Siang yang begitu istimewa bagi Naja, bisa dibilang seperti itu. Sebab selama ini Naja tak pernah bisa sekedar tidur siang atau rebahan. Saat badannya terasa sehat, dan tidak melakukan apa-apa, pikiran Naja selalu melanglang buana. Berkhayal dan mengandaikan hidupnya.
"Bagaimana pekerjaan yang terlanjur diterima Jen, ya?" gumam Naja yang kembali teringat masa sibuknya saat bekerja dengan Jen. Ada banyak jadwal yang sudah disusunnya untuk satu bulan ini. "Ah, pasti Jen sudah bisa mengaturnya sendiri. Dia kan juga pintar!"
Pikiran yang segera ditepisnya, bagi Naja, Jen dan Excel selalu masuk kedalam pikirannya secara bersamaan. Bukan, keluarga besar Dirgantara lebih tepatnya.
Bibir Naja mengerucut, menerka bagaimana raut wajah Excel saat marah. "Pasti lebih mengerikan, tidak marah saja merengut dan masam, apalagi pas marah?"
Manik mata Naja merangkak naik, mengerling langit-langit. Bibirnya perlahan mengembang, "orang yang jarang tersenyum pasti manis sekali jika tersenyum. Apa Kak Excel pernah tersenyum ya?"
Senyuman Naja surut, "pasti didepan Mikha dia selalu tersenyum."
"Apa sih yang kupikirkan?" Kelopak mata Naja terpejam. Jari tengah dan jari manisnya menggoyang permukaan tengah keningnya.
"Apa kau masih pusing?" Suara Alisha mengagetkan Naja.
"Oh...tidak kok!" Naja bergerak bangun, sedikit malu. Pasti Alisha melihat ekspresi konyolnya.
Alisha hanya tersenyum singkat, dia memeriksa infus yang tinggal sedikit saja. "Baiklah, kalau kau sudah tidak pusing. Biar kulepas infusmu, tapi kau belum boleh pulang. Tunggu orang yang menolongmu datang dulu, ya!"
"Bisakah aku kembali saja, lagipula aku tidak apa-apa kok," Naja mengulurkan tangannya, membiarkan Alisha menyelesaikan tugasnya.
"Maaf ya, tapi aku memaksamu menunggu," Alisha menaikkan lengannya, melihat jam tangan yang melekat dipergelangan tangannya, "mungkin sebentar lagi dia sampai."
"Baiklah, tapi jika terlalu lama aku tidak bisa,"
Alisha kembali tersenyum, "kau rupanya orang yang perhitungan ya!"
"Eh, begitukah? Apa terlalu kelihatan?" Barisan gigi Naja terpampang jelas, salah tingkah, hingga pipinya memerah.
"Sedikit sih!" Alisha mengatupkan ibu jari dan telunjuknya diikuti gerakan mata yang memejam sebelah. Keduanya tertawa lirih, "aku tinggal dulu ya!"
"Terimakasih, Alisha!" Tangan Naja menunjuk dada sebelah kiri, seakan ada tag name disana, saat kening Alisha berkerut dalam.
"Oh, baiklah!" Alisha menepuk keningnya, tentu saja Naja tahu namanya lewat tag name yang selalu melekat di tubuhnya. "Sama-sama,- ?"
"Naja,"
"Sama-sama Naja!" Lagi-lagi Alisha tersenyum sebelum lenyap dari pandangan Naja.
Apalagi sekarang?
Manik mata Naja menari-nari sebentar mengelilingi ruangan yang cukup luas ini. Tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Pikirannya belum sepenuhnya terkumpul untuk kembali mengais recehan di Ocehan.com.
Naja mengambil ponselnya, membuka-buka pesan di aplikasi hijau miliknya. Apalagi selain ladang tambahan pulsa dan pesan dari beberapa grup yang di ikutinya. Menggulir terus kebawah, hingga sampailah pada sebuah pesan dari nomor baru.
-Nana, apa kau baik-baik saja?-
Manik mata Naja membola sempurna, ditatapnya lekat-lekat pesan yang masuk beberapa waktu lalu. Menyesal Naja buru-buru tidur daripada berlama-lama dengan ponselnya tadi.
Hanya satu orang yang memanggilnya Nana di dunia ini. Hanya satu orang.
