Hari sudah berganti.
Pagi itu selepas subuh, Rumi sudah mulai mengambil start.
Ia berangkat menuju Jakarta dengan laju kecepatan sedang.
Udara sejuk, serta langit yang masih temaram memang paling enak menurut Rumi untuk melakukan perjalanan.
Dimana sinar mentari yang menyengat, dan polusi yang belum nampak. Sehingga dia bisa lebih bersemangat membawa laju motornya itu.
Suasana pagi memang selalu memberikan efek positif bagi Rumi. Sehingga sampainya di tempat tujuan, dia bisa lebih ceria akibat fisik yang tidak begitu lelah karena hawa yang masih mendukung itu.
–––
Di malam harinya, tamu benar-benar ramai berdatangan kerumah Ustadz Irsyad.
Karena memang, walaupun hanya proses ijab Qabul saja. Namun sepertinya para sahabat tidak mau ketinggalan momen sakral pernikahan putri bungsu dari Ustadz friendly tersebut.
Sama halnya dengan keluarga Ulum yang datang, bersama dua anak perempuannya.
Aidha yang dengan sigap langsung membantu di dapur, bersama para ibu-ibu, Ulum yang langsung turut sibuk membantu para pria yang kesana kemari menyiapkan beberapa sarana prasarana yang perlu di siapkan.
Sementara Shafa dan Qoni langsung mencari sosok wanita yang sedari tadi sudah membuat senyumnya mengembang itu.
Shafa pun berjalan mendekati anak tangga, namun seketika langkahnya terhenti saat ia mendapati debaran jantung yang benar-benar tidak bisa terkontrol, tangan yang tiba-tiba berkeringat, serta rasa gugup yang tak biasa.
'ada apa ini?' batin Shafa, sementara Qoni sang adik sudah menoleh ke belakang, ketika menyadari Kaka perempuannya terdiam tak melanjutkan langkahnya.
"Kak Ayo." Ajak anak itu, hingga suara langkah kaki membuat keduanya menoleh ke atas.
Rumi turun dengan Koko berwarna putih, dan kain sarung berwarna hitam. Penampilan yang benar-benar membuat mata Shafa tak sengaja memandangnya bahkan sampai tak berkedip.
"Astagfirullah al'azim." Shafa menunduk, ketika melihat senyum itu tersungging manis mengarah ke dua wanita berhijab beda usia di bawah.
Qoni yang langsung turun pun memberi jalan untuk Rumi, dan berdiri di sebelah Shafa.
"Waaahhh, gantengnya kakak Ustadz." Ledek Qoni yang memang suka jujur kalau bicara.
"Haha... Dari dulu itu mah." Rumi menanggapi dengan bercanda, sembari terus turun hingga semakin dekat dengan dua orang itu. "Kalian mau mencari Nuha ya?" Tebak Rumi.
"Iya..." Qoni menjawab karena hanya dia yang bisa bersuara, berbeda dengan Shafa yang masih terus beristighfar dalam hati menahan getaran yang tak biasa.
"Nuha nggak di rumah ini, tapi di rumah pak Ramli, dia pakai riasannya di sana. Karena lebih dekat dengan musholla."
"Ohh... Begitu ya. Tapi kak Rumi mau mengantarkan kita kan?" Pinta Qoni, membuat Shafa menoleh kearah sang adik, sembari melebarkan bola matanya.
"Boleh... Yuk, Deket kok." Ajak Rumi yang berjalan lebih dulu melewati dua kakak beradik itu.
"Hemmmm..." Qoni mengendus seraya mendekati telinga sang kakak perempuan. "Wangi surga calon imam mu, kak." Bisik Qoni yang langsung terkekeh.
"Apa sih, kalo ngomong yang bener. Ku jewer juga loh nanti." Shafa mendelik.
"Ututututu... Hahaha." Qoni langsung menarik lengan kakaknya, berjalan cepat menyusul Rumi yang sudah mulai jauh.
–––
Sepanjang jalan, Seperti di sengaja. Qoni terus menarik tangan kakaknya agar lebih dekat lagi ke arah pria jangkung yang berjalan di depan mereka.
Sehingga suara bisik-bisik antar keduanya tak terelakkan, dimana Shafa yang bersungut dengan Qoni yang terkekeh, membuat Rumi geleng-geleng kepala di depan.
