Hari keenam saat pesawat hilang kontak, Mba Citra menghubungi Saddam memberitahukan bahwa sebagian penumpang selamat telah ditemukan. Daftarnya telah dikeluarkan oleh pihak maskapai dan pemerintah setempat.
Beberapa kali mengamati nama sedikit penumpang selamat, mereka tak menemukan nama ibu mereka sebagai salah satunya.
Mba Citra yang sempat mengira seorang wanita tua yang ditemukan meninggal di hutan karena sakit adalah ibu mereka harus menelan kekecewaan setelah mengetahui bahwa itu bukanlah sosok wanita yang mereka cari.
Padahal mereka telah bersiap menerima jenazah sang Ibu dalam kondisi apa pun.
Saddam menghubungi pihak maskapai untuk mengetahui informasi tentang penumpang selamat dari hutan, dirinya berharap bisa mengorek informasi soal peristiwa apa yang terjadi selama mereka bertahan di dalam hutan itu sembari menunggu bantuan.
Tapi sepertinya pihak maskapai bersikukuh tetap menutup informasi itu rapat-rapat dengan alasan informasi pribadi para penumpang tidak boleh disebarluaskan dengan alasan kenyamanan dan trauma psikis.
Saddam hanya duduk di belakang meja kerjanya dengan wajah lesu menerawang saat Agnes yang seksi duduk di depannya dengan memegang beberapa map yang harus diperiksa dan ditandatanganinya.
...--oOo--...
9 bulan sejak kecelakaan pesawat
Saddam duduk di ruang kerjanya dengan kursi menghadap dinding yang tergantung sebuah papan akrilik transparan sebesar papan tulis yang tercoret-coret dengan spidol.
Berbulan-bulan Saddam tenggelam dan terobsesi dengan rencananya mengetahui soal pesawat XTR473 yang mendarat darurat di sebuah hutan di tepi kota kecil Afrika Selatan.
Keberadaan soal beberapa penumpang selamat yang sangat begitu dirahasiakan membuat rasa penasaran Saddam bergejolak.
"Saddam akan cari ibu dulu ke Afrika Selatan, setelah itu Saddam akan cari wanita di foto yang ibu kasi kemarin"
Saddam berbicara sendiri menatap skema peta rencananya yang telah disusunnya sematang mungkin.
Dengan sekali putaran ke kanan, kursinya telah menghadap ke pesawat telepon.
Dengan jari yang masih menekan tombol speaker di pesawat telepon, Saddam berkata,
"Nes, sini kamu"
Tak sampai lima menit, Agnes yang seksi dan montok telah berada di depan bosnya.
"Ya Pak?"
"Ketiga orang yang kemarin udah dateng?" Saddam bertanya dengan antusias.
"Udah lengkap Pak. Sedang menunggu di luar." Agnes menjawab dengan tegas.
"Suruh masuk sekarang." Saddam merapikan duduknya menunggu ketiga tamu yang telah dipilih untuk menemaninya ke Afrika Selatan. Salah seorangnya sudah bertemu dengan Saddam sebelumnya beberapa kali.
Agnes membuka pintu dan mengangguk ke arah luar. Kemudian sosok pria tinggi berkulit sawo matang masuk diikuti dengan seorang wanita dan seorang pria lainnya.
"Selamat Pagi Pak Saddam." Pria tinggi berkulit sawo matang menyapa Saddam.
"Pagi Rully," Saddam tersenyum sambil menyapukan pandangannya kepada dua orang lain yang berdiri di sisi pria yang dipanggil Rully.
Pandangan Saddam terhenti pada seorang wanita cantik di sebelah Rully yang terlihat berdiri santai mengamati tiap pojok ruangannya.
Sambil sesekali membetulkan letak kacamatanya, wanita itu masih berdiri memperhatikan pemandangan di luar jendela.
Jantung Saddam mulai berdetak tidak santai dan pandangannya masih terpaku pada wanita itu.
Perasaan yang sudah lama tidak dirasakannya seperti muncul mengambang tiba-tiba.
Wanita itu mengalihkan pandangan ke arah Saddam, karena merasa seseorang sedari tadi mengamatinya.
"Pagi Pak," Veronica mengulurkan tangan ke arah Saddam.
"Kamu?" Saddam bertanya dengan tatapan terpana.
"Veronica. Panggilnya Vero aja" Vero mengangkat alisnya melirik tangannya yang telah terulur ke arah Saddam.
Menyadari isyarat Vero, Saddam menyambut uluran tangan wanita itu.
