Chapter 18. Dua Insan Yang Tersakiti

"Eh Bibi." sahut Pak Mail tersadar dari lamunannya saat melihat lambaian tangan Bi Qila di hadapannya.

"Apa yang di cari?" tanya Bi Qila seraya berkacak pinggang.

"Bukan sedang mencari, tapi saya mengecek semua barang-barang di dapur untuk memastikan semua bersih. Sekarang kita harus hati-hati dari virus yang lagi ramai itu." terang Pak Mail.

"Itukan tugas saya, besok pagi kami akan membersihkan semuanya. Pergilah berjaga di luar." pintah Bi Qila.

"Kau yakin?" ucap Pak Mail.

"Iya, pergilah." pintah Bi Qila lagi.

Pak Mail pun pergi meninggalkan area dapur dengan wajah syoknya.

"Gila padat banget, masih kencang lagi." ucapnya sembari melangkah terus sesekali ia menoleh kembali ke arah Bi Qila.

"Dasar pria hidung belang. Baru liat beginian aja sudah kelaparan." gerutu Bi Qila seraya menggelengkan kepalanya.

Setelah memastikan semua aman, kini para pelayan bagian dalam rumah memutuskan untuk segera tidur. Begitu juga dengan Bi Qila yang usah membersihkan diri rasanya sangat segar dan segera merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk.

Sedangkan pria yang saat ini berada di balik jeruji besi meringkuk kedinginan dan kesakitan. Tak ada kata yang bisa terucap dari bibir seorang pendosa sepertinya.

Ari telah menyesali semua perbuatannya, air matanya terus menetes, ia sungguh merasakan sakit yang luar biasa tubuh dan pikirannya begitu ingin berteriak mengatakan mereka tak kuat lagi.

Andai suara hati bisa menembus batasan jeruji besi itu, sungguh ia ingin mengatakan pada wanita, istri yang selalu berusaha bersabar mempertahankan pernikahan itu. Jika dirinya tengah sangat menderita saat ini.

"Fani..." ucapnya lirih tanpa sanggup mengatakan apa pun lagi.

Kini penyesalan tinggallah penyesalan, tak ada lagi cara yang bisa mengembalikan semuanya. Sekali pun mencoba menghapus kesalahan itu semua tak akan mungkin baik-baik saja.

Istri, wanita yang selama ini berusaha bergotong-royong mempertahankan cinta. Namun Ari telah melukis luka yang amat mendalam pada wanitanya.

"*Terimakasih, Fani...

Hatimu mengajar kan ku begitu banyak arti, bukan hanya kerinduan namun juga sebuah ketulusan.

Meski semua tak mungkin kembali, tapi ketulusan dan cinta mu masih yang terindah di hidupku. Sampai saat ini, kau satu-satunya cinta terbaik ku*."

Kesedihan Ari saat ini bukanlah cinta jika Fani tidak merasakannya. Wanita itu sedang memeluk tubuhnya di sudut kasur dengan meneteskan air mata.

Cinta yang sangat tulus benar Fani merasakan sangat terpukul mengetahui semua kejahatan suaminya. Selama ini Fani berusaha bertahan karena ia berpikir jika Ari hanya melukai fisiknya bukan hatinya.

Tapi ternyata Fani salah, Ari juga telah melakukan hal itu pada banyak wanita di luar sana.

"Tega kamu, tega kamu. Selama ini aku berusaha mempertahankan rumah tangga kita meskipun tubuh dan hatiku hancur. Tapi ternyata ini yang kau torehkan padaku, Ari."

"Mimpi telah membohongi ku. Berkali-kali aku kau sakiti tapi hatiku terus berbohong jika aku tidak sakit. Kali ini aku benar menyerah, aku tak sanggup lagi bertahan untuk ikatan yang sama sekali tak kau harapkan ada. Kepada penguasa senja waktu, hamba berserah diri. Ampunilah semua dosaku. Sebelum malam membekap bumi ini."

Langit yang gelap tampak rembulan yang menyapa dengan indah, begitu pun dengan bintang mengedip dengan lancangnya.

Tak ada yang mampu menyapa mereka saat ini, kesedihan telah benar membawa separuh semangat kedua pasangan itu.

Berharap malam akan memeluk kedua insan yang terluka saat ini. Memberikan kehangatan sebagai pengganti obat nyeri di hati. Memohon untuk bisa terlelap sejenak meski ada setitik air mata yang terus saling berkejaran jatuh.

Sunyi, gelap menemani semua penduduk bumi yang bermimpi dengan pikiran mereka masing-masing.

Suasana hangat tetap terasa menemani Abian dan Indira sebagai makhluk yang selalu paling bahagia di antara makhluk lainnya.

Sampai pagi kini telah datang kembali, membuat dua pasangan itu menggeliat dan kembali mengeratkan pelukannya.

"Huam...sudah pagi ternyata." ucap lemas Indira.

Matanya melirik wajah sang suami yang memanyunkan bibirnya karena terdorong dengan dada Indira yang menjadi bantal empuknya saat itu.

