Chapter 13. Perkelahian Usai

Tuan Aditya bersama dengan yang lainnya duduk sembari berbincang-bincang dengan Gibran.

"Aunty Desi dan uncle Niko bagaimana kabarnya?" tanya Gibran yang penasaran dengan kabar kedua keluarga Tuan Damar yang tidak ikut hadir saat itu.

"Mereka masih belum juga pulang dari luar negeri." jawab Tuan Aditya.

Nyonya Ningrum yang baru saja keluar begitu antusiasnya melihat kedatangan keluarganya. Dengan segera ia melangkah menuju ke arah Tuan Aditya untuk mencium punggung tangan pria tua itu.

"Ayah bagaimana kabarnya?" tanya Nyonya Ningrum.

"Baik, Ningrum. Kamu sehat-sehat saja?" tanya Tuan Aditya.

"Iya Ayah, sangat baik. Bahkan kami tadi baru pulang dari mall bersama Rabian." seru Nyonya Ningrum.

Semua terlihat senang mendengar ucapannya. Sementara Indira yang di suruh Bi Qila agar duduk di kursi roda saja karena takut kalau sampai pendarahan akhirnya menuruti saja dengan dua pelayan yang menggendong turun Rabian dan Rafael.

"Rabian pasti rewel nanti, Nyonya." ucap Bi Qila di dalam lift.

"Tidak apa-apa, Bi. Kasihan Kakek datang jauh-jauh tidak bisa lihat cucunya." jawab Indira.

"Oh iya apa Abian sudah di beri tahu, Bi?" tanya Indira pada Bibi yang satunya.

"Belum, Nyonya." ucapnya.

"Biarkan nanti Bibi saja yang memberi tahu Tuan, Nyonya." sahut Bi Qila.

Indira pun mengangguk saja, beberapa saat lift pun terbuka. Indira sudah tersenyum lebar menyambut tatapan keluarganya.

"Kakek." ucapnya dengan terus mendekat ke arah mereka semua.

Indira memeluk Tuan Aditya dari kursi rodanya. Begitu juga dengan Fani yang memeluk Indira.

"Aduh mengapa kedua pria ini tampan-tampan sekali?" seru Fani begitu gemasnya melihat Rabian dan Rafael yang masih terlelap dalam gendongan pelayan.

"Rabian sudah besar sekali." Tuan Aditya ikut bersuara sembari mencium bergantian wajah bocah itu.

"Nyonya, Bibi permisi memanggil Tuan dulu." ucap Bi Qila.

"Oh iya Bi, terimakasih yah." ucap Indira.

Bi Qila berjalan menuju ke ruang kerja Abian dengan langkah cepatnya.

"Oh iya Indira selamat yah atas kelahiran anak kedua mu. Kakek sangat bahagia melihat kau menjadi seorang Ibu. Rasanya baru kemarin Kakek menggendong mu sekarang sudah sedewasa ini." tutur Tuan Aditya.

"Terimakasih Kakek, apa Kakek juga belum tahu kalau cucu Kakek yang itu sebentar lagi juga akan memiliki..."

Wajah Indira tersenyum menatap Gibran yang menatapnya juga.

"Gibran punya anak?" seru Tuan Aditya yang sangat terkejut.

"Apa itu artinya kau sudah menikah dan tidak mengundang Kakek mu ini, Gibran?" Tuan Aditya sudah menarik telinga cucunya.

Indira terkekeh melihat Gibran merintih kesakitan hingga wajahnya tampak memerah.

"Kakek, itu tidak benar." teriaknya hingga tanpa sadar Rabian sudah terbangun.

"Pah...Mah." panggil Rabian.

"Eh Rabian, kau sudah bangun, sayang." ucap Indira.

Tuan Aditya masih terus menarik telinga Gibran. "Ayo katakan Gibran, kapan kau menikah sampai kau tidak mengundang kakekmu ini?" pekik Tuan Aditya.

"Aduh ampun Kek, Gibran baru mau menikah bukan sudah menikah." ucap Gibran.

"Benarkah?"

"Iya Kakek."

"Indira, kau ini jahil sekali dengan adikmu." tutur Tuan Aditya.

Indira hanya tertawa geli tanpa mengatakan apa pun.

"Sini Rabian dengan Kakek ayo." Tuan Aditya mengeluarkan kedua tangannya untuk menerima tubuh cucunya.

