Jantung Naja berpacu dengan cepat saat melihat kedatangan Excel di klinik ini. Berusaha tetap tenang, Naja mengambil jalan lain agar tidak sampai bertatap muka dengan pria yang begitu menakutkan. Baru kemarin dia mendapat amukan yang begitu menggila dan menyakitkan, perasaan ngeri masih tertinggal. Tidak menyangka pria yang tadi sempat dipikirkan sekilas kini muncul dengan langkah yang begitu meyakinkan.
Naja menyelinap di lorong yang menghubungkan musala dan halaman belakang klinik. Napasnya baru terasa longgar ketika dia menyandarkan tubuhnya di dinding dingin menghadap musala. Tersembunyi di belakang, seharusnya jauh dari pandangan Excel.
“Kenapa dia ada di sini? Apa dia sakit? Kenapa tidak ke Rumah Sakit milik keluarganya saja?” batin Naja dengan mata memejam dan dada naik turun.
Perlu beberapa waktu hingga dirinya normal kembali. Ujung tangan Naja berpegangan pada sisi tembok yang menyiku. Menelan saliva, Naja membasahi kerongkongan yang terasa kering.
Tiba-tiba, tubuh Naja kembali menegang kala pergelangan tangannya terasa panas.
“Ikut denganku!” suara dingin yang membuat Naja memejam. Kesunyian menyentuh sekujur tubuhnya seperti lapisan es yang merambat melalui telinga. Membuat suaranya bahkan ikut membeku.
“Jangan membuat semua jadi sulit,” lagi...ucapan pria yang begitu disegani Naja membuatnya melemaskan otot tangannya. Jangankan berani mempersulit, membuatnya marah saja dia berpikir dua kali. Gerakan memutar di pergelangan tangannya membuat Excel melonggarkan cekalannya.
Excel berbalik dengan sebelah tangan menarik Naja yang memberatkan langkahnya. Tetapi cengkeraman erat yang kembali melingkar, seperti sebuah peringatan dari pria berwajah beku agar Naja menurut padanya.
Membisu hingga mereka sampai di mobil milik Excel. Rahang yang begitu keras tampak menonjol indah, alis tebal dan mata yang selalu tajam sejenak memesona Naja. Menatap Excel yang hanya berjarak setengah lengan darinya, sudut yang begitu indah untuk mengagumi sosok yang tak tersentuh ini. Entah ini berkah atau musibah, tapi manik mata Naja enggan berpaling sedetik pun.
Sekali lagi Excel menarik tangan Naja sehingga buyar sudah keindahan pesona Excel. Mendorong Naja perlahan alih-alih bertindak kasar memasuki mobil. Namun ekspresi Excel tak melunak sedikit pun. Memosisikan Naja di kursi sebelah kemudi, menutup pintu mobil tanpa menimbulkan bunyi. Sambil membenarkan jas yang dikenakannya, Excel memutari bagian depan mobil dan duduk dengan tenang dibalik kemudi.
Naja bagai patung ketika pria dingin ini mengantarkan hawa panas melingkupi ruang dalam kabin mobil mewah ini. Bahkan napas Naja seperti tahu diri untuk tidak berhembus terlalu keras.
“Kau tinggal dimana sekarang?” tanya Excel sambil menyalakan mesin mobil.
Lirikan keduanya beradu sejenak, “kos adik saya, Kak..eh–“
“Aku tanya alamatmu bukan dengan siapa kau tinggal?” ketus Excel. Mobil yang hendak melaju ini kembali urung saat Excel menatap tajam Naja yang tampak gugup.
“Dekat universitas negeri Pak...” jawab Naja cepat. Tubuh Naja seperti menyusut saat ini. Cairan tubuhnya seakan menghilang sehingga tenggorokannya terasa kering. Bahkan dia tak bisa membasahinya dengan sedikit saja saliva. Selama ini, Excel dan Naja tak pernah terlibat obrolan yang dekat, sehingga dia kebingungan ketika memanggil kakak sahabatnya ini. Selama ini dia menggunakan “Kak” karena mengikuti Jen.
Setelah melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, Excel melajukan mobil mewah ini.
“Kak...eh maksud saya Pak Excel tak perlu repot-repot mengantar saya pulang. Saya baik saja dan Anda tak perlu khawatir. Biarkan saya naik taksi saja, Pak!” mengumpulkan seluruh nyali yang tersisa, Naja menggeser duduknya sedikit menghadap Excel. Tatapannya ke arah kemudi yang tampak apik dengan lingkaran yang saling berhubungan itu. Naja merasa tak enak hati saat melihat gestur Excel yang seperti terpaksa.
Lagi pula dari mana dia tahu aku ada di sini? Pikir Naja masih menatap sebatas leher Excel.
“Pak...saya minta maaf atas kejadian kemarin dan saya harap Pak Excel tidak lagi mempermasalahkan hal kemarin. Saya sudah pergi sesuai keinginan Pak Excel.”
Hening...
Naja merasa Excel masih kesal dengannya sehingga dengan napas yang kembali sesak, Naja menghadap lagi ke depan. Kembali mematung diliputi perasaan yang tak mengenakkan. Serba salah dan takut. Berurusan dengan putra tertua Harris Dirgantara yang begitu dingin dan tak acuh pada...entah beberapa orang yang tak diperkenankan dekat oleh dirinya sendiri.
