sedikit kisah.
Sebenarnya Ustadz Akhri bukan pria yang mudah mendua. Namun dia juga tidak bisa untuk menolak keinginan Maryam yang sudah sangat menginginkannya untuk mencari pendamping hidup yang lain, demi hadirnya seorang anak. Bahkan dia rela turut merawat bayi dari madunya itu, jika di perlukan.
Pada saat itu Maryam memang tidak memikirkan masalah kedepannya yang akan timbul, akibat keputusannya ini. Dia tetap keukeuh pada keinginannya, meminta sang suami menikah lagi dengan santrinya sendiri, yang menempuh pendidikan di pondok pesantren milik Abinya itu.
Ya... Walaupun dia masih seperti wanita pada umumnya, merasa terluka. Namun dia tidak ingin egois, bang Akhri pasti bisa berlaku adil, karena dia adalah laki-laki yang bijaksana. Begitu pikirnya.
(Flashback is on)
Malam setelah pernikahan sang suami dengan wanita bernama, Kania.
Saat itu, dia baru saja menyelesaikan solat isya, dengan air mata yang masih berderai-derai. Demi melepaskan kesedihannya, karena telah menjadi saksi pernikahan suaminya sendiri di masjid yang terletak di samping bangunan pondok pesantren, pagi tadi.
Jaraknya memang tak jauh dari rumah mereka, dan bahkan di tempuh dengan berjalan kaki pun masih bisa, itu kenapa dia bisa pulang lebih dulu, tanpa di antar.
Selepas dia mengusap wajahnya, Maryam mengangkat sedikit kepalanya, saat mendengar suara mobil di bawah.
Sang suami sudah kembali, perlahan Maryam menyentuh dadanya. Seolah rontok semua jantung serta hatinya itu. ketika mengingat, sebuah perjanjian antara dirinya dan sang suami dua hari yang lalu, jika untuk sementara waktu. Kania tinggal bersama mereka selama beberapa Minggu sampai rumah untuk tempat tinggal Kania? sudah selesai di renovasi. Karena dia memang harus memiliki hak tempat tinggal sendiri, tanpa mengganggu rumah yang di tempati Maryam, semua demi menjaga hati saja antar satu sama lain.
Walaupun sama saja sih... Maryam tetap akan merasakan patah hati karena harus campur dengan madunya itu sementara waktu ini.
Perlahan kaki itu beranjak, ia berjalan mendekati jendela kaca, mengintip dari sana. Terlihat sang suami tengah membuka pintu tengah, meraih tas yang lumayan besar, mungkin itu pakaian milik Kania.
Sejenak beliau menoleh ke atas, dia menatap Maryam dengan tatapan sendu, namun bibir tersungging senyum kearahnya. Sementara itu Ustadz Akhri kembali menunduk, ia menggeleng pelan.
"Astagfirullah al'azim.... Astagfirullah al'azim... astagfirullah al'azim..." Gumamnya. Matanya basah, ia tidak tega melihat Maryam seperti itu, lalu di lirik lagi, wanita yang masih duduk di bangku samping kemudinya. Iya... Istri mudanya, yang baru dia nikahi. 'seharusnya aku tidak membawanya kesini.' batin Akhri, menyesalinya. Namun mau bagaimana lagi, kalau saja rumah itu tidak telat renovasinya mungkin Kania sudah ia bawa kerumah baru mereka. Tapi ya sudah lah.
Akhri kembali menutup pintu tengah. Lalu berjalan ke arah samping kemudi. Ia menghela nafas sejenak lalu menghembuskannya sama panjang saat dia menghela nafas tadi. Setelahnya handle pintu pun ia tarik bersamaan dengan itu, ia berusaha mengembangkan senyumnya kepada wanita yang sudah sah menjadi istri keduanya.
"Yuk turun." Ajak beliau, ramah.
"Maaf Bang, aku tidak enak dengan Ci Maryam. Apa tidak apa saya masuk ke rumah ini."
"Tidak apa... Cici yang minta kok. Yuk, kamu pasti lelah kan."
"Tapi?"
"Tidak apa... Ayo turun."
Cklaaakk... Suara pintu yang sedang terbuka membuat keduanya menoleh. Dilihat Maryam dengan senyum ramahnya menyambut kedatangan suami dan madunya itu.
