Chapter 14. Terungkapnya Ari Widyatama

"Kakek kenapa harus repot-repot seperti ini?" ucap Indira.

Tuan Aditya tersenyum mendengarnya. "Sama sekali tidak repot kalo untuk cicit Kakek yang tampan." tutur Tuan Aditya.

"Dan ini yang satu lagi untuk anak sekertaris mu."

Indira meraih ih kado itu kemudian meletakkannya di atas meja. Abian hanya menatap diam tampak acuh dengan wajahnya yang sudah babak belur.

Tuan Aditya sedang menahan tawa melihat paras suami cucunya itu.

"Apa kalian bertengkar tadi?" tanya Nyonya Ningrum pada Abian.

"Bram hanya mendapatkan keadilan saja, Mami." ucap Abian.

Indira mengernyitkan dahinya mendengar perkataan suaminya. "Keadilan atas apa, Abi?" tanyanya.

"Atas kebohongannya padaku." sahut Abian.

Indira penasaran mendengar pengakuan suaminya itu. Abian yang berada di samping Indira membisikkan sesuatu. "Aku telah menghukum Bram karena sudah berbohong jika baru melakukannya dengan Gia. Gara-Gara dia aku jadi kesulitan mengendalikan nafsuku." terangnya.

Mata Indira membulat. "Kau sudah gila? bukan karena Bram tapi memang pikiranmu itu isinya yang kotor terus." pekik Indira kesal.

"Kau membelanya?" hardik Abian yang mulai mendekatkan tatapan itu pada Indira.

"Hey...hey...hey kalian ini, ada orangtua di sini." tegur Tuan Aditya yang sudah terkekeh melihat tingkah Abian dan Indira yang terus berdebat.

"Astaga..." Nyonya Ningrum terdengar berusaha menahan tawanya seraya memegangi perutnya itu karena tidak bisa menahan lagi.

Abian pun kembali berposisi datar dengan tangan yang terus melingkar di pinggang Indira.

Gibran yang menggenggam erat kedua tangannya tampak begitu gelisah. "Kakak ipar, Mami, Kakek dan semuanya ada yang ingin Gibran katakan."

Semua diam hening menatap kearah Gibran. "Katakan." pintah Abian.

"Gibran akan melamar Maureen dalam waktu dekat ini. Saat ini Gibran meminta restu dari kalian semua."

"Gibran, apa kau yakin dengan pilihan wanita dan waktu saat ini?" tanya Abian.

"Gibran yakin Kakak ipar." jawab Gibran.

Abian menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun lagi. "Baiklah kalau itu pilihan mu Kakak mendukung mu, Gibran." ucap Indira.

"Mami, Kakek dan aunty Fani bagaimana?" tanya Gibran lagi.

"Kalau Gibran suka, Kakek bisa apa?" seru Tuan Aditya terkekeh.

Begitu juga dengan Fani, ia ikut tersenyum bahagia. "Semua keputusan ada di kamu Gibran. Aunty dan yang lainnya hanya bisa memberikan dukungan pada kalian."

Gibran tersenyum lega mendengarnya. "Jadi kapan Kakak ipar dan yang lainnya bisa ada waktu untuk ke rumah Maureen?"

"Bi...kapan?" tanya Indira menatap wajah suaminya.

"Atur waktumu saja Gibran dengan mereka, setelah itu beritahu Bram. Kami pasti akan meluangkan waktu untuk itu." ucap Abian.

"Terimakasih Kakak ipar."

Rabian kini sudah bermain di atas mobilnya di temani oleh Gibran.

"Astaga Abi, mengapa banyak sekali mainannya?" tanya Indira tak menyangka melihat tumpukan mainan Rabian yang masih banyak terbungkus.

"Kalau tidak untuk Rabian dan Rafael mau di apakan uangku ini? aku bekerja untuk kalian." tutur Abian.

Indira hanya bisa menghela nafasnya merasa menyerah jika untuk berdebat mengenai harta. Karena memang Abian tidak tahu harus melarikan uangnya kemana jika bukan dengan keluarganya.

Bahkan sebagian penghasilannya saja sudah ia salurkan pada panti asuhan milik Indira.

"Oh iya Gibran, Kakak juga ingin sampaikan tentang warisan peninggalan Papi. Kakak tidak mengambil sepeser pun. Jadi kalau Gibran ingin mengelola atau menggunakan uangnya bisa kapan pun." tutur Indira.

"Warisan, Kak?" tanya Gibran begitu terkejut.

"Iya Gibran..." Tuan Aditya pun kembali menjelaskan semua yang terjadi pada perusahaan Tuan Damar.

Gibran benar-benar tidak habis pikir mengetahui kejahatannya suami dari Fani.

"Aunty Fani yang sabar yah, Gibran benar-benar tidak menyangka jika uncle Ari bisa sejahat itu pada kita."

"Iya Gibran, aunty sudah ikhlas dengan itu semua. Aunty minta maaf yah dengan kalian, karena suami aunty kalian jadi ikut tersiksa."

Gibran menggelengkan kepalanya. "Aunty tidak perlu minta maaf. Semua sudah terjadi dan itu semua bukan keinginan aunty juga, kan?"

Fani mengangguk sedih. Ia benar mencintai suaminya. Sampai saat ini rasa cinta itu pun masih ada tapi ia tidak tahu akankah bisa menerima kembali pria itu setelah mengetahui semua yang di lakukan pada keluarganya.

