Beberapa menit setelah Saddam dan Rully turun dari mobil Vero berniat meluruskan kakinya yang dirasa telah terlalu lama duduk menekuk semenjak dari pesawat semalaman.
Vero yang duduk di kursi tengah di sebelah Eko turun melalui pintu kiri. Setengah penasaran kakinya melangkah ke mulut gang tempat di mana Saddam dan Rully menghilang. Dia tak tahu apa yang sedang dikerjakan kedua orang pria tersebut.
Lingkungan tempat mobil mereka berhenti bisa dibilang sangat sepi. Sepanjang tembok dipenuhi hiasan vandalisme yang cukup indah dibanding coretan-coretan yang biasa dilihatnya di bawah jembatan layang Jakarta.
Saat dirinya menyadari sudah berjalan cukup jauh dari mobil, Vero memutar langkahnya kembali ke arah SUV yang terparkir. Dilihatnya Rizky juga sudah berada di luar mobil menyalakan sebatang rokok.
Vero memperlambat langkahnya agar tiba di dekat Rizky lebih lama, tapi rupanya pria itu telah menyadari Vero datang.
"Ngapain ke sana?" Rizky berkata sambil mengerucutkan bibirnya menunjuk arah Vero datang sebelumnya.
"Ga ada, liat-liat doang" jawab Vero tanpa melihat ke arah Rizky.
"Kamu kenapa sih kalo aku ngomong kayaknya jijik banget cuma untuk ngeliat aja?" Rizky mencampakkan rokoknya yang masih menyala ke tanah dan mendekati Vero.
"Apa sih Riz, biasa aja" Vero berjalan menuju sisi kiri pintu mobil yang berdampingan dengan tembok.
"Liat aku dulu!" bentak Rizky sambil menarik lengan kiri Vero.
Langkah Vero terjajar dua langkah ke belakang karena tarikan Rizky. Kini mereka berdiri berhadap-hadapan di mulut gang.
"Kamu apaan sih, rese sendiri. Aku ngapain juga enggak." Vero menarik lepas tangan Rizky yang masih berada di lengannya.
Rizky yang sepertinya kesal dengan Vero karena tangannya dipaksa melepaskan cengkeramannya pada wanita itu kembali menarik lengan Vero dan memojokkan tubuhnya di dinding gang.
"Sok banget sih Ver, siapa banget sih lu?" Rizky berkata lirih di depan wajah Vero.
"Bukan siapa-siapa. Bukan siapa-siapanya elu lebih jelasnya," sinis Vero pada Rizky.
Mendengar hal itu Rizky semakin berang dan merapatkan tubuhnya pada Vero. Pria itu hendak menciumnya.
Vero mendorong tubuh Rizky,
"Jangan rese. Tingkah lu tuh menjijikkan."
Saat Vero beringsut dari balik tubuh Rizky pandangan matanya tertumbuk pada dua sosok pria yang sepertinya sudah mengamati mereka sedari tadi.
Saddam dan Rully mendekat, wajah Saddam terlihat seperti hendak akan memakan mereka semua sekaligus.
Mungkin pria itu sudah muak akan dramanya bersama Rizky sepanjang perjalanan.
Saat Saddam hendak melewati mereka menuju pintu mobil, Rizky menangkap lengan pria itu yang terlihat membawa sebuah benda dalam bungkusan.
"Gua tau pasti ini tempat apa. Lu beli senjata kan Dam?" Rizky menjajari langkah Saddam.
Saddam bergeming.
"Mana? Mana? Gua boleh liat sekarang?" Rizky berbicara sambil meraba bungkusan yang berada di tangan Saddam.
"Liat dong, pelit amat" Rizky setengah menarik bungkusan.
Brakk!!
Vero terkejut karena dalam sekejab mata Rizky sudah berada di posisinya tadi. Terpojok dengan di dinding gang dengan kerah baju tercengkeram oleh tangan kanan Saddam.
Rully hanya berdiri mematung tak jauh dari mereka. Vero sedikit sebal dengan Rully yang terlihat seperti tidak berniat untuk memisahkan kedua pria itu.
Tangan kanan Vero masih menutup mulutnya seperti khawatir setelah pekikannya tadi, dia akan kembali menjerit melihat keributan yang masih berlangsung di depannya.
Tapi perkiraannya meleset, Saddam yang sejenak seperti menoleh ke kiri melihatnya dan Rully yang masih berdiri mematung, sepertinya menyadarkan pria itu.
Saddam melepaskan Rizky dan berjalan menuju SUV yang terparkir tak jauh dari mereka.
Dan Rizky yang lehernya baru saja terbebas dari tangan Saddam, tampak memegang kerah bajunya.