-Ai tersayang-
Saking senangnya, Naja hampir lupa bahwa dia masih di atas bed klinik. Hampir berteriak dan ponselnya terlempar dari tangannya.
"Jangan-jangan Ai yang menolongku tadi? Saking sibuknya, dia tak bisa menungguku bangun, oleh sebabnya dia memintaku menunggu," terka Naja dalam hati. Namun, senyum bahagianya tak lepas menghiasi bibir tipisnya yang masih pucat.
Diambilnya lagi ponselnya, lalu dengan cepat Naja membalas pesan yang diduga dari Ai.
-Aku baik. Apa ini Ai?-
Cepat sekali dia mengetik pesan dan dalam hitungan detik, centangnya sudah berubah jadi biru. Membuat bola mata Naja kembali melebar.
-Iya, Nanaku sayang! Maaf Ai sedang bekerja, Nana. Nanti aku telepon kamu, setelah pekerjaanku usai!-
Lagi-lagi jeritannya tertahan di kerongkongan, dan telapak tangannya membekap mulutnya sendiri. Bed klinik ini sampai bergoyang-goyang saking kerasnya Naja bergerak diatasnya.
"Ai, akhirnya kamu menghubungiku juga!" Didekapnya ponsel pabrikan Korea itu sebagai ganti Ai. Rindunya selama ini akan segera bertemu ujungnya. Ruangan rindu dihatinya akan sedikit kosong setelah ini.
Tak mau berlama-lama membiarkan Ai-nya menunggu balasannya, Naja segera menari diatas layar datar itu.
-Selamat bekerja, Ai. Aku menunggumu menelponku!🥰-
Hingga beberapa waktu, Naja masih membaca pesan itu hingga melekat diotaknya. Senyuman penuh kepuasan dan ekspresi tidak sabar menguar dari wajah yang berseri penuh binar.
Hari semakin sore, namun orang yang ditunggu Naja tak juga muncul. Naja berinisiatif menemui Alisha terlebih dahulu. Mengurus biaya perawatannya disini.
Naja merapikan diri dan mengemas barang-barangnya yang tidaklah banyak. Sekedar menunjukkan kesopanan, Naja berpamitan pada penghuni bangsal yang lain.
Mencangklong tas ranselnya di punggung, Naja melangkah keluar ruangan, bias hangat sinar mentari menerpa kulit. Bahkan Naja harus menyipit agar silau mentari tak terlalu menusuk matanya.
Menyusuri koridor yang tidak terlalu panjang, sampailah Naja di loket pembayaran.
"Maaf Bu, atas nama Naja!" ucap Naja saat tubuhnya berdekatan dengan tembok setinggi dadanya dan diberi sekat kaca.
Si petugas loket mengangkat wajahnya, menggulirkan tatapan menakutkan.
"Atas nama Naja sudah dibayar lunas!" Ucap wanita berkaca mata itu tegas dan ketus. Sama sekali tak melihat kearah Naja lagi.
"Oh....siapa yang bayar ya, Bu?" Lirih Naja. Meski takut, namun rasa penasarannya melebihi ketakutannya.
"Kamu Naja?" Akhirnya wanita itu memperhatikan Naja, melihat dengan seksama, menyelidik.
"I-iya Bu!"
Bibir wanita itu berkerut mencibir. "Yang menjaminmu! Alisha, aku tidak tahu menahu!"
"Oh, Alisha dimana ya, Bu?"
Wanita itu hanya mengendikkan bahu, tanda tidak tahu atau tidak peduli. Naja mengembuskan napas pelan, dia mengerti penolakan dan ketidakpedulian, sehingga dia segera meninggalkan tempat itu.
Dari kejauhan tampak olehnya, orang yang sangat Naja hindari, sehingga Naja memilih mengambil jalan lain, menjauhi masalah dan ketakutannya.
"Aku belum siap bertemu dia!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Slow update man-teman...ada acara keluarga selama satu minggu ini....tapi saya usahakan update😊
Terimakasih masih setia dengan Bang Excel dan Mba Naja🥰😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
belum tertebak
2022-02-19
1
puji rahayu
jgn jgn....
pdhl yg nolongin excel lg....
2021-12-06
1
Dwi setya Iriana
pasti dah naja lihat exel ya mamanya naja menghindar.
2021-11-27
1