Chapter 3. Kerinduan Abian

Abian yang menatap dalam wajah istrinya perlahan mulai mendekatkan wajahnya dengan lembutnya. Hembusan nafas keduanya saling bertemu di sana. Indira yang beberapa kali menatap wajah dan bibir sang suami merasa ada yang tidak beres akan terjadi.

Belum  sempat Indira mencegahnya, tiba-tiba suara ketukan pintu ruangan itu terdengar dari luar. Knok pintu terputar dan seketika menghentikan aksi Abian yang baru saja ingin melepaskan kerinduannya pada Indira.

Abian berdecak kesal merasa kesempatan untuknya hilang kali ini, sementara Indira sudah terkekeh melihat kekesalan suaminya.

"Syukurlah setidaknya aku tidak perlu berdebat panjang dengannya." gumam Indira tersenyum lebar.

Mata Abian menatap tajam dengan kedatangan dua sahabat istrinya itu. "Indira." Suara Kayra dan Queensya berhambur memeluk tubuh sahabatnya itu dengan menyenggol sedikit tubuh Abian.

"Sial, berani sekali mereka menyingkirkan aku dari istriku." pekik Abian dalam hatinya.

"Kalian datang ternyata." ucap Indira.

"Iya, maafkan kami selama kehamilanmu tidak bisa menjenguk karena kami sedang kembali ke Iran ada banyak pekerjaan di sana dengan rekan kerja kita." terang Kayra.

"Tidak apa-apa yang penting kalian sudah kembali lagi." sahut Indira.

Abian dengan cepatnya menduduki kursi di samping tempat tidur istrinya agar ia tidak tersingkirkan nantinya. Melihat tingkah labil Abian, Indira melirik paham jika Abian tidak akan memberi kesempatan dua sahabatnya menggantikan posisinya di sebelah Indira saat ini.

"Bi..." tegur Indira lembut dengan menatap suaminya.

Wajah Abian sudah cemberut menandakan jika ia tidak ingin di pisahkan kali ini. Abian berdecak kesal lalu memberikan kursi itu pada Kayra untuk duduk.

"Aku keluar." Suara Abian dengan wajah menekuknya melangkah meninggalkan istrinya di dalam ruangan itu bersama dua sahabatnya.

Di luar ruangan Abian merasa bosan tidak ada yang menemani dirinya. Tangannya meraih ponsel miliknya dan menghubungi Bram.

"Iya Tuan." sahut Bram.

"Keluar." pintah Abian.

"Gia, aku bertemu dengan Tuan dulu." ucap Bram dengan mendaratkan bibirnya lembut di kening Gia.

Gia tersenyum saat bibir sang suami menempel sempurna di keningnya, ia merasakan perlakuan Bram benar-benar menyentuh relung hatinya yang paling dalam. Seakan membawa ketenangan tersendiri baginya.

Bram keluar di antar dengan senyuman manis Gia, ia menutup pintu pelan agar putrinya tidak terbangun. Bram melihat sosok Abian yang duduk dengan wajah menekuknya di kursi itu.

"Bram, apa-apaan dua wanita itu datang dengan enaknya menyingkirkan aku. Mengapa tidak datang saat Indira hamil saja biar mereka yang kebingungan menghadapi ngidam istriku?"

Wajah Bram bingung mendengar apa yang Tuannya katakan, "Astaga jadi Tuan memanggilku kemari hanya untuk mendengarkan keluhannya yang seperti ini?" gumam Bram yang memutar matanya malas.

"Tapi, Tuan-" (ucapan Bram yang ingin membela Kayra dan Queensya terhenti saat mendapat tatapan tajam dari pria tampan itu).

"Kau tidak boleh membelanya, mereka salah datang di waktu enaknya saja." ancam Abian.

"Tuan, memangnya yang membuat anak itu siapa? mereka? tidak kan? lalu mengapa anda harus meminta mereka datang saat Nyonya hamil sih?" Bram hanya berani melontarkan kata-kata itu dalam hatinya menahan kekesalan pada Abian.

