Terik matahari terasa begitu menyengat kulit, tapi tak membuat wanita berparas manis itu menghentikan langkahnya. Sneakers putih bersol tinggi menendang udara kosong di depannya. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai macam bayangan.
Sesekali dia mendongak memandang langit yang begitu biru, bersih, seakan sengatan matahari adalah teman bermainnya setiap hari. Bersanding, tanpa saling menyakiti. Bahkan membiarkannya melintasi, memberi ruang bahkan menaungi. Ah, langit mengingatkannya pada seseorang.
Setelah ini apa lagi yang akan dia lakukan untuk menyambung hidupnya dan hidup keluarganya di kampung? Entahlah, sebegitu inginnya dia menaikkan derajat keluarganya, hingga dia dengan angkuh memboyong adiknya menempuh pendidikan di sini. Demi membungkam mulut orang yang telah meremehkannya, dia menjadi gelap mata.
Seakan kehilangan fokusnya, Naja membiarkan beberapa taksi melintasinya begitu saja. Naja menepuk keningnya, "Astaga," gumamnya lirih.
Naja berlari kecil menuju sebuah taksi yang baru saja menurunkan penumpang tak jauh dari tempatnya berdiri. Begitu si penumpang menjauh, Naja langsung menggantikannya. Mendaratkan tubuhnya di jok mobil yang langsung bergoyang saking kerasnya hempasannya.
"Forest City Villa's, Pak!" Ucapnya pada sopir taksi yang langsung mengangguk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Naja membuang napasnya kasar, mendaratkan kepalanya di sandaran jok mobil. Wajahnya berpaling meneliti jalanan siang kota selalu ramai ini. Seakan berkejaran seperti ingatannya ke masa lalu.
***
"Naja," tutur lembut seorang wanita berusia sebaya ibunya menyapa Naja, "kau dan Syailendra itu berbeda!" Wanita yang melahirkan pria yang amat dicintainya itu, mengukir senyum yang sangat manis. "Kau tahu bukan, kami keluarga terpandang di kota ini! Dan, kamu tidak sebanding dengan kami! Apa kau mengerti?"
Naja menunduk meremas ujung kemeja seragam kerjanya di sebuah mini market. Namun disini, baju itu menunjukkan perbedaan kasta yang begitu mencolok. Menahan airmata yang menumpuk diujung matanya. Sakit karena ucapan itu, membuat tubuhnya bergetar.
"Maaf lama nunggunya, Ja!" Suara yang begitu hangat merembet ke telinga Naja. Segera, Naja membuang luka, dan mengangkat wajahnya, tak lupa senyum termanis disematkan disudut bibirnya.
"Ah, putranya Bunda yang paling ganteng sudah pulang," Linda bangkit menyambut anaknya yang masih mengenakan kaos tim futsal kebanggaannya. Lengkap dengan sepatu dan tas menggantung di pundaknya.
Dia menyalami Bundanya setelah meletakkan tas di sofa single, dan duduk di sebelah Naja. "Hei, kenapa kau terlihat murung?"
Ai, begitu Naja akrab menyebutnya, mengulurkan tangannya mengusap pipi Naja. Membuat Naja memundurkan kepalanya, tanpa berani menatap Ibu dan anak itu.
"Tidak apa-apa, hanya lelah menunggumu!" Sekilas Naja menoleh ke arah Ai, dan menunduk menatap ujung kaki telanjangnya. Yang sudah gatal ingin meninggalkan tempat ini.
"Ayo Ja, diminum jusnya! Tante sendiri lho yang buat tadi!" Linda bangkit dari duduknya. "Lendra, nanti malam jangan lupa, temani Bunda ke rumah Shifia, Bunda ada janji dengan Mamanya!"
Tanpa menunggu jawaban putranya, Linda meninggalkan ruang tamu. Lendra hanya tersenyum menanggapi permintaan Bundanya.
"Bunda tidak mengerikan seperti yang kamu pikirkan bukan?" Naja menoleh secepat kilat, namun, ucapannya berhenti diujung lidahnya. Kelu. Saat melihat Lendra mengulas senyum yang selalu melumpuhkannya. Tatapan teduh pria itu membuatnya lemah. Ah, apa cinta selalu seperti ini? Dia hampir gila saat Lendra menggodanya dengan alis yang terangkat, mata sayu dan seakan memanggilnya mendekat.
Lendra meneliti setiap inci wajah gadis yang sangat disukainya ini. Sekali lagi, tangan itu mengulur dan menyibak surai Naja yang menutupi pipi, "Kau kenapa? Apa ada masalah? Ada yang mengganggumu?"
