Setelah memenangkan hati Rahma, Ustadz Irsyad kembali keluar.
Terpancar wajah lebih cerah di sana, ketika Rahma menghampiri anak-anak mereka yang sudah berkumpul di meja makan.
Terdengar pula rengekan kecil Ziya yang tengah berada dalam gendongan Nuha, sementara Faqih sibuk membenarkan kain panjang yang dibuat untuk menggendong Ziya, membuat simpul yang kuat di bagian punggung istrinya.
Di sana Rumi pun beranjak dari tempat duduk, lalu menghampiri Umma Rahma yang tengah turut menenangkan Ziya.
"Bawa saja dulu keluar, mungkin dia panas Nuha." Titah Rahma.
"Iya Umma," jawab Nuha, yang langsung berjalan keluar, setelah meminta Faqih makan lebih dulu.
"Rumi, sudah pulang?" Tanya Umma Rahma pada anak laki-lakinya yang langsung mencium pipi Ummanya itu.
"Sudah Umma," jawabnya dengan tatapan sendu. Rasanya, melihat sang ibu dengan kondisi seperti ini benar-benar membuat hatinya terpukul. Belum lagi dengan keluhan Rahma yang tadi ia dengar. Benar-benar membuatnya khawatir jika kondisi psikis ibunya tidak baik. Hal itu bisa mempengaruhi kondisi kesehatan raganya juga.
"Sudah... Yuk makan dulu." Ajak Ustadz Irsyad pada Semua yang di sana. "Faqih, ayo makan." Ajak Ustadz Irsyad Kemudian, Karena dia masih berdiri di dekat meja makan itu.
"Iya Bi... Faqih menunggu Nuha saja. Maaf permisi sebentar ya Umma, Abi." Ucap Faqih yang masih mendengar suara tangis anaknya, dimana sepertinya tangis itu semakin kencang terdengar.
serta langsung di iyakan oleh semua yang ada di sana, lalu mereka pun melanjutkan makan malam itu.
–––
Di tempat yang berbeda, Sebuah taksi online baru saja tiba di salah satu pelataran rumah.
Di kawasan kelapa gading, kompleks perumahan yang tak mewah namun tertata dengan rapi. Dengan pagar-pagar rumah yang tidak terlalu tinggi.
Debora, gadis itu turun dari dalam taksi tersebut lalu menghampiri wanita berhijab yang sudah menantinya di depan pintu pagar, dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Assalamualaikum."
"Alaikumsalam." Jawab beliau, yang tak lain adalah bibi Maryam.
"Tante..." Debby menghampiri, lalu mengecup punggung tangan bibinya lembut.
"Akhirnya datang juga. Kirain nggak jadi kesini."
"Jadi lah. Hehehe." Cengengesan.
"Ya sudah masuk yuk, kamu sudah makan?"
"Belum."
"Nah kebetulan, Tante masak... Yuk makan." Ajak bibi Maryam seraya melingkari lengannya di pundak Debby. baru setelahnya mereka pun melangkah bersama, masuk ke dalam rumah.
Setelah meletakkan tas ke dalam kamar yang sudah di siapkan? Debora kembali menghampiri bibinya dan duduk di kursi makan.
Ia menatap tidak tega kearah bibi Maryam yang harus tinggal sendirian sekarang. Setelah perpisahannya dengan pria bernama Akhri itu, lebih-lebih dia tidak memiliki anak, dan di kucilkan dari keluarga pula. Jadi benar-benar sebatang kara.
"Yuk makan, kamu mau makan yang mana?" Tanya bibi Maryam, menawarkan.
"Itu sayurnya keliatan enak." Debby menunjuk ke arah sayur Nangka yang di masak menggunakan santan kental, berwarna kuning dan terdapat merah dari cabai mera di sana.
"Ini gulai nangka. Makanan kesukaan om Akhri. Kamu juga pasti suka. Tante jadi bisa masak makanan Padang loh sekarang," Jawab Bibi Maryam terkekeh.
"Iya Tante." Debby tersenyum kecut, di saat seperti ini? Kekehan yang ia tangkap bukanlah sebuah candaan, namun cara bibi menunjukkan kerinduannya kepada sang mantan suami.
Di sana, Debby masih memperhatikan. Tangan putih bersih bibinya sedang menciduk nasi dari wadahnya. Lalu meletakkan itu ke piring Debora.
"Ini mau?" Bibi Maryam menawarkan ayam goreng dengan parutan lengkuas yang di goreng bersamaan, sebagai taburannya.
"Iya. Tapi Debby mau ambil sendiri saja, sama itu sambal hijaunya." Jawab Debora, dia pun meraih sendok lalu mengambil satu potong ayam di bagian paha atas dan meletakkan di atas nasi yang sudah tersiram kuah gulai nangka. "ayo Tante juga makan."