"Iya Tuan." jawab Bram cepat setelah dirinya sibuk menghakimi Abian dalam hatinya.

Bram yang hanya berdiri di samping Abian di tatapnya tajam. "Mengapa kau hanya berdiri?"

Segera Bram pun duduk tidak begitu berdekatan dengan Abian. "Wanita itu datang lagi." ucap Abian.

"Wanita itu? siapa Tuan?" tanya Bram penasaran.

"Kau ini benar-benar yah, belum satu hari memiliki anak sudah melupakan aku." pekik Abian.

Bram hanya berusaha sabar lagi mendengar perkataan Abian. "Maafkan saya, Tuan." ucap Bram.

"Afrah." jawab Abian tanpa mau memandang wajah sekertarisnya.

Bram sudah menduga hal ini cepat atau lambat akan terjadi, seperti dugaannya Afrah akan memaksa masuk ke dalam kehidupan Tuan dan Nyonya Malik.

"Biarkan saya melakukan sesuatu, Tuan." tutur Bram.

"Tidak, aku ingin membiarkannya dulu. Sampai sejauh mana usaha wanita itu, Bram. Biarkan saja dulu. Setelah itu aku tidak akan memberinya ampun sama seperti Dita." tutur Abian.

"Baik, Tuan. Tapi mengenai keselamatan keluarga anda ijinkan saya untuk tetap memantau pergerakannya." tutur Bram.

Abian mengangguk lalu menyunggingkan senyuman menyeringai, kedua pria itu sangatlah suka bermain game seperti ini. Sayang sekali di luar sana masih banyak sekali yang meragukan kekompakan dua pria kaku itu.

Di dalam ruang rawat Indira tampak melamun, kedua sahabatnya saling melempar tatapan. "Ra, ada apa?" tanya Kayra yang sambil menggoyang tubuhnya karena menggendong keponakan tampannya yang terlelap itu.

"Iya dari tadi kau melamun seperti ada yang kau fikirkan?" tambah Queensya.

"Tadi ada wanita datang kemari, aku tidak tahu apa tujuannya tapi yang jelas aku merasa wanita itu seperti ada niat tidak baik padaku dan Abi." terang Indira.

"Lalu tanggapan Abian bagaimana?" tanya Kayra antusias.

"Dia hanya bilang tidak akan membiarkan semuanya dengan mudah wanita itu lakukan jika berniat tidak baik pada kami." tutur Indira.

"Sudah kau jangan khawatir, itu artinya Abian akan selalu ada di sisimu. Lagi pula siapa yang tidak tahu dengan suami malaikatmu itu. Selalu berperilaku benar-benar menyeramkan, aku jadi penasaran wanita mana lagi yang berani menyodorkan nasibnya pada suamimu selain Dita?" seru Queensya.

"Iya Ra, kau tidak perlu khawatir. Suamimu itu tidak akan bisa lepas darimu. Lihatlah sedetik saja ia tidak melihatmu pasti hidupnya sudah mau mati." Kayra tertawa terkekeh hingga wajahnya memerah karena membayangkan Abian yang tadi menekuk kesal wajahnya karena di ganggu dua sahabatnya itu.

Suara tawa di ruangan itu tiba-tiba terhenti saat wajah tampan Abian terlihat menyelinap masuk ke ruang Indira. "Abi." ucap Indira terkejut saat ia tengah tertawa dengan ketiga sahabatnya.

Suasana mendadak hening, tidak ada lagi yang berani berbicara. "Lanjutlah, aku hanya ingin melihatmu saja." ucap Abian kembali menutup pintu ruangan.

Kayra dan Queensya serentak tertawa begitu juga dengan Indira, "Tuh kan benar, suamimu itu bucin akut, Ra." ledek Kayra.

"Kalian ini, kalau sampai suamiku tahu mampus kalian." ucap Indira.

