Sudah satu minggu ini Felicia merasa hidupnya seperti seorang buronan. Kemana saja dia pergi selalu melihat sosok Alfredo, sehingga terpaksa dia mengubah jadwal dan rute yang selama ini dia tempuh. Semua demi menghindar dari psikopat gila yang kerap membuntutinya tersebut.
" Nich minum dulu ", tepuk Ajeng dupundak Felicia dari belakang sambil menyerahkan sebotol air mineral dingin.
" Apaan sih Jeng, bukin kaget aja ", semprot Felicia dengan wajah kesal.
"Habisnya kamu seperti pencuri saja, jalan mengendap - endap gitu ", ucap Ajeng tidak kalah sewotnya.
" Lagi ngehindarin siapa sih sampai segitunya ", ucapnya lagi.
Feliciapun menjawabnya dengan mengangkat bahu dan kemudian pergi begitu saja.
" Orangnya gimana...cakep tidak... ana kampus kamu ya... " ucap Ajeng dengan senyum mengoda.
Ajeng yang masih belum mendaparkan jawaban apapun dari mulut Felicia terus membuntutinya hingga Felicia jenggah.
" Sudah sana kedepan bantuin Sari, aku mau istirahat sebentar ", usir Felicia sambil merebahkan dirinya disofa.
Ajeng yang merasa dicuekin oleh Felicia merasa sebal dan segera meninggalkan ruang kerja Felicia saat melihat sahabatnya tersebut itu memejamkan mata.
Setelah selesai membantu Sari, Ajeng kembali keruang kerja Felicia sambil membawa spaghetti seafood dan jus jambu kesukaan Felicia.
Ajeng menatap sendu sahabatnya yang masih tertidur pulas disofa. Setelah meletakkan nampan diatas meja, dia berjongkok diaamping Felicia.
Dirapikannya beberapa rambut uang menutupi wajah cantik Felicia. Pikirannya melayang kemasa pertama kalinya dia bertemu dengan Felicia, gadis cantik yang ceria dan baik hati.
Saat itu Ajeng sedang berdiri kebingungan di depan apotik. Dinginnya udara malam tidak dia perdulikan. Saat ini dia harus segera menebus obat untuk ibunya.
Beberapa kali dia bolak - balik melewati jalan yang sudah dilaluinya, tapi tidak ditemukan dompetnya itu.
Jika dompet itu tidak ketemu, bagaimana dia harus menebus obat untuk ibunya. Tidak mungkin juga dia balik kerumah denga. tangan kosong.
Saat itu, Felicia yang kebetulan habis membeli vitamin diapotik, menghampiri Ajeng yang masih terlihat kebingungan mencari dompetnya.
" Apa sudah ketemu...? aku lihat dari tadi kakak mondar - mandir mencari sesuatu ", tanya Felicia.
" Belum...dompetku masih belum ketemu ", ucap Ajeng sambil menangis.
" Kita cari sama - sama yuk kak, siapa tahu masih bisa ketemu ", ucap Felicia dan dibalas anggukan oleh Ajeng.
" Oya, namaku Felicia. Nama kakak siapa...", tanya Felicia sambil tersenyum.
" Aku Ajeng", ucap Ajeng datar.
" Mari kak Ajeng kita cari dompetnya sebelum tambah malam ", ucap Felicia yang langsung mengandeng tangan Ajeng untuk mencari dompetnya.
Sudah lebih dari satu jam mereka mencari dompet tersebut, tapi hasilnya nihil. Ajeng yang sudah kelelahan hanya bisa menangis pasrah memikirkan nasibnya.
Felicia yang melihat Ajeng menangis segera memeluknya erat, tak terasa air matanyapun terjatuh.
" Memang berapa uang yang diperlukan kakak untuk menebus obatnya, siapa tahu aku bisa membantu ", ucap Felicia sambil mengusap airmatanya.
" Satu juta lima ratus ", ucap Ajeng sesengukan.
" Kalau begitu mari kita tebus obatnya sebelum apotik tutup ", ucap Felicia sambil berdiri dan menarik tangan AJeng.
" Ayo kak, jangan diam saja. Anggap saja uang ini kakak pinjam dari aku, nanti kalau kakak sudah ada uang bisa kakak kembalikan ", ucap Felicia sambil tersenyum.
Sejak saat itu hubungan Ajeng dan Felicia menjadi dekat. Bahkan Ajeng sudah menganggap Felicia sebagai adiknya. Begitu juga dengan keluarga Ajeng yang sudah menganggap Felicia sebagai anak kandung mereka.