"Iya." Bibi Maryam tersenyum. dan setelah semua tersaji di atas piring mereka masing-masing. Keduanya pun mulai menyantap dengan lahap makanan tersebut.
"Enak Tante, benar-benar seperti masakan yang ada di warung makan Padang." Puji Debora.
"Hehe, iya. Om Akhri yang mengajarkan Tante."
"Tante? Maaf ya... Debby boleh bertanya?"
"Boleh..." Bibi Maryam menutup sendok dan garpunya, lalu melipat kedua tangannya di atas meja, mengambil sikap sempurna.
"Itu, bibi sedari tadi menyebut-nyebut nama om Akhri terus. Biasanya, jika kita habis bercerai? Pasti akan membencinya kan? Apalagi, om Akhri sudah?" Debby ragu.
"Apa? Sudah menikah lagi?" Tersenyum.
"Iya... Maaf ya Tante."
"Tidak apa... Mungkin karena masih ada cinta di sini." Bibi Maryam menunjukkan kearah dadanya sendiri.
"Cinta? Tante masih mencintai orang yang sudah berpoligami, bahkan rela melepaskan Tante yang sudah mau ikut berpindah keyakinan, sampai di benci keluarganya?"
Merry terkekeh. "Kamu salah faham, om Akhri tidak pernah sejahat itu."
"Lantas apa? Nyatanya seperti itu kan? Om Akhri tidak bisa bertahan karena Tante tidak bisa memberikan keturunan, lalu beliau poligami,dan akhirnya Tante menyerah setelahnya memutuskan untuk berpisah. lihat? Om Akhri tidak berjuang sedikit pun demi mempertahankan Tante, 'kan?"
"Tante memang tidak kuat, dan akhirnya memutuskan untuk berpisah. Tapi Tante tidak pernah merasa di buang oleh om Akhri karena kondisi Tante ini. Dan Om masih berhubungan baik dengan Tante, kok."
"Tapi sama saja itu jahat Tante." Kedua mata Debora berkaca-kaca. Dia pun pasti tidak akan sanggup jika ada di posisi bibinya itu.
Bahkan jika itu Rumi sekali pun, dia tidak akan rela di abaikan dan di tinggal begitu saja hanya karena tidak bisa memberikannya anak.
"Tidak jahat Debby... Kamu salah Faham." Bibi Merry meraih tangan Debora menggenggamnya. "Karena yang meminta beliau menikah lagi adalah Tante sendiri. Om Akhri selalu nolak, bahkan kami hampir setiap hari berdebat kecil karena ini. Tapi, beliau punya tanggung jawab sebagai anak tunggal, jika Tante tidak bisa memberikan keturunan? Maka tante tidak bisa egois, karena Om Akhri harus memiliki penerus keluaganya. Apa lagi om Akhri adalah anak seorang pemimpin pondok pesantren, dia harus memiliki keturunan."
"Tapi apa tidak bisa, kalau harus adopsi anak?"
"Anak kandung, dengan anak Adopsi itu berbeda. Lagi pula, semua sudah terjadi. Dan sekarang om Akhri sudah punya anak dari istri mudanya... Tante bahagia kok, walaupun akhirnya Tante mundur, karena tidak kuat melihat kebahagiaan Om Akhri dengan istri mudanya itu. Dan itu manusiawi Debby." Maryam terkekeh, namun matanya berkaca-kaca saat mengingat momen bahagia keluaga kyai Marzuki, ayah dari Akhir yang sedang tertawa bersama kerabatnya menyambut kehadiran cucu pertama dari pemimpin pondok pesantren tersebut, sama halnya dengan Akhri yang masih mengusap-usap bagian kepala istri mudanya di atas bed rumah sakit, setelah menjalani operasi sesar beberapa jam sebelumnya.
sementara dirinya hanya duduk sendiri, di kursi pojok ruangan, seperti orang asing. Menyunggingkan senyum, dengan perasaan campur aduk antara bahagia sekaligus terluka. Namun dia hanya diam saja, menatap kearah wajah sang suami yang sama sekali tak membalas tatapannya sedari tadi.
Karena beliau masih fokus memperhatikan istri mudanya, tanpa sadar bahwa ada hati lain, yang butuh di kuatkan juga di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Ekawati Hani
Banyak mengandung bawang😭
2022-06-04
0
💞R0$€_22💞
aahhhhh....poligami......satu kata yg rasanya sangat menyayat hati...🥺
2022-03-03
0
Latifah Seneng
sebahagia apapun orang yg diduakan ngk sebahagia orang yg diutamakan
2021-10-08
1