"Jadi sekarang kau tidak perlu khawatir, kan? sedetik saja suamimu tidak melihatmu dia akan mati. Jadi aku rasa wanita mana pun tidak akan bisa menghapus jejakmu di hati Abian." terang Queensya.

"Iya kalian benar." jawab Indira.

"Siapa namanya, Ra?" tanya Kayra lagi.

"Rafael Malik." jawab Indira.

"Wah nama yang tampan. Wajahmu sangat mirip dengan Kakakmu." tutur Kayra sembari beberapa kali mendaratkan ciuman di wajah bayi mungil itu.

Ketiga wanita itu tengah asyik menikmati waktu temu kangen mereka hingga tidak memperdulikan nasib Abian yang begitu gelisahnya di luar.

Bram hanya memperhatikan gerak gerik Abian yang sejak tadi sudah melangkah bolak balik di depan Bram menunggu pintu ruangan itu terbuka. Namun sampai hari sudah gelap pintu masih saja belum terbuka.

"Tuan, anda bisa gila lama-lama seperti ini." gumam Bram menggelengkan kepalanya.

"Mengapa mereka lama sekali sih? aku sudah sangat merindukan istriku." umpat kesal Abian sembari meremas ujung jas miliknya itu.

"Bram, lakukan sesuatu." pintah Abian.

"Saya akan memberi tahu mereka Tuan untuk pulang." ucap Bram segera berdiri hendak membuka pintu ruang rawat Indira namun Abian menarik jas Bram.

"Tuan." ucap Bram yang terkejut saat keduanya bertabrakan tanpa sengaja. Kini Abian masih mencengkram kera jas milik Bram sementara tangannya sudah menahan tangan Bram yang hendak jatuh.

Dari kejauhan tampak Bi Qila yang terdiam mematung kembali menutup mulutnya. "Apa ini tandanya masih berlangsung?" gumam Bi Qila seraya menggelengkan kepalanya sementara mulutnya yang tercengang ia bungkam dengan cepat.

"Jangan mengusir mereka, suruh saja Dokter atau siapa pun untuk meminta istriku istirahat." pintah Abian pelan.

Bram segera pergi menemui salah satu tenaga medis untuk meminta bantuan, "Bi Qila." sapa Bram yang menatap datar pada wanita yang ia temui saat ini.

Bi Qila menatap Bram dengan raut wajah kebingungan dan syok. "I-iya sekertaris Bram, permisi." Ia berlari kecil menghindari tatapan Bram yang begitu tajam.

Meski Bram tidak sedang marah, entah pikiran Bi Qila mungkin sudah terlalu jauh berkelana hingga tubuhnya selalu merinding menatap wajah pria itu.

Bram menggelengkan kepala menatap kepergian Bi Qila. "Tuan, ini saya bawakan makan untuk anda dan Nyonya." tutur Bi Qila.

"Terimakasih, Bi. Bibi dengan siapa kemari?" tanya Abian.

"Dengan supir, Tuan." jawab Bi Qila.

Abian mengangguk lalu Bi Qila bergegas ke ruang rawat Gia, ia mengetuk pintu lalu membuka pintu itu. "Sekertaris Gia, saya membawakan makanan untuk anda dan sekertaris Bram."

"Terimakasih yah, Bi." jawab Gia.

"Baik sekertaris, Gia. Bibi pamit pulang dulu, selamat untuk kelahiran putri pertama anda." ucap Bi Qila.

Gia tersenyum lalu Bi Qila keluar dari ruangan, ia menatap Abian yang sudah duduk kembali di kursi tunggu itu. "Tuan, saya permisi pulang dulu." ucapnya.

"Iya Bi, hati-hati." sahut Abian.

Bi Qila berlalu dari pandangan Abian, ia melangkah menuju ke mobil yang sudah siap mengantarnya pulang. Selama perjalan Bi Qila beberapa kali mengedipkan matanya memijat keningnya agar pikiran buruknya itu bisa hilang.

"Mengapa sih selalu aku yang mendapatkan pemandangan aneh seperti itu? aku sungguh takut melihatnya." gumam Bi Qila yang frustasi.