Di ruang kerja Abian, Bi Qila tampak kebingungan mencari Tuannya. "Dimana Tuan? bukankah tadi katanya di ruang kerja?" tanyanya dalam hati.

"Sebaiknya aku meminta bantuan yang lainnya saja." ucap Bi Qila segera meraih ponsel di saku jasnya dan menghubungi pelayan lainnya.

Segera mereka semua berpencar mencari sosok pria tampan pemilik rumah megah itu.

Tak lama setelahnya ponsel Bi Qila kembali berdering.

"Tuan ada di ruang olahraga." ucap pelayan dengan suara paniknya.

"Di ruang olahraga?" tanya Bi Qila tampak bingung karena yang ia tahu Abian pergi ke ruang kerjanya.

Segera ia menuju ruangan yang di beritahu barusan.

Langkahnya yang begitu cepat kini mengantarkan Bi Qila pada ruang olahraga yang terdengar suara teriakan dari Bram beberapa kali.

"Maafkan saya, Tuan." teriak Bram terus menerus.

Bi Qila dan salah satu pelayan itu memperhatikan dari luar ruangan. Kedua wajah mereka begitu syok melihat Bram beberapa kali mendaratkan pukulan pada Abian.

"Gawat, ini bukan latihan atau olahraga namanya. Mereka sepertinya berkelahi." ucap Bi Qila.

"Iya, Tuan dan sekertaris Bram sepertinya berkelahi. Kita haru cepat beritahu Nyonya." ucapnya.

Segera pelayan itu di perintahkan untuk memberitahukan Nyonya Indira di lantai bawah.

"Nyo-nya, Tuan Nyonya." ucapnya dengan wajah panik saat itu.

Indira dan yang lainnya masih tampak tersenyum tiba-tiba panik saat mendengar laporan jika suaminya tengah berkelahi dengan sekretarisnya.

"Ada apa, Bi?" tanya Indira.

"Itu Nyonya, Tuan berkelahi dengan sekertaris Bram." terangnya.

"Astaga, Abi. Bibi ayo antar saya." ucap Indira dengan tergesa-gesa meminta pelayan itu mendorong kursi rodanya semua yang ada di ruangan itu pun ikut menemui Abian.

karena Alif tidak cukup akhirnya mereka berbagi dua. Setelah tiba di ruang yang dituju, ia begitu kaget melihat perkelahian Abian.

"Abi, ada apa ini?" teriaknya.

Abian dan Bram kaget bersamaan saat melihat ramainya orang yang melihat mereka.

"Tuan," ucap Bram.

Segera Abian dan Bram menghentikan aksi mereka dan memakai pakaiannya masing-masing.

Abian tampak terburu-buru menghampiri Indira.

"Ada apa, Sayang? mengapa ramai sekali?" tanyanya penasaran.

"Kata Bibi kalian berkelahi, apa masalah kalian?" tanya Indira.

"Papah, Mah." Rabian tiba-tiba menangis saat melihat wajah Abian sedikit memar karena pukulan Bram.

Begitu juga dengan sebaliknya, Bram sedikit memar di bagian tulang pipinya.

"Kami tidak berkelahi. Ayo turun." ajak Abian mendorong kursi roda Indira.

Semua hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Abian dan Bram saat tadi.

"Rabian, Papah tidak apa-apa. Jangan menangis." ucap Gibran yang menggendong keponakannya itu.

"Aku membersihkan tubuh dulu yah." tutur Abian yang sudah mengantarkan istrinya di lantai bawah itu.

Sedangkan Bram yang menuju ke kamarnya membuat Gia tampak syok.

"Astaga, mengapa wajahmu babak belur seperti itu?" tanya Gia.

"Biasalah." sahut Bram acuh.

"Biasalah bagaimana? itu babak belum Huby?" tanya Gia lagi.

Bram hanya menghela nafasnya kasar. "Tuan mengajakku boxing." terangnya.

"Apa kalian kurang kerjaan?"

"Entahlah."

Bram masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh lalu ia memilih untuk membaringkan tubuhnya dengan handuk yang masih melilit di pinggang kekarnya.

"Aku ambilkan baju dulu." ucap Gia.

"Jangan, aku sedang malas memakai baju." jawab Bram menahan langkah Gia yang ingin beranjak dari tempat tidurnya.

"Sini peluk aku saja." ucapnya sembari membenamkan tubuh Gia ke dalam pelukannya.

"Aw." rintih Gia yang merasa kesakitan di bagian jahitannya saat Bram begitu aktif memeluk dirinya.