Namun dia masih berusaha cuek saja walaupun tersenyum, merasa lucu dengan tingkah dua orang di belakang. Yang seperti asik sendiri.
Entahlah... Seperti masih menjaga batasan saja. Karena sejatinya mereka itu saudara namun hanya sebatas saudara angkat saja dari Abinya. Sehingga membuat Rumi ataupun Shafa masih harus menjaga batasan mereka.
Tak membutuhkan waktu lama, tiga orang itu sudah sampai di depan sebuah rumah yang tak begitu besar, dimana ada beberapa orang yang keluar masuk di sana.
Rumi menoleh ke belakang. "Ini rumahnya, masuk saja. Nuha sama Umma di dalam kok."
"Emmm... Terimakasih Rumi." Ucap Shafa.
"Sama-sama. Ya sudah aku balik ke rumah dulu ya, calonnya Nuha sudah sampai." Tutur Rumi yang baru saja mengecek pesan singkat dari Abinya.
"Iya..." Jawab Shafa. Rumi pun kembali berjalan meninggalkan dua orang itu.
Dimana Qoni langsung bercie-cie ria, mengejek sang kakak yang hanya buang muka, sebal. Namun di depan Shafa tidak bisa menahan senyumnya itu, yang dengan cepat ia kulum karena menurutnya itu tidak baik.
Sementara kakinya terus melangkah masuk ke dalam rumah itu, mengucap salam dan bertanya kepada orang sekitar untuk mencari sosok Nuha, dan setelah bertemu mereka pun langsung menghampirinya.
Dimana Nuha yang hanya tersenyum tipis, menyambut mereka lalu saling berpelukan antar satu sama lain.
Selang beberapa lama prosesi ijab Qabul pun berjalan dengan lancar.
Shafa tertegun sejenak, melihat indahnya pasangan yang tengah duduk bersebelahan, walaupun keduanya masih saling diam dengan Nuha yang hanya menunduk saja, terlebih-lebih si pengantin pria yang tak mengeluarkan sepatah kata pun, kecuali minum terus-menerus. Lihat saja sudah ada lima gelas air kemasan yang kosong di hadapannya, karena memang semua isinya sudah habis ia minum.
Haha mungkin dia sangatlah gugup saat ini, begitu pikir Shafa.
Namun sepertinya pandangannya kembali beralih pada sosok Rumi, pria yang dengan riangnya mengobrol dengan para tamu lain.
Yang entah membahas apa, namun samar-samar ia mendengar kata tentang jodoh dan jodoh... Entahlah, mungkin dia sedang di tanyai, kapan dia akan menyusul sang adik untuk menikah.
Sementara yang di tanya hanya tersenyum simpul, tak terlalu menanggapi lebih jauh.
Waktu terus bergulir, Di mana para tamu sudah mulai berpamitan untuk pulang, begitu pula dengan keluarga Ulum.
Yang sudah harus kembali ke rumah mereka, dengan mengendarai dua sepeda motor.
Shafa yang berboncengan dengan Qoni, dan Ulum dengan Aidha mereka pun berpamitan untuk pulang, setelah memberi selamat pada dua orang mempelai serta Irsyad dan Rahma.
Dalam perjalanan pulang, Shafa terdiam. Pikirannya terus saja terbayang senyum Rumi, yang membuatnya harus menghela nafas berkali-kali.
Sungguh sangat menggangu, begitu pikir Shafa. Dia pun beristighfar dan berusaha untuk mengalihkan pikirannya itu ke yang lainnya, sehingga ia pun ingat kalau pekan depan dia harus ke Bandung untuk study banding.
'duh... Lupa kan, kalau mau minta tolong ke Rumi. Dasar fikiran yang tak penting ini ya, merusak segalanya. Astagfirullah al'azim.' gumam Shafa dalam hati. Dia pun memutuskan untuk bicara saja melalui telepon nanti setelah tiba di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Ekawati Hani
Safa sama Rumi klo ga salah umurnya lebih tua Safa ya, dulu kan waktu Aida melahirkan Rahma belum hamil.
2022-06-04
0
Athoriyah Banjar
apakah jodohnya rumi itu syafa atau Deby alias Debora yaaa??
2022-02-08
0
fitria linda
q brhrp sm deby aj hehe
2022-01-27
0