"Saddam." Saddam menyebutkan namanya dan melihat reaksi wanita di depannya yang sangat berbeda dengan wanita-wanita yang dijumpainya selama ini.
Wanita itu hanya mengangguk-angguk tak peduli sambil menatap papan akrilik di belakang meja kerjanya dengan tatapan antusias.
Saddam merasa dirinya seperti transparan di hadapan wanita itu. Ketampanannya tak berlaku. Dirinya tak terlihat sama sekali.
...***...
(2 minggu sebelum pertemuan mereka semua di ruang kantor Saddam)
Rully baru saja menerima telepon dari salah seorang wanita yang mengaku sebagai sekretaris seorang pria yang ingin bertemu dengannya.
Meski mengingat-ingat dengan seksama, dirinya merasa tak pernah mengenal nama sekretaris yang meneleponnya dengan santai dan luwes itu.
Wanita di telepon itu hanya menanyakan kepadanya kapan memiliki waktu senggang untuk bertemu dengan bosnya terkait pekerjaan profesional menantang dengan bayaran fantastis yang ditawarkan.
Tak perlu berpikir dua kali, Rully menyanggupi sebuah pertemuan yang mereka sepakati akan terjadi pada akhir minggu di sebuah kafe di daerah Kemang.
Rully adalah seorang fotografer profesional dan terkenal dengan hasil jepretannya yang luar biasa tentang alam liar.
Beberapa kali memperoleh penghargaan dan pernah memenangkan International Photography Awards (IPA) untuk sebuah fotonya yang spektakuler berkategori nature atau alam.
Dua hari kemudian Rully sudah duduk di sebuah kafe dengan secangkir kopi dan menyulut sebatang rokoknya sembari menunggu seorang pria yang bernama Saddam.
"Maaf, sudah lama Mas Rully?" Sedikit tergopoh Saddam menarik kursi dan mengulurkan jabat tangan.
"Oh belum. Santai aja Pak, pesan minum dulu." Rully mengangsurkan buku menu pada pria perlente yang terlihat jauh lebih muda darinya namun juga jauh terlihat lebih kaya.
"Oke," Saddam mengangkat tangan memanggil seorang pelayan yang berdiri di dekat mereka.
"Vanilla Lattè, hot. Satu" Saddam menyebutkan minumannya dan mengembalikan menu kepada si pelayan.
"Mas Rully sekarang sedang ada proyek tertentu atau terikat kontrak dengan satu pihak mungkin?" Saddam langsung bertanya tanpa berbasa-basi lebih dulu.
"Tidak ada sama sekali, aku cuma freelancer yang menjual foto ke majalah traveling dunia."
"Pernah ke Afrika Selatan?" Saddam bertanya menyelidik.
"Lumayan sering di bagian-bagian tertentunya." Rully menatap Saddam tegas seolah menantikan pertanyaam selanjutnya.
"Pernah dengar tentang kecelakaan pesawat di sana hampir setahun yang lalu?" Saddam bertanya penuh minat.
"Kecelakaan di hutan? Jelas pernah."
"Saya mau ajak Mas Rully ke sana. Bagaimana? Teknisnya akan saya jelaskan setelah saya mendengar jawaban Mas Rully." Saddam menggeser tangannya dari atas meja untuk memberi ruang pada cangkir vanilla lattè-nya yang baru tiba.
"Kecelakaan itu di hutan, di tepi kota kecil yang sangat dekat dengan perbatasan negara Lesotho." Rully berucap sambil menerawang dan menghembuskan asap rokok ke udara.
"Benar sekali." Saddam menyesap kopinya.
Rully menatap Saddam dalam-dalam dengan wajah penasaran dan bertanya,
"Apa anda pernah membaca atau mengetahui tentang sesuatu yang aneh soal hutan itu?"
Darah Saddam seketika berdesir, ternyata fotografer yang direkomendasikan oleh Agnes ini benar-benar seorang profesional dengan pengetahuan yang dalam.
Saddam melakukan riset berbulan-bulan tentang hutan itu dan berhasil mendapatkan kontak salah seorang pramugara yang selamat untuk mengorek keterangan.
Saddam tak memperoleh informasi apa-apa selain kata-kata,
"Jauhi hutan itu, ada sesuatu yang mengerikan di dalamnya."
Banyak teori konspirasi yang bermunculan selama dirinya melakukan riset, tapi hal itu tidak bisa dibuktikannya.
Dan sekarang seorang fotografer di depannya seperti mengetahui sesuatu.