Felicia yang merupakan anak yatim piatu sangat bahagia bisa berada ditengah - tengah keluarga Ajeng yang hangat.
Meski mereka bukan keluarga berada, tapi kasih sayang yanh diberikan kepada Ajeng dan Felicia sangatlah besar, mengingat Ajeng adalah anak tunggal, jadi mereka sangat bahagia saat Felicia hadir di tengah - tengah mereka.
Persahabatan yang telah terbina selama empat tahun tersebut membuat Ajeng mengetahui bagaimana sifat dan sikap Felicia.
Dan saat ini, melihat kondisi Felicia seperti ini membuat Ajeng merasa sedih.
Sebenarnya gelagat aneh Felicia sudah terlihat dari tiga bulan yang lalu. Dimana sahabat sekaligus orang yang sudah dianggap sebagai adiknya tersebut terlihat sangat murung dan menjadi pendiam. Tapi dia juga tidak berani terlalu ikut campur kedalam masalah pribadi Felicia jika bukan Felicia sendiri yang bercerita.
Tapi untungnya kondisi tersebut hanya berlangsung selama dua minggu, selanjutnya Felicia sudah bersikap normal seperti biasanya.
Saat itu Ajeng mengira bahwa Felicia hanya stres dengan skripsinya. Karena yang dia tahu Felicia saat itu sedang berjuang agar pengajuan skripsinya segera disetujui sehingga dia bisa lulus tahun ini.
Tapi sekarang melihat Felicia menghindari seseorang sampai seperti ini membuatnya curiga.
Apalagi kondisi Felicia seminggu terakhir hampir sama dengan kejadian tiga bulan yang lalu.
Hal tersebut membuat Ajeng yakin bahwa orang yang berusaha dihindari oleh Felicia berkaitan dengan kejadian tiga bulan yang lalu.
" Tapi siap dia, kenapa Hal ini sangat menguncang Felicia ", batin Ajeng.
Lamunan Ajeng buyar saat tiba - tiba tangan Felicia menyentuh pipinya. Ajeng yang kaget, berusaha tersenyum didepan Felicia. Dia tidak mau kalau sampai Felicia curiga terhadapnya.
Dengan lembut, dia menyuapin Felicia dengan makanan yang telah dibawanya. Meski lidahnya terasa pahit, tapi Felicia tidak mau mengecewakan Ajeng. Spaghetti tersebut dia makan sampai habis, selaanjutnya dia menghabiskan jus jambu favoritnya.
Melihat senyum yang terpancar diwajah Ajeng membuat hati Felicia terasa hangat. Sebenarnya Felicia ingin menceritakan suanya kepada Ajeng. Tapi dia masih menunggu waktu yang tepat, dan menceritakannya secara pelan - pelan agar Ajeng tidak merasa kaget nantinya.
Ajeng yang masakannya dilahap habis oleh Felicia merasa bahagia. Meski masakannya belum menghilangkan raut sedih diwajah Felicia, tapi setidaknya perut sahabatnya tersebut tidak kosong. Dia tidak mau kalau Felicia harus berakhir lagi di rumah sakit karena stres dan melupakan makan.
Dengan senyum yang masih mengembang di bibirnya, Ajeng meninggalkan ruang kerja Felicia sambil membawa piring dan gelas kotor. Sedangkan Felicia langsung mengapai beberapa berkas yang sudah menumpuk di mejanya untuk dia teliti dan tanda tangani.
Sementara itu, diruang kerjanya Alfredo masih terus menatap kearah ponselnya. Beberapa pesan yang dia kirim ke Felicia hanya dibaca tanpa ada balasan. Beberapa panggilan darinyapun diabaikan begitu saja oleh Felicia.
Bahkan setiap saat jika sudah tidak ada pekerjaan, Alfredo berusaha menemui Felicia ditempat dimana Felicia biasanya berada, tapi hal tersebut tidak membuahkan hasil. Alfredo merasa bahwa Felicia terus berusaha untuk menghindar dari dirinya.
Berbekal data yang didapatkan dari detektif swasta yang disewanya, setelah mengantongi nama Felicia, Alfredo berhasil menggali segala macam informasi yang berkaitan dengan gadis itu.
Karena tidak mau kehilangan jejak Felicia lagi, Alfredo memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mengikuti kemanapun Felicia pergi dan memberikan laporan kepadanya setiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments