Waktu sudah semakin siang, pukul sepuluh ini Aida menyerahkan bungkusan berisi getuk lindri kepada putri sulungnya.
Ia menyuruh Shafa untuk mengantarkan salah satu jajanan khas Magelang ini kepada kakak angkatnya, Irsyad. Karena getuk tersebut adalah salah satu jajanan kesukaan sang ustadz, dan kebetulan karena ada teman Ulum yang memberikan makanan itu kepada suaminya, Aida pun mengingat Irsyad dan membaginya sekitar dua bungkus untuk kakak angkatnya itu.
"Sampaikan salam ibu sama bude Rahma ya." Ucap Aida, kepada Shafa yang hanya mengangguk.
Dia sudah siap menggunakan helm dan jaketnya, lalu setelah itu berjalan menuju motornya.
Dan tak lama motor pun melaju, setelah Shafa mengucap salam kepada sang ibu yang masih berdiri di teras rumahnya.
Di perjalanan, dia hanya sedikit melamun. Ini sudah masuk di lima hari terakhir bulan Ramadhan, dia berfikir apakah Rumi sudah kembali atau belum. Dan jika bisa belum, dia pasti akan gugup.
Shafa tertegun lalu menghela nafas dengan sedikit menggembungkan kedua pipinya menahan nafas itu lalu menghembuskannya pelan.
"Astagfirullah al'azim... Ayolah Shafa, jangan mikirin itu terus. Ya Allah, semoga aku tidak bertemu Rumi hari ini." Harap Shafa yang terus membawa laju motornya.
Hingga tak menunggu beberapa lama, motor sudah sampai di depan rumah Ustadz Irsyad. Di sana dia sudah di sambut dengan senyum ustadz Irsyad yang tengah duduk di sebuah gazebo, dengan gunting rumput tergeletak di sebelahnya. Sepertinya Ustadz Irsyad baru saja merapikan tanaman-tanamam di depan rumahnya itu.
Terlihat jelas dari beberapa daun yang ada di bawah pohon tersebut, yang sudah terlihat rapi.
"Assalamualaikum, pade." Sapa Shafa seraya menghampiri Ustadz Irsyad, lalu mengecup tangan yang terulur itu.
"Walaikumsalam warahmatullah, nduk. Barakallah... Anak Soleha ini. Habis dari mana?" Tanya Ustadz Irsyad lembut. Shafa pun duduk di sebelah beliau, di mana ustadz Irsyad langsung memindahkan gunting rumputnya ke sebelah kiri setelah tadi ada di sebelah kanan.
"Nggak dari mana-mana, pade. Shafa sengaja dari rumah, mengantarkan ini." Shafa menyerahkan bungkusan tersebut.
"MashaAllah, apa ini?" Ustadz Irsyad menerima dengan senang hati. Lalu mengintipnya dengan cara membuka sedikit. "Ya Allah... Getuk lindri? Dari mana ini?" Terlihat senang sekali saat Ustadz Irsyad mendapati makanan kesukaannya itu.
"Ayah di kasih sama teman, dan ibu ingat, kalau pade suka makanan ini, jadi di bagi."
"Walah... MashaAllah, memang di kasih banyak?" Tanya Ustadz Irsyad.
"Sekitar empat bungkus sedang sih, tapi buat kami dua cukup kok."
"Wah... Makasih ya, sampaikan itu pada ayah dan ibu mu."
"Iya pade." Shafa tersenyum, ia menghela nafas menatap ke kiri dan ke kanan. "Bude Rahma di mana? Kok tidak nampak?"
"Sedang di rumah sakit. Mengantarkan Nuha kontrol sama Faqih." Jawabnya.
"Owh..." Jawab Shafa, gadis itu terdiam sejenak. Sebenarnya Shafa ingin menanyakan sesuatu, tapi ragu. Hingga dia pun memberanikan diri untuk bertanya. "Pade? Shafa, boleh bertanya?"
"Boleh nduk. Mau tanya apa?"
"Emmm... Nggak jadi deh." Shafa terkekeh. Sama halnya dengan ustadz Irsyad.
"Loh kok, nggak jadi. Ayo bilang, mau tanya apa?"
"Malu, pade."
"Kenapa harus malu. Udah nggak papa, tanya saja. Kalau pade bisa jawab, pasti di jawab." Tutur Ustadz Irsyad. "emmm, Tentang Ikhwan ya?" Tebak beliau kemudian.
"Kok pade bisa tahu?"
"Wah beneran. Hahaha tahu lah..."
"Duh, pade nih." Shafa semakin tidak enak untuk mengatakannya.
"Ayo Sekarang sebutkan, mau tanya apa?"
"Itu, sebenarnya... Pertanyaan Shafa itu, mengenai hati."
Ustadz Irsyad tersenyum. "Terus?"
"Duh mau mulai dari mana ya?" Gumamnya ragu-ragu.
"Intinya dulu saja. Apa yang mau kamu tanyakan?"
"Iya, intinya? Shafa mau tanya, menyukai seorang Ikhwan, apakah itu berdosa?" Shafa bertanya itu sembari menunduk malu. Ustadz Irsyad pun tergelak.
"Sudah dewasa ya kamu... Ya ampun." Ledek beliau pada gadis yang semakin malu-malu. Ustadz Irsyad berdeham sejenak. "Pade tanya dulu, kamu menyukainya yang bagaimana dulu. Karena dalam Islam itu, tidak bisa semudah itu menyebutkan bahwa itu haram."
"Baru sebatas mengagumi, dalam hati," jawab Shafa lirih. Irsyad pun manggut-manggut.
"Gini nduk. Kalau mengagumi seseorang dalam hati itu hal yang sah-sah saja. Karena tergolong manusiawi. Yang tidak baik itu, ketika kita mengungkapkan perasaan itu apalagi sampai menjalin hubungan seperti pacaran. Itu baru haram."
"Tapi, ini mengganggu sekali. Shafa sering nangis ketika mengingatnya."
"MashaAllah. Semoga Allah lindungi kamu dari kemungkaran, dan kau di jauhi dari zinah kecil hingga besar."
"Aamiin... Iman Shafa sangat lah lemah ya? Shafa tidak Soleha, buktinya masih bisa tergoda keindahan seorang Ikhwan, bahkan sampai meresapi seperti ini." Gumam Shafa lirih.
Irsyad tersenyum. "Nduk, tergoda ataupun memiliki hasrat dengan lawan jenis itu hal wajar. Seperti Nabi Yusuf as saja pernah mendapatkan godaan yang luar biasa, ketika dia di kurung di dalam kamar, dengan seorang wanita yang sangat cantik, bahkan paling cantik di negeri itu. Lalu apakah mentang-mentang dia Nabi? Lalu tidak tergoda dengan kecantikannya?" Tanya Ustadz Irsyad. Sementara Shafa hanya mendengarkan ucapan Ustadz Irsyad. "Jawabnya ada di surat Yusuf ayat 24, baca coba hafal nggak?" Tanya beliau kemudian.
"Hehe... Surat Yusuf belum hafal pade."
Ustad Irsyad terkekeh, lalu mulai membacakan. "Bismillahirrahmanirrahim, Wa laqad hammat bihi wa hamma biha, lau la ar ra'a bur-hana rabbih, kazalika linasrifa an-hus-su'a wal-fahsya, innahu min ibadinal-mukhlasin."
Di sana Shafa masih mendengarkan dengan seksama.
"Tau maksudnya dari Wa laqad hammat bihi wa hamma biha?" Tanya Ustadz Irsyad, Safa menggeleng pelan. "Intinya yang perempuannya memiliki hasrat, yang lakinya pun memiliki hasrat. Keduanya sama-sama tergoda dan hampir melakukan hubungan itu. Namun dalam sambungan ayatnya ada tertulis bahwa Allah SWT seketika langsung munculkan Burhan kalau ulama tafsir bilang itu semacam gambaran wajah nabi Yaqub, ayahnya di Nabi Yusuf ini yang terlihat sangat sedih di hadapan nabi Yusuf. Dan dari situlah Yusuf akhirnya berlari menghindari wanita itu."
"MashaAllah." Gumam Shafa.
"Ya, ketika seorang Nabi saja bisa tergoda apa lagi kita. Jadi sebaik-baiknya, kamu lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah. Dan menyerahkan urusan itu kepada-Nya, mintalah perlindungan dari sebaik-baiknya pelindung."
"Bagaimana caranya? Shafa sudah sangat tersiksa dengan kondisi ini."
Ustadz Irsyad terkekeh lagi. "Ya... itu yang di sebut yuwaswisu fii sudurin-naas. Dimana setan membisikkan itu di dalam dada mu. Dan jika kau mengikutinya, berati kau sudah terpengaruh dan setan suka dengan yang seperti itu."
"Walaupun niatnya baik? Misal lebih membuat kita bersemangat dalam ibadah bagaimana?"
"Hahaha... Mana ada pacaran baik, pengecualian untuk pacaran setelah menikah itu baru bagus untuk kesempurnaan iman. Shafa, setan itu licik, dia bisa menggoda kita dengan cara ke kanan dulu. Yang kita rasa itu sebuah kebaikan, tapi aslinya dia mau menjerumuskan mu dalam sebuah kesesatan."
"Astagfirullah al'azim." Shafa bergumam.
"Begini loh keponakan ku yang Soleha. Kamu boleh menitipkan itu pada yang menciptakannya. Namun jangan pernah sebut namanya, cukup simpan di hati. Kamu angkat kedua tangan mu, bermunajat lah. Ya Allah, aku berlindung dari godaan-godaan setan, aku berlindung dari bisikan-bisikan di dada yang akan mempengaruhi iman ku. Maka turunkanlah yang terbaik untuk ku dari langit, dan jauhkanlah aku dari sikap yang akan menzolimi diri ku sendiri."
Shafa menghela nafas. "Semoga aku bisa mengamalkan pade. Dan semoga aku bisa ikhlas..." gumam Shafa, Ustadz Irsyad pun tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Nazla K. R
keren thor
2022-01-14
0
Qiza Khumaeroh
Alhamdulillah dpat ilmu lgi,,
2021-09-12
0
Turwaty suketi
Pokoknya nambah ilmu terooos👍👍👍
2021-09-12
0