"Apanya yang sakit?" tanya Bram.

"Yah itunya, apalagi kalau bukan itu." ucap Gia.

"Yasudah jangan memeluk ku, biarkan aku saja." pintah Bram.

"Bukannya dari tadi kau yang memeluk ku?" sahut Gia.

Bram menahan wajahnya yang kesal, dan melepaskan pelukannya. "Kau tidak mau ku peluk?" tanya Bram.

"Mau." sahut Gia tersenyum.

Keduanya kembali berpelukan dalam heningnya ruangan itu. Belum lama kedua saling melepaskan rindu, kini sudah terdengar suara tangis Raina.

"Sebentar aku yang menggendongnya saja." ucap Bram.

Bram beranjak turun dan meraih tubuh bayi yang menangis itu. Gia terkekeh melihat tangan Bram yang begitu kaku.

"Gendongan mu masih saja sama ternyata seperti saat Tuan muda Rabian bayi." ucap Gia.

"Iya kan aku beluk pengalaman." sahut Bram yang tak mau kalah.

"Makanya cari pengalaman." ketus Gia.

"Oke, nanti setelah ini aku coba menikah sama janda anak satu buat pengalaman."

Mendengar perkataan Bram mata Gia membulat marah.

Tangannya hampir saja melemparkan bantal yang ia peluk. Namun Gia sadar jika Bram tengah menggendong anaknya.

"Hahaha kan kau yang suruh cari pengalaman. Kalau aku menikah dengan gadis tentu sama saja." tutur Bram lagi.

"Awas yah, kalau kau mau joko mu itu ku patah tiga." ancam Gia.

Bram tertawa puas melihat kemarahan istrinya, namun dengan cepat ia mendaratkan ciuman di wajah Gia beberapa kali hingga Gia yang tanpa sengaja meraih wajah Bram menyentuh bagian memar itu.

"Ah." rintih Bram kesakitan.

"Sakit?" tanya Gia.

"Iya sakit, kalau tidak untuk apa bersuara?" ketus Bram.

"Uh sini sini." Gia meraih wajah suaminya dan mendaratkan satu ciuman di bagian yang memar itu.

Bram tersenyum senang mendapat kiss dari istrinya.

"Yang ini, yang di sini juga sakit." Bram menunjuk beberapa bagian wajahnya agar Gia menciumnya.

Kemudian ia menunjuk bagian bibirnya. "Di sini juga sakit." tutur Bram.

"Ah sakit." rintihnya saat Gia mencubit bibir suaminya.

Gia tertawa melihat kekesalan Bram karena ulahnya.

"Makanya jangan bohong," ledek Gia.

"Kamu yah mulai berani." Bram memeluk Gia dengan eratnya.

Mereka berdua menikmati pelukan itu, beruntung Raina yang sudah kembali terlelap di tempat tidurnya setelah Bram menggendongnya masih tidak terbangun juga mendengar suara ribut kedua orangtuanya.

Bram dan Gia kini memilih untuk beristirahat.

Sementara Abian yang baru selesai membersihkan tubuh kini turun kembali menghampiri keluarga Indira.

"Abi, wajahmu babak belur begitu." tutur Indira cemas.

"Tapi masih mempesona kan?" goda Abian dengan percaya dirinya.

Indira yang tadinya cemas jadi kesal mendengar perkataan suaminya. Tuan Aditya pun ikut terkekeh bersama Nyonya Ningrum mendengar Abian memuji dirinya sendiri.

"Sudahlah jangan mengajakku berkelahi di depan Kakek." sahut Indira.

"Ini Kakek bawakan hadiah untuk Rabian dan adiknya yah. Mungkin harganya tidak seberapa." ucap Tuan Aditya menyodorkan dua dus kado yang sudah terbungkus rapi.

"Kakek tidak perlu repot-repot seperti ini." tutur Indira.

Terpopuler

Comments

D'vie Setya

D'vie Setya

lanjut thor..

2021-03-13

1

Nur LloVve

Nur LloVve

Di tunggu feedback nya yah kak.Kalo udah feedback komen aja yah,ntar aku kasih vote karya kakak.
#I'm A Special Girl

2021-03-13

0

Ningsih Ndraha

Ningsih Ndraha

ngakak pas ..Bram bilang"Biasalah"
wkwkwkkw 😂😂

makin mesra aj gua sama Bram. ..
mwehehehehe 🤭:v
lanjut thorr semangat

2021-03-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!