Happy Reading
****
Jasmine POV
Aku melihat furniturenya yang begitu otentik dan sangat klasik. Tempatnya cukup luas dan ada jendela besar yang dipermak sedemikian rupa yang menampilkan pemandangan air sungai. Cahaya kuning begitu mendominasi tempat ini. Begitu tenang. Ah.. dan musik piano yang terdengar dari loudspeaker.
"This way..." ucap pelayan seraya mengarahkan kami ke meja yang bersampingan dengan jendela tersebut. Edward menarik kursi untukku dan aku tersenyum kecil sebagai tanda terima kasihku.
Pelayan tersebut memberi buku menu untukku dan Edward. Aku menatap semua makanan yang berbahasa Prancis, untung menu di sana juga menampilkan gambar. Aku bukan penikmat makanan jadi yah... Aku tidak terlalu tahu entah makanan apa yang harus kumakan.
Aku melirik Edward dari balik buku menuku dan dia tengah menatapku lekat. Aku segera menyembunyikan wajahku di balik buku menu. Tiba-tiba, Edward menarik buku menu tersebut ke bawah sehingga memaksaku untuk menunjukkan wajahku.
"Apa yang kau inginkan?" tanyanya.
"Aku akan memesan apa yang kau pesan..." ucapku dengan senyum konyol. Sejujurnya aku tidka tahu ingin memesan apa.
Edward menoleh ke arah pelayan tersebut, "Dua steak sapi, satu hati angsa panggang, dua kentang tumbuk, dan setengah porsi salad...."
"Minuman, Sir?" ucap pelayan seraya menulis pesanan Edward.
"Dua gelas Anggur Berdoux.."
"Sekarang kami menjual perbotol, sir..."
"Kalau begitu satu botol..."
"Makanan pencuci mulut, sir?"
"Kami akan memesannya setelah menu utama..."
"Yes, Sir.. Silakan menunggu.." ucap pelayan seraya mengambil kembali buku menu tersebut. Setelahnya, dia pergi.
"Kelihatannya kau sudah sering datang ke sini...." ucapku setelah dia beralih tatapan ke arahku.
"Begitulah.. Aku suka masakan di sini sejak dulu..."
Aku melihat sekitar dan orang-orang berbincang-bincnag hangat.
"Aku suka suasananya..." bisikku lalu melihat ke arah sungai yang tenang, "Itu terlihat sangat dingin..." ucapku secara random.
"Apa yang terlihat dingin?"
Aku segera menoleh ke arah Edward yang sedikit bingung.
"Umm.. Maafkan aku. Terkadang aku selalu mengutarakan apa pun yang ada di otakku..." aku tertawa kecil.
Dia menatapku lekat seolah menungguku menjawab pertanyaannya.
"Sungainya.. Itu tampak dingin, dalam, dan.... Misterius.." suaraku semakin kecil saat mengucapkannya.
Itu seperti dirimu, Edward.
"Itu tidak, Jasmine.." ucapnya, "Itu hanya perspektif dari sudut pandangmu. Bagaimana kau tahu itu dingin jika kau belum merasakan air itu. Bagaimana kau tahu itu dalam jika kau belum pernah masuk ke sana. Dan itu tidak akan misterius jika kau menyentuh dan melihat sendiri seberapa dalam air sungai itu..."
Dia benar. Sebelum menilai sesuatu, aku harus mengenalinya dulu. Seperti Edward. Aku harus mengenalinya sebelum aku menilainya secara jauh.
"Tapi itu tidak apa... Semua orang memiliki pandangannya masing-masing..."
Aku tertawa kecil, "Kau benar soal sungai itu. Aku terlalu cepat menilai seuatu sebelum mengenalinya..."
"Itu manusiawi, Jasmine...."
Seorang pelayan tiba-tiba datang dan menyajikan empat gelas margartitta. Satu teko besi dan satu botol anggur Berdoux. Aku bertatapan dengan Edward karena kegaduhan kecil itu. Tampaknya pelayan masih baru di sini.
"Ups.." ucap pelayan wanita tersebut seraya mengambil kembali anggur itu, "Seharusnya tutup botolnya di buka..." dia mengmabil botol tersebut lalu membuka penutup gabus botol tersebut. Ada suara decit mengerikan di sana dan aku bisa melihat wajah terganggu Edward.
"Biarkan aku saja..." ucap Edward dan segera mengambil botol itu. Aku melihat tangan mereka secara tidak sengaja bersentuhan dan membuat pelayan wanita tersebut tersipu. Hey girl! Dia teman kencanku.
"Sorry...." ucapnya pelan seraya menyelipkan rambutnya di balik telinga, seolah ingin menarik perhatian Edward.
