"Jadi gimana? Lu dah dapet izin dari Om Rizal?" Rully bertanya pada Vero sambil duduk di atas motornya yang telah distandar ke samping.
"Udah, gampang, aman, santai aja lu" Vero menjawab sambil bersandar dan memeluk Yana manja yang duduk di sebelahnya.
"Santai...santai... yang ada ntar gua diomelin kalo ke rumah." Rully menggerutu.
Vero tertawa sambil mencoba menendang ujung sepatu Rully yang berada dekat kakinya.
"Emang kalian harus gitu ya? berangkat sejauh itu?" Yana mengedikkan bahunya tempat di mana kepala Vero bersandar.
"Lu jangan nanya gua, laki lu tuh yang nantangin gua ikut. Meski sebenarnya gua emang penasaran banget ama cerita spekulasi soal makhluk yang mendiami hutan itu. Manusia atau spesies lain sih? Kenapa belom ada jurnal yang ngebahas itu. Gua udah capek nyarinya. Misteri banget." Vero berkata antusias sambil menegakkan tubuhnya.
"Makhluk? Kayaknya masih sejenis manusia deh. Suku asing pedalaman mungkin. Sejenis itulah, ntar kita liat aja. Sapa tau bisa diajak foto-foto. Nama kita bakal jadi headline di majalah travel sebagai orang pertama yang berhasil ngabadiin foto mereka. Apalagi bayaran si Saddam gede banget." Rully mengangkat-angkat alisnya menatap tunangannya dan Vero bergantian.
"Modal lu kawin dong." Vero mencibir
"Emang." Rully tertawa sambil mengacak sayang rambut tunangannya.
"Itu Rizky beneran harus ikut?" Vero sedikit cemberut.
"Kita perlu dia, meski pecicilan ga jelas tapi tuh anak masih ada gunanya. Kalo kita kesulitan di sana, mungkin kita bisa manfaatin koneksi dia di WWF. Yah lu tahan-tahan dikitlah dengan keganjenan doi." Rully tertawa melihat Vero yang langsung menatapnya sinis.
"Geli gua, maunya nempelin mulu. Kayak ga ada kerjaan aja." Vero cemberut.
"Ya kerjaannya nempelin elu dong Ver..." Yana berkata sambil memeluk Vero.
"Lagian ditaksir cowo cakep tapi cuek aja, jadian aja deh. Sekali-sekali ngerasain yang namanya pacaran." Rully menjitak pelan jidat Vero.
"Engga ah. Ga minat gua ama dia." Vero berdiri dari duduknya.
"Yuk Yan, cari duit" Vero menarik lengan Yana yang masih terlihat nyaman duduk di bangku halaman depan laboratorium.
"Hati-hati di jalan pulang ya Yang..." Yana menatap Rully seolah tak rela dirinya diseret masuk ke dalam gedung oleh Vero.
"Kamu juga hati-hati ya nemenin perempuan itu di lab..." Rully terkekeh sambil menyalakan motornya.
Tak berapa lama Vero dan Yana sudah memakai seragam labnya dan menghadapi semua peralatan yang berantakan karena eksperimen Vero kemarin malam.
"Buruan kita harus cepat beresin ini semua sebelum ada orang lain dateng." Vero bergegas memunguti tabung-tabung kecil yang bergelimpangan di atas meja.
"Lagian nafsu banget sih lu pengen nemuin vaksin yang hampir ga masuk akal itu." Yana berkata sambil mengambil sebuah plastik hitam sebagai tempat sampah.
"Lu bayangin kalo lu hamil beberapa bulan dan bayi lu dideteksi punya kelainan kromosom. Vaksin yang gua pengen bikin ini, untuk memperbaiki kelainan itu sejak si bayi berada di dalam kandungan. Biar bayinya lahir normal." Vero berbicara sambil terus mengembalikan semua peralatan pada tempatnya.
"Tapi itu hampir mustahil Ver..." Yana menyahut tanpa menoleh.
"Dengan beberapa persilangan genetik mungkin ga mustahil juga Yana sayang..."
"Tapi mau kamu cobain ke siapa? Aku aja serem bayanginnya. Gimana kalo lahirnya malah jadi makin aneh." Yana menghentikan kegiatannya dan menatap Vero. Tapi Vero hanya diam tak acuh melanjutkan kegiatannya.