Sedangkan Bram yang sudah datang bersama salah satu Dokter merasa lega, setidaknya jika Abian masuk ia tidak perlu menemani lagi pria itu di luar dengan semua keluhan tidak masuk akalnya itu.

"Tuan, ini Dokternya." ucap Bram.

"Dok, saya minta anda menyuruh istri saya untuk istirahat agar tamunya bisa pulang." pintah Abian.

"Tapi, Tuan-" (Belum sempat Dokter itu mengatakan pendapatnya Abian sudah menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya sendiri).

"Dokter tidak perlu menjawab atau menjelaskan apa pun, cukup lakukan apa yang saya mau. Cepat Dok, saya sudah sangat merindukan istri saya. Mereka itu apa tidak tahu rasanya diriku ini jika jauh dari istriku?" Abian menggerutu dengan bibir yang sedikit maju layaknya anak kecil.

Tanpa sadar perkataannya itu membuat Dokter tercengang lalu menggelengkan kepalanya, ia terkekeh dalam hatinya. Ia fikir karena kekhawatiran seorang Abian pada istrinya yang membuatnya harus meminta pasien itu istirahat, ternyata hanya karena rasa rindu yang tidak bisa terpendam walau hanya beberapa menit saja.

"Sungguh beruntung sekali Nyonya Malik mendapatkan suami seperti Tuan Abian." gumam Dokter itu dengan penuh kekagumannya.

Dokter pun masuk ke ruangan itu, di sana nampak Indira dan dua wanita cantik berwajah asing itu tengah tertawa begitu asyiknya.

"Selamat malam, Nyonya. Saya ingin memeriksa keadaan anda dulu yah." tutur Dokter dengan basa basi.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Dokter itu meminta Indira agar beristirahat dulu. Akhirnya Kayra dan Queensya pun segera pamit dengan Indira.

"Ra, kamu istirahat yah, kita balik dulu. Nanti kabari lagi kalau sudah mau pulang ke rumah. Biar kami akan menjengukmu di rumah sekalian ketemu dengan Rabian." tutur Kayra.

"Iya, kalian hati-hati yah. Aku masih sangat merindukan kalian." ucap Indira.

Ketiga wanita itu saling berpelukan dan menempelkan pipi mereka bergantian. Dokter tersenyum seraya menatap dalam. "Anda merindukan kedua sahabat anda, Nyonya. Sampai anda tidak tahu suami anda di luar sudah seperti kebakaran jenggot saja." gumam Dokter itu terkekeh dalam hatinya lalu beranjak keluar ruang rawat.

"Sudah, Dok?" tanya Abian begitu tidak sabarannya.

Belum sempat Dokter menjawabnya, kini Kayra dan Queensya sudah ikut keluar di belakang Dokter.

"Kami pulang dulu, jaga sahabat kita." ucap Kayra.

Abian hanya mengangguk kemdian ia segera masuk ke ruang rawat Indira, Bram juga segera masuk ke ruang rawat istrinya. Gia yang menatap kehadiran sang suami tampak cemberut.

"Dari mana saja? aku fikir sudah lupa jika aku di sini?" ketus Gia.

Bram menggaruk kasar kepalanya. "Di ruang Nyonya, Tuan yang gelisah sekarang giliran gelisahnya sudah hilang aku lagi yang kena semprot oleh Gia." gumam Bram menghela nafasnya kasar.

Terpopuler

Comments

Retno Marsudi

Retno Marsudi

Baper akut diriku sama kamu tuan abian malik

2021-06-26

0

harap_tenang😌

harap_tenang😌

bi qila mulai lagi deh 🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2021-04-19

0

nhiena Ali

nhiena Ali

𝖇𝖎 𝖖𝖎𝖑𝖆 𝖘𝖆𝖑𝖆𝖍 𝖕𝖆𝖍𝖆𝖒 𝖑𝖌 🤣🤣🤣🤣🤣

2021-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!