Happy Reading
***
Lucas POV
Panggil aku Lucas dan bukan Edward.
Jiwa Edward sudah tertidur sejak dua hari yang lalu. Aku benci ketika dia menguasai tubuh ini. Dia terlalu lambat. Tiga hari sia-sia dan aku menunggu dia bertindak untuk mendekati Jasmine, tapi dia membawa tubuh ini sejauh mungkin dari Jasmine.
Namun, pada akhirnya Edward hanya membuatku muak dan aku kembali menguasai tubuh ini lagi. Aku kembali ke apartemen dan mengamati Jasmine. Aku memasang beberapa alat pendengar dan kamera tersembunyi di apartemennya.
Tenang, aku tidak menaruhnya di dalam kamar mandi dan kamarnya atau tempat pribadi lainnya. Beberapa orang jika tinggal sendiri mungkin hanya akan memakai pakaian dalam saja selama di rumah. Namun, tidak pada Jasmine. Aku selalu berharap dia begitu, tapi sialnya Jasmine selalu memakai pakaian lengkap.
Edward menentangku tentang ide memasang kamera dan penyadap suara, tapi seperti biasa.. Aku berhasil menguasai tubuh ini dan menyuruh anak buah kepercayaanku melakukan pekerjaan tersebut. Pada akhirnya, Edward si sialan itu tetap ikut menonton kegiatan Jasmine sehari-hari lalu berpura-pura bertemu dengannya seolah pertemuan itu tidak disengaja
Aku melihat Jasmine bekerja keras beberapa hai ini untuk membuat sketsa sialan yang diinginkan Jessi, Ibunya. Dia benar-benar wanita sialan yang tidak tahu diri. Jessi membuatku naik pitam. Bagaimana bisa dia tidak menghargai pekerjaan yang dilakukan Jasmine. Sudah sejak dulu aku ingin membunuhnya, tapi Edward selalu berhasil menahan tubuh ini.
'Dia tetaplah Ibu, Jasmine...' Itulah yang kerap dan selalu dikatakan Edward padaku. Si jiwa sialan berhati lembek.
Aku melihat Jasmine meneguk habis anggurnya. Jelas dia seorang peminum yang hebat, tapi dia tidak mudah mabuk. Aku sudah mengamatinya selama ini. Aku melihat dia bergerak dari ruang kerjanya menuju dapur, bisa kutebak dia sedang memeriksa sisa alkohol yang dia miliki.
"Kau sudah menghabiskan botol terakhirmu, Nona manis..." aku berkomentar saat melihat dia mengerutkan dahi karena menyadari dia sudah kehabisan alkohol.
Dia menggigit bibir bawahnya dan aku menelan air liurku. Aku mengelus daguku dan membayangkan aku menggigit bibir bawahnya tersebut. Aku mendengus kesal melihat dia hanya memakan dua roti tawar polos. Itu adalah makanan pertama yang masuk ke dalam tubuhnya sejak kemari malam. Aku kesal dengan kebiasaan buruknya ini.
Aku selalu memiliki skenario dalam kepalaku bahwa aku akan mengikat Jasmine di kursi kemudian memaksanya makan. Sejujurnya aku memiliki banyak skenario hebat dalam otakku. Banyak hal yang ingin kulakukan pada Jasmine, termasuk membuat dia telanjang dan menyetubuhinya sesuka hatiku.
Aku akan menggigit bibirnya.
Meremas dan menghisap dadanya yang ranum.
Menikmati kulitnya yang putih pucat.
Membuat dia mengerang sepanjang malam.
Menyetubuhinya hingga dia kesusahan berjalan.
Saat ini, aku benar-benar ingin menyentuhnya. Benar-benar sangat ingin.
Aku meremas pinggiran meja, menahan hasratku dan kembali fokus kepada Jasmine yang sudah keluar dari kamar, berpakaian lengkap. Jelas dia tengah pergi ke suatu tempat. Aku mengambil ponselku dan segera berdiri, berusaha mencari tahu akan pergi ke mana dia di hari yang dingin ini.