Kemarin malam Vero yang sudah sangat frustasi karena kelelahan dan melihat hasil eksperimen bahannya tak mencapai hasil yang memuaskan merasa tak sanggup membereskan semua peralatan yang telah digunakannya di dalam lab itu.
Menghubungi Yana dan meminta bantuannya di pagi hari adalah jalan ninja Vero agar dirinya tak tertangkap basah mempergunakan laboratorium perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
...--oOo--...
Vero dan Yana keluar dari gedung lab berjalan beriringan sambil mengaitkan lengan satu sama lain seperti dua orang anak kembar yang tak terpisahkan.
Di bangku halaman telah duduk Rully yang sangat setia mengantar jemput tunangannya seperti ingin menghabiskan banyak waktu dengan Yana sebelum bertolak ke Afrika Selatan beberapa hari ke depan.
"Bonceng gua lagi dong sampe halte bus." Vero merengek manja kepada Yana.
"Lu pulang ama dia aja." Rully mengarahkan pandangannya ke arah sebuah motor besar yang memelankan laju kecepatannya menuju ke arah mereka.
Itu Rizky. Pria berumur 29 tahun yang bekerja di WWF dan merupakan pegiat alam yang sering keluar-masuk hutan.
Rizky mengenal Vero pertama kali di sebuah acara yang diadakan oleh kampus wanita itu. Saat itu Vero yang cantik berwajah oriental dengan rambut lurus sepinggang dan mengenakan kacamata minus serta tidak banyak bicara kepada orang-orang di sekelilingnya sangat menarik perhatian Rizky.
Sejak saat itu Rizky yang selama ini tidak pernah sulit mendapatkan wanita dengan bermodal wajah tampan dan motor besar idaman gadis-gadis muda merasa tertantang dengan sikap acuh tak acuh Vero padanya.
Rizky yang terlalu sering menempeli Vero kemana-mana membuatnya secara tak sengaja akrab dengan pasangan Rully dan Yana.
"Gua ogah ah pulang bareng dia." Vero menuju motor Rully dan mendorong tubuh Yana yang telah duduk di atas boncengan agar memberinya ruang.
Yana yang tampaknya ingin sahabatnya itu segera punya pacar membuat tubuhnya sekaku mungkin agar Vero tak berhasil mendapatkan tempat duduk di boncengan.
"Udah di sini aja." Rizky berkata sambil membuka helm yang membuat rambut depannya langsung turun.
Vero memang harus mengakui jika Rizky adalah sosok ganteng dan ramah. Tapi Vero yang introvert sering terganggu dengan keramahan pria itu.
Alih-alih ingin mengunjungi kediaman Vero, Rizky malah beberapa kali mengajaknya untuk main ke apartemen tempat tinggal pria itu.
Vero bergidik membayangkan apa yang akan terjadi jika dirinya berduaan dengan Rizky yang agresif di dalam apartemen itu.
Jelas tidak mungkin jika Rizky hanya mengajaknya bermain catur atau monopoli.
"Yuk ah, kita nongkrong dulu sekalian ngobrolin soal ketemuan ama bos baru kita besok." Rully berteriak dari depan yang berhasil membuat Vero buru-buru menuju ke boncengan motor besar Rizky.
Dengan tubuh kaku Vero meletakkan tasnya di antara punggung Rizky dan dadanya. Dirinya benar-benar tak rela jika punggung Rizky harus merasakan benda empuk dan kenyal sambil mengemudi.
...--oOo--...
Hari senin pagi berikutnya, Vero absen dari laboratorium dengan alasan sakit untuk menepati janjinya kepada Rully bahwa mereka semua akan menemui orang yang menawarkan proyek kepada mereka.
Dengan mengenakan celana hitam, kaos putih dan blazer casual berwarna abu-abu dan sepasang sneakers Vero berangkat dengan dijemput oleh Rully.
Itu pun setelah dirinya bersikeras pada Rully bahwa dia tidak akan mau berangkat jika Rizky yang menjemputnya. Vero tak mau terdiam dalam suasana kaku karena tak sanggup meladeni ocehan dan candaan Rizky yang menurutnya terlalu ramai.