"Anjing! Cuihh!!" Rizky meludah setelah memaki.
Rully hanya menepuk bahu Rizky dan kemudian berjalan menuju SUV dan duduk di kursi paling belakang.
Vero hanya menatap semua pria yang satu persatu meninggalkannya untuk masuk ke dalam mobil.
"Apa yang gua lakuin di sini? Harusnya gua kerja di lab dan makan siang kebab dingin ama Yana di kantin..."
Setelah memikirkan hal itu, Vero masuk kembali ke dalam SUV dan duduk di sebelah Eko yang tampaknya baru terbangun dari tidurnya.
"Enek opo toh Mba?" Eko bertanya padanya dengan wajah polos. Mungkin asisten Saddam itu merasakan sesuatu yang canggung di antara mereka semua.
Vero hanya bisa meringis dan menggeleng sambil menatap tas di pangkuannya.
Bahkan untuk sekedar melirik bahu Saddam yang duduk di depannya pun Vero tak memiliki keberanian.
Sekarang dia merasa takut kepada Rizky dan diliputi perasaan tidak enak kepada Saddam.
Ini adalah kontrak kerjanya bersama pria itu. Tapi tingkah Rizky membuat mereka tampak tidak profesional.
...--oOo--...
Mobil memasuki pelataran sebuah hotel yang cukup mewah. Dua orang Bellboy tampak berdiri di depan sebuah meja concierge yang di sebelahnya terdapat troli tinggi besi kuningan. Saat mobil berhenti, semua orang bergegas turun kecuali Saddam.
Vero yang sudah lebih dulu berdiri di sisi luar mobil sambil menunggu barangnya diturunkan, mengalihkan pandangannya ke arah Saddam.
Vero melihat pria itu sekilas seperti sedang melihat ke arahnya melalui kaca spion. Tapi untuk memastikannya, Vero tak cukup bernyali.
Setelah semua bawaan diturunkan, supir SUV yang tadinya turun ikut membantu mereka kini telah kembali ke belakang setir.
Eko tampak berbincang dengan Saddam melalui kaca jendela mobil yang sekarang telah turun seluruhnya.
Vero yang berdiri sejajar dengan mobil kini bisa melihat ekspresi wajah Saddam saat berbicara dengan Eko melalui pantulan kaca spion.
Vero sedang mengamati rahang tegas milik Saddam yang dibalut dengan rambut tipis yang terbayang di bawah kulit dagunya.
Saat pandangan mata Vero berhenti pada bibir penuh Saddam, pandangan pria itu tiba-tiba mengarah padanya dari pantulan kaca spion.
Entah berapa lama pandangan mereka bertemu. Tapi kali ini Vero tidak memalingkan wajahnya. Dia membalas tatapan Saddam.
Vero masih menatap mata coklat Saddam. Entah berapa jam atau berapa hari lagi dirinya baru akan bertemu lagi dengan Saddam yang akan pergi meninggalkan mereka menuju ke Cape Town.
Ada perasaan lega saat mengetahui bahwa Eko diminta Saddam untuk tetap berada di hotel bersama mereka.
Dalam diamnya saat bertatapan dengan pria itu, ada terlintas sedikit rasa di benak Vero bahwa dirinya tak ingin pria itu pergi.
"Ngeliat dia pergi, kok rasanya kayak bakal ada yang kurang. Gua kok kayak gak mau ditinggalin ya.."
Vero menggeleng-geleng menampik pikirannya barusan. Pandangannya sudah kembali tertuju pada ransel besar di kakinya.
Perlahan mobil bergerak menjauhi mereka meninggalkan pelataran lobby hotel.
Vero kembali melihat spion yang kaca pintu mobilnya perlahan menutup.
"Ganteng." Vero berbisik.
"Siapa Mba? Saya?" Eko yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya membuat Vero hampir terlonjak.
Eko terlihat kembali memanggul ransel besar Vero seperti memang bahwa ransel itu adalah bawaannya.
Vero hanya meringis kaku kepada Eko dan langsung buru-buru melangkahkan kakinya mengikuti Rully yang memasuki lobby hotel.
...***...
...Kalau suka minta like dan komentarnya ya...
...vote juga boleh banget...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
lisna
mulai seru nich apa rizky tau ya bahaya apa yg akan dihadapin nanti secara kan dia tanda tangani surat perjanjian tanpa melihat keseluruhan isinya
2023-12-04
1
HNF G
gara2 rizky si orang hutan yg rese😒
2023-11-22
1
anisa f
la rully itu ngapain sih
kok setiap rizky "berbuat" dia diem aja
2023-09-16
1