Naja menggeleng, namun mimik wajah penuh keraguan nampak jelas di sana, "Apa kau benar-benar tulus menyukaiku, Ai?"
"Hei, pertanyaan macam apa ini?" Lendra menggeser duduknya mendekati Naja, "harus berapa kali kubilang kalau hanya Naja seorang yang Ai sayangi!"
Lendra membingkai pipi Naja, menempatkan pada fokus matanya. "Ai sangat mencintai Nana!"
Manik mata keduanya saling meneliti, Lendra tak pernah menunjukkan keraguan, tapi Naja sekarang mulai goyah. Ucapan Bunda Lendra begitu menyiksa batinnya. Lembut tapi mengoyak.
Naja menarik sudut bibirnya, lalu menurunkan tangan Lendra. "Kau bau keringat, mandilah, katanya mau ngajak aku jalan hari ini?"
Lendra tertawa, "Hei keringatku wangi, ya!" Lendra mendekatkan tubuhnya ke arah Naja yang beringsut menjauh, hingga tersudut di ujung sofa besar ini. Tubuh Lendra kini tepat diatas tubuh Naja, dengan tangan langsing tapi berotot miliknya menumpu lengan sofa.
Entah sihir apa yang membuat keduanya saling terpikat, hingga Lendra perlahan berlabuh di atas bibir mungil Naja. Naja mengerjap, pertama kalinya, Lendra melakukan ini padanya. Naja begitu gemetar, saat gemuruh dadanya bergelora. "Ini tidak benar," batinnya saat mengingat ucapan Bunda Lendra.
Sekuat tenaga, Naja mendorong tubuh Lendra. Manik mata Lendra terbuka, "Kenapa, Na? Apa kau tidak suka?"
"Bukan!" Naja mengibaskan tangannya, "Bagaimana jika ada yang melihat?"
Lendra tertawa, "Kau sangat manis, Nanaku!" Sekali lagi Lendra mengusap kepala Naja dengan gemas. Membuat Naja kembali terbakar.
"Tunggu sebentar ya, aku mandi dulu!" Lendra tersenyum lalu bangkit meraih tasnya. Naja tersenyum mengantar kepergian Lendra.
"Kau masih belum mengerti dengan ucapan Tante, Ja?" Linda muncul dari tempatnya berlalu tadi. "Kau sungguh tak tahu malu ya! Merayu putra Tante dengan tindakan murahan seperti itu?"
"Apa maksud Tante?"
"Heuh, kau pasti melakukan hal yang sama pada pria lain yang mendekatimu bukan?" Suara Linda tak lagi ada kelembutan. "Dengar Naja! Jangan pernah kau mendekati Lendra lagi. Tante akan menjodohkan dia dengan Shifia. Lebih baik sekarang kau pergi dari sini! Kau tidak diharapkan di rumah ini!"
Naja perlahan berdiri, api di wajah wanita muda ini, menyala dengan hebatnya. "Tante, saya memang orang tidak mampu, tapi, saya tidak pernah melakukan hal rendah seperti yang Tante tuduhkan! Saya dan Lendra sama-sama saling mencintai, Tante! Jika Tante memisahkan kami, Tante sendiri yang bakalan rugi, bukan saya!"
Naja berkaca-kaca meninggalkan rumah mewah keluarga Syailendra. Wanita bak dewi itu akhirnya menunjukan taringnya. Kepalan kecil jemarinya mendobrak dadanya. Hingga akhirnya, dia tak kuasa menahan bulir-bulir sakit hati yang terlahir sempurna. Basah dan hangat.
"Ai, aku bersumpah, akan kembali kepadamu dengan derajat yang sama! Hingga hari itu tiba kuharap kita tak pernah bertemu lagi."
***
"Maaf Mbak, taksi tidak diperkenankan masuk! Kecuali mendapat izin!" Suara sopir taksi membuyarkan lamuan Naja. Membawanya kembali ke masa kini.
Naja membuka kaca mobil dan mengulurkan kepalanya keluar, "Pak ini Naja!"
Si petugas jaga kompleks seketika bangkit, "Maaf Mbak Naja, bapak ngga tau kalau itu kamu!"
"Ngga apa-apa, Pak! Makasih Pak!" teriak Naja saat petugas jaga itu membuka portal masuk.
Samar terdengar suara penjaga saat kaca mobil kembali naik, merapat sempurna. Hanya isyarat tubuhnya yang menjauhkan telapak tangan dari pelipis menandakan bahwa dia mengerti.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
malang kali nasibmu😭
2022-02-06
1
Iink Beraan
suka cara mu bercerita tor.. 👍
2021-12-17
1
Bunda Aqazam
penasaran cerita excel habis baca cerita mama papanya
2021-12-05
1