Suasana begitu kaku dan tegang bagi Naja, tapi Excel begitu menikmati dan tampak santai. Itu terlihat dari sudut mata Naja yang sesekali mencuri pandang. Entah apa yang membuat Excel begitu menarik padahal sudut hatinya selalu ketakutan bahkan menggigil saat manik mata tajam itu menatapnya. Yang lebih aneh lagi, Naja menerbitkan senyum tertahan.
Naja memejam dan meremas baju yang dikenakannya. Irama jantungnya mulai keluar jalur. Mulai tidak harmonis melantunkan detak yang semula selaras. “Kenapa? Apa aku dekat dengan Ai?” gigi Naja menggigit bagian dalam bibirnya. Menahan lonjakan jantungnya yang menggetarkan tubuh.
“Ai? Apa aku pernah sampai seperti ini saat bersama Ai?” memori Naja bergulung mundur mengingat kebersamaannya dengan Ai. Dia bahagia bersama Ai, tapi tidak sampai sejauh ini lonjakan ini terasa.
Ponsel Excel bergetar dan menyala menampilkan foto Rega yang tersimpan untuk nomor kontaknya. Tetapi Excel segera mematikannya. Pasti Rega bertanya-tanya ke mana dia pergi. Tadi begitu sampai di kantor Excel meninggalkan Rega tanpa pamit. Excel menggerakkan bibirnya samar, lucu pikirnya mengerjai Rega.
“Sampai di sini saja Pak...” lirih Naja saat sampai di ujung jalan yang berbelok ke arah kosnya.
“Tunjukkan jalannya!” Titah Excel sambil memutar kemudi. Sedikit banyak dia tahu tempat ini. Universitas tempatnya menimba ilmu.
“Di sini saja Pak, masih jauh dari sini.”
“Bisa tidak kau menjawab sesuai pertanyaan?” bentak Excel. Dia menatap Naja secepat kilat dengan tajam. “Tunjukkan saja jalannya jika masih jauh!”
Naja memejam rapat saat tubuhnya berjingkat. Sekali lagi ulu hatinya dipelintir oleh tangan tak kasat mata. “Lu-lurus saja Pak.”
Tanpa menghiraukan ketakutan Naja, Excel segera mempercepat laju mobil yang memiliki akselerasi tinggi ini. Hingga dalam hitungan menit mereka sudah sampai di batas akhir kawasan yang bisa dilalui mobil.
“Jika berjalan kau akan sampai rumah jam berapa?” seru Excel saat Naja menunjukkan kos yang terlihat dari tempat mobil hitam Excel berhenti.
Bibir Naja terlipat dalam, tidak tahu harus menjawab apa. Segera dia membuka pintu mobil tanpa menunggu perintah Excel. Menjauhi musibah yang menjelma dalam wujud berkah. “Terima kasih Pak, saya masuk dulu.” Ucapnya saat setengah kakinya menapak tanah.
Excel membuka mulut tapi tak ada yang keluar dari sana sehingga dia memilih menegakkan tubuhnya lagi di punggung kursi kemudi. Mengawasi Naja yang meninggalkannya tanpa mengajaknya mampir.
“Tidak tahu sopan santun,” cibirnya lirih. Bibir tipis seksi itu mengeriut dalam. Menunjukkan kekesalan. Bahkan tangannya mengepal saat melihat Naja tertawa lepas ketika bertegur sapa dengan beberapa orang yang tampaknya penghuni kos ini. Sebagian besar laki-laki, membuat Excel sedikit gerah.
“Ck, udara di sini sangat panas. Kenapa dia bisa betah tinggal di tempat seperti ini?” Excel segera memutar haluan mobilnya meninggalkan kos yang terasa kurang nyaman baginya.
Jarang menikmati jalanan seorang diri dan tenang seperti saat bersama Naja. Gadis itu tahu bersikap saat seseorang ingin menikmati waktu. Sudut bibir Excel tertarik penuh makna, gadis yang lemah yang sok kuat, pikirnya. Pandangannya melirik sekilas pada bekas Naja di sebelahnya. Seakan menilas jejak gadis itu.
“Astaga...apa sih yang kupikirkan?” senyum mahal pria itu mengalir begitu saja hingga mempertontonkan gigi putihnya. “Apa aku sudah kehilangan akal? Senyum-senyum sendiri.”
Sekilas pandang, dia menangkap sesuatu yang bukan miliknya. Excel menepi karena penasaran dengan berkas yang tergeletak di bawah. Diraihnya berkas itu dan membukanya cepat.
“Minim pengalaman kerja gini siapa yang mau menerima? Kenapa tidak bilang saja pernah bekerja di keluarga Dirgantara? Pasti langsung diterima. Bodoh!” Lagi-lagi Excel menggerakkan bibirnya. Beberapa saat bersama Naja, bibirnya menunjukkan berbagai ekspresi.
“Gadis bodoh, dia pikir dia pintar?”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
watini fitrah
kmu lebih bodoh ganteng kaya culun😀
2023-11-04
1
💮Aroe🌸
dia bodoh seperti kamu😂
2022-02-19
0
Mutiah Siti Musthofa
si gadis bodoh yg akan membuatmu bodoh krna diperbudak cinta 🤭
2022-01-07
0