Saddam menaikkan kerah jaket parkanya hingga menutupi seluruh leher. Dia berdiri di luar lobby hotel sambil menatap kedua ujung sepatu bootsnya.
Kedua tangannya berada di dalam saku jaket. Sekarang dia mirip seperti seorang anak nakal yang sedang dihukum di luar kelas.
Matanya mengarah ke bawah, tapi pikirannya sedang mengingat-ingat nada bicaranya barusan.
Agak menyesal karena dirinya gampang sekali terpicu oleh tingkah Rizky.
Dia bertanya-tanya pada hati dan otaknya secara bersamaan. Apa kerugian yang dideritanya jika Rizky menggoda Vero terus menerus.
Jelas tidak ada. Vero bukan siapa-siapa baginya.
Sudah jelas perjalanan ke Afrika Selatan ini bertujuan untuk mencari jejak keberadaan bangkai pesawat yang menewaskan ibunya.
Bukan perjalanan yang direncanakannya untuk melakukan pendekatan kepada wanita itu.
Itu adalah jawaban yang diberikan otaknya.
Sedangkan hatinya, masih sangat sebal melihat Rizky yang sok manja dan selalu bertingkah murahan terhadap Vero.
Meski dirinya tidak mengetahui perasaan Vero kepada Rizky, tapi Saddam bisa melihat jika wanita itu terganggu dengan sikap Rizky yang memang sangat mengintimidasi.
Saddam juga sebal melihat Vero yang dinilaunya terlalu lembek.
"Huufffttt.... Gua mikir apa sih.." Saddam bergumam lirih kepada dirinya sendiri sambil mendongak menatap langit yang terlihat murung seperti dirinya.
...--oOo--...
Perjalanan dari Johannesburg menuju sebuah kota kecil, Kokwane bisa ditempuh dalam waktu 4 jam lebih dengan jalur darat.
Semua orang nyaris meringkuk di dalam mobil. Penghangat seolah tak berfungsi bagi mereka semua yang terbiasa dengan cuaca yang gerah.
Ransel yang biasanya diletakkan diantara kaki mereka kini tampak berubah fungsi menjadi guling yang bisa didekap.
Saddam duduk di belakang kemudi dengan wajah datar. Sebentar-sebentar dia berpura-pura menoleh ke arah jalan di sebelah kirinya untuk melirik Vero dari sudut mata.
Wanita itu terlihat menatap ke arah jalan di sebelah kirinya sambil menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. Tangannya memeluk ransel hitam berukuran sedang.
Rully yang duduk di sebelahnya bersandar di kursi dengan memeluk ransel dan memejamkan mata.
Tapi Saddam yakin benar pria itu tidak tidur.
Awalnya Rully menawarkan diri menjadi supir mereka menuju pos penjaga hutan yang akan mereka tuju. Tapi Saddam menolak.
Hatinya yang sedang merasa tidak nyaman ingin sibuk dengan satu aktifitas yang tidak menuntutnya harus banyak berbicara.
Kebisuan yang dingin sedang menggantung di antara mereka.
Kabut putih terhampar di sepanjang perjalanan. Bahkan aspal pun tak lagi berwarna hitam pekat karena kabut yang tebal.
Jika bukan karena bayaran dan ambisi yang besar, mungkin orang-orang yang sedang bersamanya sekarang lebih memilih untuk berdiam diri di rumah.
"Seluruh perlengkapan untuk masuk ke hutan sudah lengkap. Osas mengabari lewat pesan singkat tadi pagi." Suara Rully memecah keheningan.
"Hmmmm.." Sahut Saddam yang hanya berupa gumam.
"Setidaknya dengan peralatan selengkap itu, kita bisa memastikan diri kalau diantara kita tidak ada yang akan mati kedinginan." Suara Rully terdengar cukup tulus saat mengatakan hal yang baru saja diucapkannya.
Saddam menyadari Rully yang menoleh sekilas ke arahnya karena menantikan respon darinya.
"Sebelum tengah hari kita harus udah nyampe di pos penjaga hutan itu. Aku ga mau kita kemaleman dan ngabisin waktu satu malem untuk nginep di Kokwane." Jawaban Saddam tak ada hubungannya sama sekali dengan hal yang dikatakan Rully.
Sekarang gantian Rully yang menjawab perkataan Saddam dengan gumaman.
Dan seperti perkiraan Saddam sebelumnya, mereka mulai memasuki kawasan kota Kokwane tepat sebelum tengah hari.
Kendaraan terus melaju mengikuti petunjuk yang diarahkan oleh GPS mobil.
Pemandangan yang terhampar mulai dipenuhi pepohonan. Meski waktu menunjukan belum pukul 12 siang, tapi matahari sama sekali tidak terlihat di daerah itu.
Jalanan yang tadinya sangat rapi tertutup aspal dan dipenuhi rambu jalan raya kini mulai mengecil.
Semakin mereka mengikuti petunjuk GPS, jalanan yang mereka lalui semakin sempit.
Jejak di jalanan pun tak memperlihatkan jika daerah itu sering dilalui mobil. Bahkan mungkin bisa jadi, kendaraan mereka adalah mobil pertama yang masuk ke darah itu dalam satu bulan terakhir.
Saat Saddam melihat sebuah bangunan kecil yang di dekatnya terhampar padang rumput yang cukup luas, dirinya yakin bahwa mereka sudah hampir sampai di tempat yang mereka tuju.
Selang beberapa menit, Saddam sudah menghentikan mobilnya tepat di sebelah bangunan itu.
Tiba-tiba seseorang mengetuk kaca sebelahnya dari luar.