Indira tersenyum melihat wajah tampan suaminya itu. Meski mereka telah memiliki dua anak, namun rasa cinta Indira sampai saat ini masih sama dan justru semakin besar pada Abian.

Tangannya meraih wajah tampan itu dan mengelusnya lembut kemudian mendaratkan satu ciuman di bibir manyun itu.

"Lucu sekali wajahnya, benar-benar seperti Rabian." serunya semakin tampak gemas.

"Bi... bangunlah." pintah Indira.

Abian masih tak bergeming, Indira kembali menghujani dengan ciuman.

"Bangun, temani aku jalan pagi yah." ucap Indira lembut.

Abian mengerjap dan mengeratkan kembali pelukannya.

"Ada apa, Sayang?" tanyanya yang masih berusaha mengumpulkan nyawa.

"Temani aku jala di halaman, sekalian bawa Rafael berjemur."

"Ayolah Bi." ajak Indira lagi.

Akhirnya Abian bangun dan membalas ciuman istrinya hingga terdengar teriakan Indira kegelian.

"Bi...sudah hentikan!" teriaknya.

Abian pun berhenti, lalu ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Setelah selesai Abian mengganti pakaian begitu juga dengan Indira yang mengganti piyamanya.

Mereka berjalan keluar kamar tampak Abian yang menggendong Rafael sementara Indira sudah memilih berjalan meski langkahnya tidak begitu lancar.

Pasangan suami istri itu kini berjalan pelan di depan halaman. Sinar matahari kini sudah terpancar dengan cerahnya.

"Sayang." panggil Abian.

"Iya, Bi." jawab Indira menatap suaminya.

"Aku harus secepatnya ke London dan Amerika, apa kau tidak keberatan?" tanya Abian.

"Bi...tapi-"

"Aku tidak akan lama, Sayang. Sebelum virus itu menyebar aku harus cepat ke sana." tutur Abian.

Wajah Indira yang cerah seketika padam, ia tampak berat memberikan ijin suaminya pergi tanpanya. Rasa trauma masih sangat membekas di ingatan wanita itu.

Mata indah itu kini sudah tampak berkaca-kaca. Indira tak mengeluarkan kata-kata lagi, Abian yang sungguh tak kuasa melihatnya hanya menghela nafasnya pelan.

"Baiklah kalau begitu nanti saja, tunggu kau sembuh kita akan pergi bersama kalau begitu. Sudah ayo kita lanjut jalan lagi." ajak Abian.

Indira pun melangkah namun semangatnya telah hilang pagi itu. Meski ada rasa tenang Abian tidak jadi pergi, Indira juga tidak sampai hati jika membuat suaminya kesulitan bergerak karenanya.

"Tuan, Nyonya." sapa Gia dan Bram yang tengah duduk di kursi halaman rumah itu.

"Kalian di sini rupanya." ucap Abian.

"Iya, Tuan. Mari duduk, Tuan." Bram mempersilahkan keduanya untuk ikut bergabung.

"Tuan, sepertinya jalur akses ke luar negeri akan segera di tutup. Karena ada beberapa orang yang sudah positif virus tersebut di sini." ucap Bram.

"Lalu bagaimana dengan perusahaan di luar, Bram? saat ini sudah tidak ada Rayker di sana. Kita pasti akan kesulitan." terang Abian.

"Masih ada koneksi, Tuan. Rayker memiliki beberapa orang kepercayaan di sana. Hari ini kita akan bertemu dengan Rayker." ucap Bram.

Abian menganggukkan kepalanya pelan lalu terdengar hembusan nafasnya yang lega.

"Bi...maaf karena ku." Indira tampak tidak enak pada suaminya.

Inilah yang membuatnya sangat malas jika usai melahirkan karena dirinya tidak bisa pergi kemana pun meski dalam keadaan penting sekali pun.

Abian menatap Indira dan tersenyum, tangannya mengusap lembut rambut Indira.

"Tidak masalah, Sayang." ucapnya.

Rafael yang bergerak di gendongan Abian perlahan sudah membuka kecil matanya yang silau akan matahari pagi.

"Hey anak Papah sudah bangun." sapa Abian menciumnya dengan lembut.

Indira tersenyum begitu juga dengan Gia dan Bram yang bermain dengan anak mereka. Raina sudah menggeliat di atas pangkuan Bram.

"Biar aku yang menggendongnya, sepertinya Raina tidak betah di gendongan mu." sahut Gia.

"Sekertaris besi, bagaimana bisa membuat Raina betah, pasti badannya sakit semua." ledek Indira.

"Sayang." tegur Abian.

Indira kembali membuat wajah tertawanya lenyap saat mendapat teguran dari sang suami.

Terpopuler

Comments

Putri Nazwa

Putri Nazwa

aku kasihan sama fani 😢😢

2021-03-20

1

Salsabila Azahra

Salsabila Azahra

semangat.

2021-03-18

1

Mayyesa

Mayyesa

lanjut thorr

2021-03-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!