Kost an yang berlokasi tak jauh dari sebuah universitas negeri adalah tujuan Naja kali ini. Kamar kost yang disewa adiknya, sejak dia mulai kuliah beberapa bulan lalu. Sengaja dia tidak memberi kabar pada adiknya, agar tidak membuatnya berpikir yang tidak-tidak.
"Makasih Pak!" Naja menerima koper miliknya yang diambilkan oleh sopir dari dalam bagasi. Setelah mendapat anggukan, Naja berjalan melintasi halaman berpaving dengan rumput di sela-selanya. Beberapa pot bunga di tempatkan di teras. Rapi dan bersih. Juga sepi, mungkin juga sebagian besar penghuninya masih kuliah.
Naja menyeret kopernya menuju kamar bertuliskan nomor 16, kamar milik Tara, adiknya. Naja mengambil kunci yang biasanya diletakkan di bawah rak sepatu tak jauh dari pintu. Sedikit berjongkok, Naja meraba bawah rak, dan menemukan sebuah kunci.
Dengan satu tangan Naja mendorong pintu hingga terbuka dan satu tangan lain melepas sepatunya. Kamar yang cukup luas ini, hanya ada satu kasur, sebuah lemari, meja belajar dan kamar mandi.
Naja menghela napas, melihat kamar adiknya yang sedikit berantakan dan sampah yang masih menggunung. Baju kotor menumpuk di sebuah keranjang.
"Kebiasaan!" Dengan cepat Naja menyambar keranjang baju kotor dan merendamnya. Lalu mulai membersihkan kamar hingga benar-benar rapi dan bersih. Terakhir dia mencuci baju dan menjemurnya.
Karena lelah, akhirnya Naja merebahkan diri di kasur adiknya dengan suasana yang lebih baik. Entah itu suasana kamar atau suasana hati. Lelah membuatnya lupa bahwa dia kini pengangguran sejati.
Sepi, hanya angin yang membuai melalui sela-sela jendela yang tak tertutup rapat. Pikiran Naja begitu kosong, entah apa yang akan dilakukannya nanti. Atau setelah ini. Kejadian tadi terlalu kuat mengguncang dirinya. Menghantam terlalu kuat.
Bayangan wajah Excel yang memang tak pernah ramah kepadanya semenjak dia ikut Jen, tiba-tiba memenuhi pikirannya. Sekalipun dia tak pernah melihat wajah itu dengan jelas atau dari dekat. Terlampau takut, saat sorot matanya bagai peluru melubangi setiap jengkal kulitnya.
Ya, Excel memang berbeda dengan Jeje. Bertolak belakang, lebih tepatnya. Segalanya. Meski menurut semua orang, Excel menjadi pemurung dan kaku sejak setahun ini.
Kali pertama dia mendengar ucapan Excel yang panjang, keras dan penuh luapan amarah. Kali pertama Excel berbicara padanya. Selama ini pria itu hanya menatapnya atau membuang muka jika berpapasan atau Naja menyapanya.
Sekali lagi, helaan napas seakan mendorong tekanan diatas dadanya. Manik mata Naja menyapu seluruh langit-langit berwarna krem itu yang seakan melukis wajah kekasihnya.
"Ai, aku rindu kamu!" Senandung lagu tidur yang selalu mengantarnya ke alam mimpi. Satu tahun, dan dia tak pernah lupa bahwa Syailendra Jiwandaru adalah satu-satunya pria yang dia cintai. Meski sejak peristiwa itu, keduanya tak pernah bertemu.
Naja bangkit meraih ponselnya. Memeriksa apakah Ai kesayangannya membalas pesannya. Pesan yang selama satu tahun ini tak pernah sampai. Centang satu berwarna abu-abu.
[Nana, jaga selalu hati Nana untuk Ai. Maafkan Ai yang egois. Yang belum bisa membahagiakan Nana. Na, kuserahkan semua pada Pemilik Alam, kemana gelombang ujian ini akan menghanyutkan cinta kita. Hanya Nana seorang yang Ai cintai. Ai berharap, akan ada masa dimana kita bertemu dengan suasana yang lebih baik. Maaf, jika kita harus seperti ini. Ini bukan akhir, Nana. Ini awal kita memperjuangkan cinta kita. Maaf, Ai harus pergi.]
Pesan terakhir dari Lendra sudah terjiplak sepenuhnya di otak Naja. Pagi, siang, sore bahkan malam, selalu di bacanya. Meski semakin lama semakin hilang saja harapannya untuk bersama Lendra.
Bahkan, menurut beberapa temannya di kampung, Shifia kini tengah mengandung. Apa Shifia dan Lendra jadi menikah, pertanyaan yang tak pernah bersua dengan jawaban. Bahkan Tara juga tak tau apa-apa soal itu.
"Aku akan bertahan untuk Ai, sampai Ai datang dan mengatakan kebenaran padaku, aku akan memercayai janji Ai," penutup monolog dalam hati Naja sebelum dia benar-benar terjun ke alam mimpi.