"Itu, kamu lihat sendiri kan?" Ucap Akhir, tangannya masih terulur kepadanya. Hingga perlahan, Kania pun meraih tangan itu, lalu turun dari mobil tersebut. Mereka berjalan bersama dengan tangan yang saling bertaut, menghampiri seorang wanita yang benar-benar tegar menyambut mereka dengan senyum secerah mungkin.
"Assalamualaikum." Sapa Akhri, jujur saja dia tidak tega menatap mata Maryam, yang terlihat berbinar namun sembab, dan masih ada sisa genangan air di sudut matanya.
"Walaikumsalam warahmatullah." Jawab Maryam, ia menatap tangan yang belum melepaskan pegangannya itu pada istri keduanya, padahal dia ingin mencium tangan suaminya sebelum ini. "Kalian mau langsung istirahat?" Tanya Maryam mengalihkan.
"I... Iya." Jawab Kania, gadis itu melepaskan tangan suaminya, lalu meraih tangan Maryam. "Maaf ya Ci... Maafkan saya."
"Kok... Kok minta maaf?" Maryam bingung, ia terkekeh namun dengan pandangan yang semakin buram karena genangan air yang tertampung di netranya, semakin banyak.
"Maaf.. intinya maafkan saya, Karena sudah menginjakkan kaki di rumah ini, dengan status madunya Cici."
"Hahaha." Maryam memeluk gadis itu, dia sebenarnya tidak ingin menangis, namun karena suara serak Kania yang juga menangis membuatnya tidak bisa menahan itu. "Jangan di pikirkan, aku malah justru berterimakasih. Karena kau sudah bersedia di peristri oleh bang Akhri." Air mata itu keluar begitu saja dari kedua matanya.
'ya Allah, kuatkan hati ku. Ku mohon kuatkan lah...' gumam Maryam dalam hati. Maryam pun melepaskan pelukannya. Dia melebarkan senyumnya lagi, dengan kedua tangan menepuk-nepuk pelan bahu Nia.
"Istirahat lah... Aku masuk dulu ya. Aku harus menulis naskah ku, soalnya." Terkekeh, dia sangat berusaha sekali mengalihkan pandangannya dari tatapan sang suami yang tak putus menatap kearahnya.
Maryam gelagapan, diraihnya pelan tangan bang Akhri lalu mengecupnya.
Namun Akhri langsung menariknya dan mencium kening Maryam cukup lama, sementara Kania hanya menunduk, membiarkan itu.
"Kamu juga istirahat, jangan lembur terlalu malam, ya. Maaf, Abang malam ini tidak tidur di kamar atas." Tutur Bang Akhri, seraya mengusap-usap pangkal kepalanya. Karena memang Maryam sering lembur bahkan hingga larut malam karena pekerjaannya adalah seorang penulis Novel (bukan kisahnya author loh ya 🤭), hingga tak jarang Akhri mendapatinya tengah ketiduran dengan laptop masih terbuka.
Maryam mengangguk, mengiyakan. Dia pun putar arah... Lalu berjalan lunglai meninggalkan keduanya yang masih berdiri di sana. Kakinya cukup berat menapaki anak tangga satu demi satu, hingga sampailah di puncak tangga itu, dia menoleh ke bawah, karena mendengar pintu kamar terbuka.
Di lihatnya sang suami menggandeng tangan istri keduanya itu masuk ke dalam kamar tersebut, dan kamar pun tertutup rapat setelahnya.
"Hiks." Maryam memalingkan wajahnya, dia duduk dengan posisi lemas di salah satu anak tangga itu, sembari membungkam mulutnya. Berusaha sekeras mungkin menahan suara tangisnya agar tidak keluar.
'tidak, aku tidak apa-apa.... Aku baik-baik saja... Hiks, aku baik-baik saja. Bang Akhri.' gumam Maryam dalam hatinya.
Rasa sesak itu memaksanya untuk segera beranjak dari posisi itu, lalu berjalan masuk menuju kamarnya sendiri di lantai dua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
❤Rainy Wiratama Yuda❤️
Astaghfirullah... Cici Maryam, kamu benar2 wanita penghuni surga
2023-11-16
0
adning iza
kisah rumi nyeseg krn uma rahma pergi tp kisah ce maryam jg lbih nyeseg lgi😭😭😭😭😭
2023-04-29
1
Minarni
kan bisa nyewa rumah napa musti di bawa ke rumah istri nya sih
2022-07-26
0