Saat aku sudah berdiri di pintu keluar, aku segera menekan tombol interkom pintu sehingga aku bisa melihat Jasmine lewat. Namun, secara mengejutkan aku melihat Jasmine berdiri di depan pintuku. Wajahnya memenuhi layar interkom. Dia mengangkat tangannya hendak menekan tombol pintu.
Aku berdiri di sana dan menatap dia yang penuh keraguan. Dia jelas tidak akan menekan itu. Sedetik kemudian aku melihat tangannya membeku, dia tidak menekannya. Dia menarik tangannya dan memasukkan ke dalam kantong jaketnya lalu pergi begitu saja.
Aku menarik napas. Andai.. Andai dia menekan bel itu, aku tidak akan segan-segan menyetubuhinya saat itu juga di apartemenku ini. Namun, dia cukup bijak dengan tidak menekan tombol itu. Beberapa saat kemudian, aku keluar dari apartemen dan berjalan menuju mobilku yang terparkir di depan lobi gedung apartemen.
"Sir..." sapa Alberto, anak buah ku yang paling setia dan yah.. Dia hanya setia padaku dan bukan Edward.
"Ikuti dia..."
****
Dalam hitungan menit, aku menemukan lokasi tempat Jasmine belanja. Aku mengikutinya dari belakang dan aku begitu kecewa ketika dia hanya mengambil tiga bungkus roti gandum. Daging. Sayur. Buah-buahan. Dan kau hanya mengambil roti hambar?! Ketika kau menjadi milikku seutuhnya suatu saat, aku pastikan kau makan banyak.
Dia memakai jeans lagi. Sekian banyaknya model pakaian di dunia ini, dia hanya suka memakai jeans. Namun, setidaknya aku bisa menikmati tubuhnya dari belakang. Pinggulnya tidak lebar, tapi itu pepat dan penuh. Aku benar-benar ingin memukul bokongnya saat ini juga.
Aku melihat dia mengambil lima bir murahan ke dalam trolinya. Aku mendengus. Selera minumnya sangat murahan. Aku menggeleng kecil ketika dia memasukkan dua botol anggur merah murahan. Seseorang harus mengajarimu hidup sehat, Miss Jasmine Brown dan itu adalah aku.
Jasmine menyentuh jajaran botol vodka dan whisky dengan jemarinya yang putih dan lentik. Dia mengambil vokda dan whisky di kedua tangannya. Kau yakin minum itu sendiri? Ckck....
"Aku akan mengambil keduanya jika jadi kau..." ucapku dan dia segera menoleh ke arahku. Dia terkejut dan sebentar kemudian wajahnya tersipu. Aku tersenyum miring.
Aku berbicara berbasa-basi, tapi sepenuhnya perhatianku pada wajahnya yang memerah. Begitu menggoda. Kulitnya putih pucat bersih. Membuat warna rona merah itu begitu menggoda. Jasmine menyelipkan anak rambutnya ke balik telinga, memperlihatkan daun kupingnya yang memerah.
Dia pasti kedinginan.
Dia bertanya apa yang kulakukan disini dan aku menjawab sedang mencari sesuatu.
"Apa?" tanyanya seraya mendorong trolinya. Ingin rasanya aku membantunya mendorong itu.
"Sesuatu dan untungnya aku sudah menemukannya...." jawabku singkat.
Aku tersenyum kecil.. Aku sedang mencarimu, Jasmine.
Aku menawarkan tumpangan mobil padanya. Awalnya, ada keraguan di wajahnya, tapi dia segera mengiyakannya. Aku mendesah penuh kelegaan di dalam diriku. Yah.. Selangkah lebih maju. Lihatlah jika au yang bertindak, cepat dan tepat. Dan bukan seperti Edward... Si lambat sialan..
****
Jasmine POV
"Biar aku membawanya..." ucap Edward dan segera mengambil dua kantong belanjaanku di kedua tangannya.