***
Empat sore, Excel sudah tiba di rumah. Ya, sejak dia memimpin, jam kantor sampai jam empat sore saja, lembur di batasi sampai jam lima sore. Tak boleh ada karyawan yang pulang melewati jam itu.
Bagi tim produksi dan desain, jam kantor hanya 2 jam saja, selebihnya mereka di bebaskan untuk mengeksplorasi imajinasi dan kreatifitas masing-masing. Menurut Excel, imajinasi akan terkekang jika hanya berada di lingkungan kantor. Apalagi tiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk melahirkan ide brilian mereka.
Pengaturan jam kantor itu juga lebih efisien sebab mereka memilih menyelesaikan pekerjaan daripada buang waktu untuk hal yang kurang berfaedah. Tanpa lembur, kesejahteraan mereka sudah sangat terjamin, ditambah kelonggaran yang luar biasa, membuat loyalitas mereka bertambah.
Hangat mentari sore berganti rintik lemah hujan, memaksa Excel segera memasuki rumah, meninggalkan mobilnya terparkir sembarangan. Mobil Jen terlihat saat Excel mendorong pintu depan. Raut wajah Excel bagai tersiram segalon cuka, masam. Serpihan es yang semula tanggal kini berkumpul kembali di pelupuk mata Excel. Kaku, dingin, dan tegang.
"Hem, gletser antartika pulang nih!" Jeje yang tengah memainkan game di ruang tengah menggoda kakaknya yang berlalu begitu saja tanpa menyapanya. "Jalan hati-hati kak, kalau kesandung bisa runtuh gunung es mu!"
Excel berdecak, "Ku harap kau segera pergi ke Jepang, biar kupingku tidak kepanasan karena mulut cabemu!"
Tawa Jeje meledak saat kakaknya mengungkapkan isi hatinya, satu-satunya yang selalu ingin dia dengar adalah bisa tahu apa isi hati kakaknya saat dia terus-terusan menggodanya.
"Kakak akan merindukan ku jika aku sudah di sana!" Jeje masih memegang perutnya. "Oh ya kak, disana katanya ada cewek yang cocok sama kakak!"
Excel yang semula mengabaikan tawa dan ocehan Jeje, seketika berhenti. Meski tanpa menoleh Jeje tahu, kakaknya penasaran.
"Cantik dan rambutnya panjang!"
Mikha
Excel seketika menoleh, benarkah Jeje tahu dimana Mikha berada?
Jeje tersenyum melihat kakaknya, "Sadako namanya!"
Jeje kembali tergelak sementara Excel menahan geram. Dengan langkah cepat, Excel menghampiri Jeje, namun, ketika sudut matanya menangkap bayangan Jen, dia memilih berhenti, berbalik arah menaiki tangga menuju kamarnya.
"Kak, kita harus bicara!" Seruan Jen, menghentikan tawa Jeje dan juga langkah Excel.
Excel merapatkan barisan giginya, memejamkan mata sejenak. Meredakan amarah yang bergolak seperti pasang. Perlu beberapa saat bagi Excel untuk berbalik menghadapi kedua adiknya yang tengah memandangnya dengan masing-masing perasaannya.
"Kau tahu kakak tidak akan memaafkanmu sebelum kau menjauhi dua temanmu itu. Tindakanmu sudah melampaui batas! Kakak tampak bodoh di hadapan kalian!"
"Kak, kakak boleh menghukumku apa saja, selain menjauhi mereka berdua! Mereka segalanya bagiku!"
"Kalau begitu, kau kehilangan kakakmu!" Excel tidak peduli, apa pemikiran Jen terhadapnya. Yang pasti dia saat ini sangat terluka.
"Kenapa sih Jen?" Jeje yang sejak tadi bergantian memperhatikan dua saudaranya itu, akhirnya angkat suara.
"Kalau ngga ngerti, mending diem!" Jawab Jen ketus sambil melebarkan kelopak matanya ke arah Jeje. Sebelum berlalu menilas jejak Excel menuju kamarnya sendiri.
"Dasar ngambekan! PMS lo?" Jeje menatap kepergian Jen dengan perasaan kesal, sebelum kembali duduk di sofa untuk melanjutkan gamenya.
.
.
.
.
.
.
.
Slow but sure ya....Aku pasrah sama para pembaca, mau sabar mengikuti tiap harinya atau di save di rak dulu...
Mohon dimaklumi, Authornya lemot kek siput...🤭
Dukung terus Author lemot ini yak....kali aja dapat suntikan bahan bakar biar bisa kebut upnya😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Hana Moe
🤣🤣🤣🤣 jahatnya😆😆😆
2022-03-09
1
💮Aroe🌸
baru baca beberapa bab kaya naek roller coaster perasaanku😪
2022-02-07
0
Utari Tri
ini tana yg di novel Jen JD jahat kyknya
2021-12-09
1