat, sekarang kamu memiliki sebuah tanggungan yang sedang tumbuh dan berkembang disini," ucap Mama lembut seraya mengelus perutku.
"Bila kemarin harus diingatkan hanya untuk sekedar makan, kini rasanya sudah gak perlu lagi kan Anna. Kamu sebentar lagi akan menjadi seorang Ibu, kamu sekarang juga sudah dewasa," sambung Mama menasehatiku. Dan Mama tadi bilang aku telah dewasa, bagiku ini adalah dewasa sebelum waktunya.
"Memang Mas Pras gak cerita sama Mama?" tanyaku kini berusaha bangun dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
Alis Mama terlihat naik sebelah, kemudian beliau kembali berujar, "Ohya tadi pagi Pras cuma bilang titip kamu sebentar. Dia ada urusan keluar kota untuk ambil beberapa spare part , nanti sore juga sudah kembali," ucap Mama padaku.
'Itu berarti Mas Pras gak bilang kalau mau mengembalikan aku ke orangtuaku,' batinku.
"Mikirin apa?" tegur Mamaku dengan menyenggol lenganku.
Aku menoleh menatap Mama sejenak. "Ma—aku ingin pulang," cicitku dan setelahnya aku menunduk sambil meremas piyama yang kukenakan. Bibirku sudah mencebik dengan air mata yang mulai menganak membasahi pipi.
Mama mengelusi punggungku. "Kita tunggu suamimu datang, setelah dokter memastikan kondisimu membaik, kita segera pulang," ucap Mama berusaha menghibur.
"Yang aku maksud pulang kerumah Mama," gumamku.
Tapi Mama justru terkekeh mendengar ucapanku. "Mama tahu kamu kangenkan sama Mama Papa. Keras kepala kamu itu, kalau ngambek pakai lama," kata Mama sambil menangkup kedua pipiku.
Akupun semakin cemberut sebab bukan itu yang aku maksud. Aku ingin benar-benar pulang ke rumah orangtuaku dan tak mau kembali pada Mas Pras yang ternyata segalak itu.
"Kamu minta ijin dulu sama suami kamu," ucap beliau kemudian.
"Ma—," kataku merajuk.
Mama berdecak. "Kamu itu sudah punya suami, ijin pergi kemanapun meski hanya pulang ke rumah Mama, suami kamu harus tahu. Anna, jadilah istri yang bisa menenangkan hati suami. Kamu tahu, ridho suami itu surga untuk para istri. Ketaatan sebelum seorang wanita menikah adalah kepada orangtua, tapi ketika seorang wanita itu telah menikah maka ketaatan beralih kepada suaminya."
Jelas Mama kepadaku, akupun masih tetap terdiam sebab Mama kembali berujar, "Suami dibesarkan oleh seorang Ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun saat dewasa dia memilih untuk mencintaimu yang mungkin bahkan kamu belum mencintainya. Bahkan sering pula rasa cinta yang dia miliki lebih besar rasa cinta yang diberikan kepadamu dari pada Ibunya sendiri."
"Tapi yang aku tahu Mas Pras yatim piatu, tak mempunyai Ibu," ucapku menampik.
Mama menggeleng dan melanjutkan ucapannya, "Ada, namun mereka memang telah tiada. Bahkan kamu tahu, sebelum Pras bisa membalas baktinya kepada orangtuanya, dia kini telah menanggungmu, wanita yang baru dikenal dan hanya terikat dengan akad tanpa adanya ikatan darah. Dia juga rela menghabiskan waktunya untuk memenuhi kebutuhanmu dan sebentar lagi akan segera hadir buah hati kalian berdua. Makin besar tanggungannya. Bahkan nanti jika anak kalian telah lahir, kamu akan lebih dihormati tiga kali lipat dibandingkan suamimu," jelas Mama yang kini sorot matanya sejenak menatap pada perutku.
Aku tak bisa menjawab, hanya rasa sesak yang tiba-tiba saja menguasai dada. Mataku berkaca, hingga pada akhirnya air mataku menetes jua.
"Jika kamu memiliki masalah dan mengadu padanya—," sejenak Mama menghela nafas, kemudian melanjutkan ucapannya, "Dia sebenarnya juga tengah memiliki masalah dan mungkin saja jauh lebih besar dari pada yang kamu miliki, namun tetap saja apa yang menjadi kesulitanmu tetap diutamakannya. Dia juga berusaha memahami bahasa diammu, sikapmu juga tangisanmu. Mama tahu kalian sedang dihadapkan dengan masalah," sambung Mama yang kini mengambil dan menggenggam kedua tanganku, sedang diriku kini semakin terisak.
"Bila seandainya kamu berbuat kesalahan dan dosa sekalipun, maka dia, suamimu akan ikut menanggungnya sebab dia bertanggung jawab akan maksiat yang bisa saja kamu lakukan. Sekarang kalian terutama kamu, Anna sudah memiliki kewajiban dan tanggungjawab masing-masing. Tak perlu bertanya siapa yang bersalah, kamu sudah dewasa dan bisa memilah. Dan tanyakan pada diri dan hati kamu sendiri. Karena kamu sendiri sudah pasti tahu jawabnya." Jelas Mama yang membuatku makin menangis dalam dekapannya.
Sore tiba, kini Mas Pras mengabulkan permintaanku untuk pulang. Yang aku perhatikan dia kini nampak lebih banyak memilih diam. Hingga hari berlalu pun masih tetap sama, Mas Pras seakan menjaga jarak denganku. Hanya jika ada hal yang perlu atau menyangkut urusan kandunganku dia tak pernah melewatkan permasalahan itu.
Usia kandunganku kini sudah menginjak usia lima bulan, cuti kuliah sudah aku ajukan dari beberapa bulan lalu. Aktivitasku kini hanya dirumah, kerumah orangtuaku atau kadang sekedar pergi bersama teman-temanku dan itupun harus seijin Mas Pras.
Hingga kejadian malam hari ini sedikit menyentuh hati nuraniku. Aku baru saja mendapat kabar dari karyawan di bengkel, Mas Pras sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Aku berfikir sekiranya cukup lama, tak ada keluarganya dan dia hanya sendiri disana. Sementara, aku tak mungkin menghubungi Papa Mama, mengingat usia Papa yang sudah tak lagi muda dan Mama berkewajiban menjaga Papa.
Dan akupun memutuskan, kali ini bersiap guna menyusul Mas Pras untuk mengetahui seberapa sakit kondisinya.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
susi 2020
😍😍
2023-07-28
0
momnaz
kemana aja bu selama ini kok baru nasehat in anak perempuan nya... hadeuhhh
2022-03-12
0
Citra Syam
seandainya semua mama di dunia ini seperti mamanya anna.pasti akan tenang dunia perkeluargaan 😁😁😁
2021-04-21
0