Rully dan Vero tiba lebih pagi di sebuah gedung kantor besar dan langsung menuju lantai 16 tempat di mana sang direktur berada.
Seorang sekretaris seksi dan cekatan meminta mereka menunggu di sebuah ruangan tertutup. Wanita itu mengatakan akan memanggil mereka jika bosnya sudah siap menerima tamu di ruangannya.
Vero yang sedari tadi mengamati seluruh bagian kantor mewah itu bertanya-tanya pria seperti apakah yang memiliki perusahaan itu.
Rully hanya mengatakan kepada Vero jika orang yang menawarkan proyek besar itu kepada mereka adalah sosok pria lajang dan cukup tenar di berbagai club mewah di Jakarta.
Vero membayangkan sosok pria pecicilan dan banyak bicara seperti layaknya Rizky yang juga merupakan pria playboy dan genit.
"Ly, Saddam itu orangnya gimana?" Vero bertanya setengah berbisik kepada Rully. Tapi karena ruangan itu kosong suara Vero terdengar sangat jelas.
"Gimana apanya? Entar lagi juga ngeliat sendiri. Pokoknya elu jangan pandang mata dia lama-lama." Rully yang sedang membuka-buka sebuah majalah menjawab tanpa menoleh kepada Vero.
"Emang kenapa? Kalo dia ngajak gua ngomong gimana? Trus gua harus mandang apanya dong? Anunya?" Vero menjawab Rully dengan sedikit kesal.
Mendengar perkataan Vero, Rully tertawa keras sambil mengibaskan majalahnya ke arah Vero.
"Denger ya, gua aja yang laki-laki tulen ngerasa Saddam tuh punya sesuatu yang bener-bener menarik. Penuh kharisma gitu. Terkesan dingin dan ga perlu ama orang lain. Tapi sorot matanya kayak ada sedih-sedihnya gitu" Rully berkata sambil menerawang mencoba membayangkan sosok Saddam saat pertemuan terakhir mereka.
"Ada sedih-sedihnya gimana? Matanya tadi emang kenapa? Juling? Elu yang jelas dong."
"Elu liat aja deh sendiri. Kalo ngeliat dia tuh, gua ngerasa wajar kalo dia gampang dapetin cewe. Hati-hati lu jangan sampe jatuh cinta." Rully kembali membuka majalahnya.
"Jatuh cinta sama laki-laki kayak gitu? Hih!" Vero mencibir.
Rully baru saja akan menarik rambut panjang Vero ketika pintu terbuka dan mereka melihat Rizky datang.
"Gua ga telat kan?" Rizky berkata sambil menghempaskan tubuhnya di sofa yang sama dengan Vero.
"Engga, belom." Rully menjawab sambil menoleh ke arah pintu. Dia merasa karena personil mereka saat ini sudah lengkap, harusnya sekretaris tadi sudah memanggil mereka.
"Cantik banget sih," Rizky berkata pada Vero sambil berusaha mencolek pipi wanita itu.
Vero menghindar dengan sebal,
"Apaan sih."
Pintu kembali terbuka dan sekretaris seksi yang mereka lihat pertama kali tadi berdiri di pintu dengan senyum mengembang.
Rizky yang merupakan pemuja wanita seksi dan cantik setengah terperangah melihat wanita yang mengenakan rok sangat pendek dengan ukuran dada yang luar biasa itu berdiri di depan pintu.
"Mari ikut saya, Pak Saddam-nya udah berada di ruangan." Sekretaris tadi tetap berdiri di depan pintu untuk menunggu mereka semua bangkit.
Rully mendahului mereka semua untuk keluar dari ruangan. Dan ketika semua sudah keluar, sekretaris tadi dengan cekatan berjalan mendahului mereka menuju pintu ruangan bosnya.
Suara sepatu hak tingginya mengetuk-ngetuk di lantai dengan keras. Laki-laki mana saja yang berada di belakang perempuan itu pastilah akan memandang ke bagian bokong wanita itu yang hanya tertutup kain sejengkal.
Vero mencibir membayangkan pria seperti apa yang membiarkan sekretarisnya berpakaian hampir telanjang seperti itu.