"Jadi bagaimana keadaan uncle Ari saat ini?" tanya Indira.

Fani menggelengkan kepalanya memberi isyarat jika dirinya tidak tahu tentang apapun terkait suaminya itu.

"Aunty tidak lagi mau tahu keberadaan maupun kabar dia di penjara." ungkapnya.

"Fani, apa kau sudah tidak menginginkan hubungan itu lagi?" tanya Nyonya Ningrum.

"Iya aku benar-benar tidak mau lagi bersama pria seperti dirinya. Mungkin dalam waktu dekat ini aku akan menggugat cerai." ujar Fani yang membuat semuanya begitu terkejut.

***

Di sisi lain, tepatnya di kantor polisi.

"Ada apa ini?" tanya Dita yang begitu terkejut saat mendapatkan panggilan dari kantor polisi.

Tubuhnya begitu berkeringat ketakutan, meski Dita merasa tidak sama sekali melakukan kesalahan.

"Nona Dita, anda kami panggil ke kantor polisi untuk sebagai saksi salah satu wanita yang di pergunakan oleh tersangka Ari dalam hal kekerasan s*ksual." ungkap petugas kepolisian itu.

Wajah Dita begitu syok mendengar perkataan polisi itu. "Apa? saksi?" ucapnya masih tak percaya.

"Ada salah satu korban yang melaporkan perbuatan Pak Ari. Dan kami menyelidiki kasus ini telah banyak memakan korban." terang polisi.

"Apa maksud Bapak Ari Widyatama?" tanya Dita ragu.

"Iya benar, Pak Ari Widyatama."

Dita kembali mengingat jelas pria yang pernah membuat dirinya begitu hampir mati berkali-kali tiap melakukan hubungan terlarang itu.

Dita seketika memeluk tubuhnya sendiri dengan tangan yang bergemetar ketakutan. Ari Widyatama, pria yang menjadi pelanggan pertama Dita saat menjadi wanita malam hingga menjadi pelanggan terakhir.

Bukan karena Dita yang menginginkannya, melainkan karena dirinya yang selalu berusaha keras menghalalkan segala cara agar bisa kembali menjamah Dita.

"Nona Dita, anda baik-baik saja?" tanya petugas kepolisian itu tampak panik melihat Dita yang sudah tampak histeris.

Rasa trauma mengingat perlakuan Ari pada Dita masih sungguh membekas. Pria itu selalu memperlakukan wanita di atas ranjang layaknya binatang yang begitu layak ia kasari.

"Tidak...tidak...saya tidak mau, tidaaaaak." teriak Dita mencabik-cabik sendiri tubuhnya dengan kuku tangan yang tidak begitu panjang.

Dengan cepat pihak polisi wanita mendekat dan mencengkram erat kedua tangan Dita agar tidak melukai dirinya sendiri. Mereka segera membawa Dita ke salah satu ruangan yang tersedia ruang perawatan darurat.

Di sana Dita di beri obat penenang dan beberapa waktu tubuh Dita mulai melemas tidak lagi tampak melawan.

"Sepertinya dia korban yang paling merasakan kekerasan pelaku itu." tutur salah satu polisi wanita di samping Dita.

"Iya kasihan sekali, aku sangat tahu siapa wanita ini."

"Hah benarkah? siapa dia?" tanya temannya yang satu lagi.

"Dita Kebs, dia model terkenal. Mungkin dia bertemu dengan pelaku itu karena pekerjaannya yang sudah di tutup akses oleh seorang pengusaha muda itu."

Mereka tampak semakin prihatin dengan keadaan Dita. Tak lama ponsel Dita berdering di saku celana miliknya.

Salah satu polisi wanita segera mengangkat panggilan itu.

"Dita, kenapa hari ini tidak berjualan? kamu dimana? aku di depan kontrakan kamu." ucap pria terdengar dari seberang telepon sana.

"Maaf ini dengan siapa? kami dari pihak kepolisian sedang melakukan pemeriksaan atas kesaksian Nona Dita Kebs." terang petugas itu.

Wajah Luky terkejut ia meneguk kasar salivahnya mendengar kata polisi. "A-apa yang terjadi dengan teman saya dan di mana Dita?" tanyanya lagi.

"Nona Dita sedang pingsan..."

Luky sangat terkejut mendengar penjelasan dari pihak kepolisian itu. Dengan cepat ia segera melajukan mobilnya menuju kantor polisi demi Dita.

"Semoga semua baik-baik saja, Dita. Aku sangat mencemaskan dirimu." ucap Luky sangat cemas.

Beberapa wanita di ruangan yang berbeda juga tampak memberi kesaksian atas apa yang mereka alami, namun semua tidak separah yang Dita alami dari Tuan Ari Widyatama.

Kemolekan tubuh Ditalah yang membuat Ari begitu terus menginginkan keberadaan Dita. Hingga beberapa wanita itu tak lagi mendapat perlakuan tak senonoh dari Ari karena ia terus menginginkan Dita yang bersamanya.

Terpopuler

Comments

Ningsih Ndraha

Ningsih Ndraha

kasihan juga si Dita..
Hem...
semoga dia terbebas dari trauma nya..
lanjut thorr 😘 semangat

2021-03-14

1

AsKia Putri Salmani

AsKia Putri Salmani

Lanjut thor up nya

2021-03-14

1

D'vie Setya

D'vie Setya

lanjut kak... dtunggu upx...

2021-03-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!