Aku tersenyum kecil, "Thank you..."
Aku berjalan beriringan dengan Edward lalu melihat pintu sebuah mobil --yang tidak kuketahui brandnya, tapi terlihat mewah dan mahal-- dibuka oleh sosok tinggi, botak, berwajah seram, dan mengenakan setelan jas. Edward memberikan kantong belanjaanku kepada supir tersebut.
"Silakan masuk..." ucap Edward padaku dan dengan canggung aku masuk ke dalam mobil karena seumur hidup belum pernah ada orang yang pernah membuka pintu mobil untukku. Aku mencium wangi nyaman dari dalam mobil. Interior dalam mobil ini pun jauh lebih mewah dari mobil Jessi. mataku berusaha mencari 'sesuatu' yang dibeli oleh Edward, tapi aku tidak menemukannya. Mungkin di simpan di bagasi?
Edward masuk dan duduk di sampingku kemudian diikuti oleh supir berwajah serama itu di bagian setir. Dia tersenyum kecil padaku dan aku tersenyum canggung. Well... Kecanggunganku bertambah setelah mengetahui Edward ternyata kaya. Aku penasaran jenis pekerjaan apa yang dia lakukan.
Dia mengenakan setelan jas, seorang pebisnis?
"Belanjaanmu lebih banyak alkocol dari pada makanan." Edward memecahkan kesunyian saat jarak ke gedung apartemen kami semakin dekat. Yah.. mengingat itu hanya berjarak sekitar dua blok ke supermarket.
"Aku masih memiliki banyak stok makanan di apartemenku..."
"Kuharap kau makan dengan benar, Jasmine..." dia mengucapkan namaku begitu... Posesif? Nada bicaranya lebih terdengar seperti perintah dari pada saran.
"Aku makan dengan sehat..." ucapku. Bagiku makan sehat adalah makan saat kau lapar.
Dia tersenyum ke arahku dan detik itu pula mobil melambat. Bunyi ponsel berdering dan itu ponsel Edward. Dia merogoh sakunya dan melihat sesuatu di layarnya. Dia segera memasukkannya kembali ke dalam saku mantelnya lalu beralih ke arahku.
"Kuharap aku bisa kembali ke apartemen juga, tapi sayangnya aku memiliki urusan mendadak.. " ucapnya, "Alberto, bisakah kau membawa belanjaannya ke--"
"Tidak perlu..." aku buru-buru memotong perkataan Edward, "Aku bisa melakukannya sendiri..." Aku segera membuka pintu, diikuti oleh Edward yang memegang dua kantong belanjaanku.
"Kau tidak perlu repot-repot turun.." ucapku ramah seraya mengambil kantong belanjaanku, "Terima kasih atas tumpangannya...."
"Dengan senang hati..."
"Kalau begitu... Sampai jumpa..." aku menjilat permukaan bibirku yang terasa kering.
"Jaga kesehatanmu dan jangan terlalu banyak minum...."
"Yah.." bisikku.
"Sampai jumpa, Jasmine..."
Aku menatap kepergiannya dan merenung betapa aksennya saat bicara membuatku terpesona. Terutama saat dia menyebut namaku. Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya, setelahnya aku beranjak dari sana dan pikiranku penuh dengan wajah Edward.
****
MRS FOX
Karakter pria disini hampir mirip di Because Of You. Scout yang keras sepert Lucas dan Harry yang lembut seperti Edward. Bedanya Lucas dan Edward satu raga/ satu badan. Kuharap kalian gak bingung. Di chapter berikutnya, aku bakal ceritain semua kok. Awal Edward memiliki alter ego, gimana awalnya Lucas terobsesi sama Jasmine, dan semuanya. Aku bakal ceritakan tahap demi tahap. Sabar yah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nina Melati
Aku sabar menunggu Thor.
2022-12-03
0
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
sifat baik edward sifat buruk lucas
2022-10-05
0
Nuraini Aini
ok siap thor q akan sbr
2022-07-05
0