Edward menarik tutup botol tersebut dengan alatnya hingga menampakkan urat tangannya. Wajah kerasnya. Uh... Dia benar-benar panas. Dan.. Hop. Itu terbuka.
"Kami akan menuangkannya sendiri.." ucap Edward sebagai usiran halus bagi pelayan wantia itu. Haha. Aku senang bukan kepalang. Pelayan tersebut segera peergi membawa nampan dan pembuka penutup botol tersebut.
Edward menuangkan anggur tersebut ke gelasku dan gelasnya.
"Thank you.." bisikku.
"Jadi.. Sampai di mana pembicaraan kita tadi?" ucap Edward seraya menaruh botol itu lagi.
"Sungai?"
"Kau benar.. Jadi, Bagaimana kau menghabiskan waktumu satu pekan ini?"
"Apalagi kalau bukan melukis... It's my life.. So yeah.. Aku menghabiskan hampir seluruh waktuku di rumah untuk melukis dan menggambar..."
"Kau tidak bekerja untuk sebuah instansi atau perusahaan?"
Aku tertawa canggung, "I'm freelencer..." ucapku lalu aku menarik napas dan menbuangnya perlahan.
Aku mengambil anggurku dan segera menyesapnya perlahan. Itu mengirim rasa hangat di seluruh tubuhku dan membuatku lebih rileks. Ah.. Terkadang, saat Edward menanyaiku tampak seperti ingin mewawancaraiku saja. Mungkin begitukah dia berinteraksi sosial? Selalu mengintimidasi.
"Ah.. Maafkan aku. Aku tau kita baru bertemu beberapa kali dan berani bertanya tentang itu..." ucap Edward dan itu tampak tulus. Terkadang dia mengintimidasi, sebentar lembut, sebentar lagi.. Ahk.. Dia seperti memiliki banyak sisi dalam satu tubuh.
Aku menggeleng pelan, "No.. Tak apa. Aku melukis dan aku melakukannya. Aku pernah bekerja pada sebuah penerbitan yang memberiku gaji dan tunjungan yang cukup tinggi, tapi aku tidak menyukainya.. Itu tidak membuatku bebas dalam berkarya dan berekspresi..."
Aku ingat sekitar dua tahun lalu bekerja pada sebuah penerbit. Hari-hariku terasa berat dan tertekan karena bosku selalu mengkomodirku. Bagaimana gambarku, bagaimana bentuknya, warna, dan segalanya. Aku ingat dia menyuruhku menggambar ilustrasi yang dilebih-lebihkan untuk menghina seseorang.
Menjatuhkan seseorang melalui gambar ilustrasiku.... Itu benar-benar mimpi buruk bagiku. Aku ingat jelas bagaimana kejatuhannya karena berita buruk itu. Hinaan masyarakat tidak henti-hentinya pada dia hingga dia berakhir dengan membunuh dirinya sendiri. Aku terlibat secara tidak langsung dalam kematiannya.
Itu mengirimkan banyak mimpi buruk bagiku. Aku selalu membayangkan bagaimana dia menghadapi hari-harinya sendiri dengan kuat. Membayangkan betapa kesepiannya dia. Membayangkan dia membunuh dirinya sendiri di malam yang sepi dan gelap tanpa ada yang mengetahui....
"Jasmine..."
Suara Edward menyadarkanku dari lamunanku. Aku merasakan setetes air mata mengalir di pipiku.
"Oh my..." aku segera melap air mataku dan tertawa canggung, "Sial... Maafkan aku. Maaf..."
Edward berdiri dan aku segera mengarahkan telapak tangan kananku ke arahnya, "Stop..." ucapku lembut seraya tertawa.
"Aku baik-baik saja... Serius.Kumohon kembalilah duduk..." ucapku pada Edward yang wajahnya keras dan tajam. Dia kelihatan marah, tapi aku tidak tahu dia marah karena apa.
"Kau serius? Kita bisa pergi sekarang dan pulang.."
"No.. No, Edward. itu hanya akan membuatku semakin buruk. Aku tidak mau menghancurkan hari yang indah ini..." ucapku seraya tersenyum hangat, berusaha menyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.
Dia menatapku keras dan serius.
"Kau yakin?"
"Yah... Sangat yakin."
****
MrsFox
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
dewi
kenangan buruk.. ilustrasi yg buat org bunuh diri.. 🤔🤔🤔
2022-04-19
0
𝕭𝖚𝖊 𝕭𝖎𝖒𝖆 💱
ohh jasmine...
2021-09-07
0
Ero
makin penisirin
2021-07-21
0