Sekretaris tadi kembali masuk ke dalam ruangan dan menutup pintunya, Vero berdiri di luar dengan ekspresi tidak sabar karena merasa mereka kini seperti rombongan organisasi pemuda setempat yang sedang meminta sumbangan untuk acara 17-an ke kantor-kantor.
Vero masih akan melanjutkan omelannya di dalam hati ketika si sekretaris kembali membuka pintu dan mengangguk ke arah mereka.
Rully melangkah masuk lebih dulu dan menyapa,
"Selamat Pagi Pak Saddam."
"Pagi Rully," Pria yang disapa Rully menjawab dengan senyum sambil menyapukan pandangannya kepada dirinya dan Rizky yang berdiri di sebelah Rully.
Rasa penasaran Vero soal kata-kata Rully soal mata Saddam terjawab.
Vero tak pernah melihat mata laki-laki sebagus yang dimiliki oleh laki-laki yang saat itu sedang berdiri di depan mereka.
Laki-laki yang jelas terlihat memiliki gen timur tengah dengan tubuh tinggi langsing semampai, berhidung mancung dan jambang yang turun hingga ke bawah telinganya benar-benar membuat tampilan pria itu benar-benar jantan.
Jika Rizky bisa dibilang cukup tampan, ketampanan yang dimiliki Saddam bisa dibilang berbeda. Tak heran dia cukup terkenal di kalangan para wanita.
Tampan dan kaya ternyata benar-benar perpaduan yang sangat menjanjikan.
Vero melihat mata Saddam sekilas dan merasakan jika sedari tadi pria itu menatap dengan pandangan yang tidak dimengerti olehnya.
Vero merasa salah tingkah dan sedikit terintimidasi dengan tatapan pria itu. Secepat kilat dirinya mengalihkan pandangan kepada berbagai benda yang berada di dalam ruangan kantor saat itu.
Sambil sesekali membetulkan letak kacamatanya, dia masih berdiri dan sekarang mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
Merasa pandangan Saddam masih terus-terusan mengarah padanya, Vero memberanikan diri mengalihkan pandangan langsung menatap pria itu.
"Pagi Pak," Veronica berhasil mengeluarkan suara tercekat saking gugupnya.
"Kamu?" Pria di depannya bertanya dengan tatapan terpana. Saddam melihatnya seperti melihat sosok hantu yang pernah ditemuinya.
"Veronica. Panggilnya Vero aja" Vero mengangkat alis melirik tangannya yang telah terulur ke depan untuk menyadarkan pria itu.
Menyadari isyaratnya, Saddam menyambut uluran tangan Vero.
"Saddam" Saddam menyebutkan namanya dengan tatapan yang belum lepas dari wajahnya.
"Rully bener...Rully bener. Mata laki-laki ini kesannya berbahaya. Tapi emang bagus banget." Suara dalam kepala Vero berteriak-teriak mengingatkan.
Sosok dengan bola mata teduh berwarna coklat muda dengan bulu mata lentik itu masih berdiri di depannya.
Vero hanya bisa mengangguk-angguk dengan membuat ekspresi tak peduli sambil menatap papan akrilik di belakang meja kerja.
Entah kenapa sekarang Vero merasa terganggu dengan kehadiran sekretaris berpakaian setengah telanjang yang masih berdiri di dekat mereka.
Dirinya tak mengerti kenapa tiba-tiba dia berharap bahwa hubungan Saddam dan sekretarisnya benar-benar merupakan hubungan profesional.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Mytha🕊
sampe sini alu baru paham... berrti yg tabrakan sama babang pirja di bandara yg pada mw ke afrika selatan trus tas alya jatoh itu saddam yaaa punya anak guanteng.... i know...i know
aaaah kereeen laaah karyamu thor, best... bisa nyambung gitj n gak gampang di tebak 🥰🥰
2024-03-09
0
saddam dan vero ... sama sama jatuh cinta pada pandangan pertama.
2024-03-04
0
kalau menggunakan peralatannya saja masih bisa sembunyi sembunyi, tapi bahan untuk melakukan eksperimennya ?
kalau vero memakai bahan dari instansi lambat laun akan ketahuan karena adanya pengeluaran janggal. tapi kalau keluar dari kantong pribadi, berapa uang yang harus digelontorkan vero ?
2024-03-04
0