Setengah terkejut karena sedari tadi dirinya hanyut dalam pikiran soal hutan tempat dimana Ibunya terakhir berada, Saddam menurunkan kaca mobil.
"We are complete, sir!" Suara pria berkulit hitam bertubuh tinggi tegap itu terdengar keras sekali di keheningan.
Osas berdiri di sisi mobil dengan senyum mengembang dan gigi putih bersihnya.
Pria itu melaporkan jika dirinya dan para krunya telah siap dan lengkap.
Saddam melempar senyum tulus sambil mematikan mesin mobil dan menaikkan kaca mobil.
Osas adalah orang yang dinilainya cukup ceria. Senyum di wajahnya terlihat sangat tulus dan polos.
Pemandangan yang pertama kali ditangkap Saddam saat turun dari mobil adalah bangunan pos penjaga hutan itu.
"Where is the forest rangers?" Saddam menunjuk bangunan di sebelah mobil yang terparkir.
Saddam penasaran kenapa pos penjaga hutan itu terlihat kosong tak berpenghuni.
Sebagian bangunannya dijalari pepohonan yang merambat.
"Empty sir. No one there. After the last plane crash, the post was abandoned. Everyone is free to enter the forest." Osas berbahasa Inggris dengan lancar dan pelafalan yang sangat jelas tiap hurufnya.
Osas mengatakan sejak kecelakaan pesawat terakhir kali, pos itu sudah tidak dijaga lagi. Siapa pun bebas memasuki hutan itu.
"Everyone is free to enter the forest.." Perkataan Saddam menggantung sambil melirik ke arah Rully.
Rully yang sepertinya mengerti maksud perkataan Saddam yang secara tidak langsung berkata bahwa keberadaan Rizky sekarang sama sekali tidak dibutuhkan.
Tanda pengenalnya sebagai karyawan WWF juga sama sekali tidak berguna.
Dengan tidak adanya penjaga hutan, siapa pun bebas memasuki hutan itu.
"Sir, this is Salim. This is Makalo. And this is Ndaka. He's the last person I've ever mentioned to you." Osas menunjukkan teman-temannya.
Orang-orang yang disebutkan namanya oleh Osas mengangguk dan setengah menundukkan kepalanya ke arah Saddam.
Saddam tersenyum dan ikut mengangguk kecil ke arah empat orang asing yang akan menemani mereka.
"I am Ndaka Sir. I really need a job. I hope you don't mind my inclusion." Ndaka terlihat berusia di pertengahan 30-an ternyata fasih berbahasa inggris. Bahkan pelafalannya lebih bagus ketimbang Osas.
Pria itu mengatakan kepada Saddam bahwa dirinya benar-benar butuh pekerjaan dan dia berharap kalau Saddam tidak keberatan dengan kehadirannya.
"It's okay" tukas Saddam. Ndaka terlihat tersenyum senang mendengar jawaban itu.
Saddam berbalik untuk memastikan apakah semua orang telah turun dari mobil dan membawa bawaan mereka masing-masing.
Matanya menangkap keempat orang yang pergi bersamanya sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Semua orang sedang sibuk dengan kameranya.
Rully, Vero dan Rizky memotret tiap bagian hutan yang bisa mereka jangkau. Sedangkan Eko sibuk berselfie di depan bangunan pos penjaga hutan.
"Ehem!!" Saddam berdehem sedikit lebih keras untuk menyadarkan keempat orang itu.
Seketika mereka menoleh dan menghentikan aktifitas masing-masing.
"Bisa kita mulai untuk ngecek bawaan kita semua?" Saddam memandang beberapa tas yang bergelimpangan di atas rumput tebal.
"Oke--oke-- bisa." Rully berjalan mendekatinya.
"Sir, like last time's question, I want to confirm if you are sure you want to enter this forest?" Osas berjalan mendekati mereka yang telah berkumpul setengah mengelilingi ransel yang berisi tenda-tenda dan kantong tidur.
Semua orang yang mendengar pertanyaan Osas menoleh menatap pria asing itu.
Itu memang bukan pertanyaan Osas yang pertama kalinya.
Saat diperkenalkan oleh agen mobil yang disewa mereka, Osas juga telah menanyakan itu via pesan singkat kepada Saddam.
Osas berkali-kali menanyakan apakah dirinya yakin ingin masuk ke hutan itu hanya untuk melihat bangkai pesawat sisa kecelakaan.
"Of course he was" Tiba-tiba suara Ndaka terdengar agak tinggi menyela.
Semua orang kini menatapnya. Termasuk Osas yang memasang tampang sedikit kesal.
"I'm sorry. I'm just a little impatient." Ndaka meminta maaf dengan mengatakan bahwa dirinya sedikit tidak sabar.
"Before entering the forest, I have to explain the real situation to them." Osas berkata dengan suara rendah yang membuat suasana berubah menjadi sedikit mencekam.
Osas mengatakan bahwa dia merasa harus menjelaskan situasi yang sesungguhnya kepada mereka semua.
"What situation?" Rizky tiba-tiba bersuara tidak sabar.
Osas menoleh kepada Rizky sejenak, kemudian meneruskan kata-katanya sambil menatap Saddam.
"Yes..." Saddam menatap Osas.
Osas menatap hutan sekilas dan menarik nafas panjang.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Farni hana
jngan Terima dam.. dia akan mencelakai kalian semua😬😬😬
2024-02-01
1
lisna
tu kan bener si Rizky tu ga tau situasi di dlm hutan😅
2023-12-04
1
HNF G
hahahaha.... mampos lo rul, udah bawa manusia gak guna yg gak punya akhlak 😂😂😂😂
2023-11-22
1