"Dengar Mas Rul.."
"Panggil Rully aja." Rully memotong perkataan Saddam agar pria itu lebih nyaman berbicara.
"Oke, gua juga capek kelamaan bersopan-sopan ria ngomong tujuan gua ke elu. Panggil gua dengan Saddam aja, ga perlu pake 'Pak' karna lu di sini bukan bawahan gua." Mimik wajah Saddam mendadak berubah menjadi lebih serius.
"Mungkin sekretaris gua belum menjelaskan alasan keberangkatan ke Afrika Selatan. Ibu gua ilang saat kecelakaan pesawat di hutan negara itu. Sebagian pesawat terbakar dan sisanya utuh. Barang-barang ibu gua di dapat utuh dan lengkap, bahkan ponselnya masih bisa dinyalakan. Tapi jasad ibu gua ga bisa ditemuin. Dan para brengsek-brengsek itu hanya memberikan uang santunan tanpa penjelasan apa pun." Saddam menarik nafas dalam sebelum melanjutkan bicaranya lagi.
"Beberapa bulan yang lalu gua ke Singapura dan berhasil nemuin satu-satunya kru yang selamat. Dan dia cuma ngomong untuk menjauhi hutan itu. Itu aja. Kemana para jasad penumpang pesawat itu?" Saddam yang menyadari intonasi suaranya mulai meninggi kemudian berdehem.
"Gua mengira ada sesuatu, semacam hewan buas dan sejenisnya. Tapi memangsa ratusan orang hingga tak bersisa dalam waktu lebih kurang 5 hari terdengar sangat mustahil. Gua butuh lu untuk masuk ke hutan itu dengan alasan yang tepat. Karna konon katanya pemerintah lokal sangat ketat terhadap pengunjung." Saddam menatap Rully.
"Bukan hewan buas, tapi makhluk buas." Rully menatap tajam ke arah Saddam.
"Makhluk buas? Manusia?" Saddam mengernyit.
"Cerita rakyat yang sudah berpuluh-puluh tahun lalu. Sebagian percaya, sebagian menganggapnya cuma dongeng pengantar tidur."
Rully mengangkat cangkir kopinya kemudian meneruskan,
"Kalo semua fasilitas dan bayaran yang dijabarkan sekretaris lu bener, gua ikut. Tapi kita perlu beberapa orang lagi. Tepatnya kita perlu beberapa alasan lagi untuk masuk ke sana. Dan gua udah nemuin orang-orang yang tepat untuk itu"
"Berapa orang lagi?" Saddam menunggu Rully kembali meneruskan perkataannya.
"Ada dua orang lagi yang bakal gua bawa. Dengan syarat, semua fasilitas yang lu berikan sama. Tapi udah jelas tujuan kita masuk ke hutan itu beda. Lu butuh kita untuk alasan. Dan kita butuh lu untuk membiayai seluruh biaya yang dibutuhkan untuk masuk ke sana. Dan kita semua juga perlu pemandu lokal untuk masuk ke sana. Beberapa senjata dari pasar ilegal sana juga bagus untuk dibawa. Kita ga tau apa yang kita hadapi." Rully menatap tajam ke arah Saddam seolah menantang reaksi pria di depannya.
"Dan kemungkinan terburuknya, kita bisa mati di dalam hutan itu. Kalo bukan karna makhluk buas, musim dingin yang sedang berlangsung di sana juga bisa membunuh. Lu dan orang-orang lu siap untuk itu?" Saddam membalas tatapan Rully sama tajamnya. Seolah mereka sedang beradu ilmu gaib yang tak kasat mata.
"Besok gua bakal nunggu lu di sini di waktu yang sama. Gua bakal bawa profil orang yang bakal ikut ke sana. Dan gua tunggu skema rencana yang sekretaris lu udah bilang ke gua." Rully berujar sambil menghenyakkan punggungnya yang sedari tadi tegak lurus ke sandaran kursi.
"Oke, di tempat yang sama, di waktu yang sama." Saddam menyetujui perkataan Rully dengan ekspresi wajah yang jelas terlihat lebih santai.
...--oOo--...
...Kalau kamu suka, minta like atau votenya ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Gus Surani26
jangan kesana pliss, masih ada anak2nya kanibal.kn orang tuanya udah dibakar sama kang pirjah
2025-01-03
2
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Ini cewek yg mau d jodohin sama sadam
2024-11-09
0
Lenni Namora
huhhh.. siap" deg degan tp aku penasaran 😬
2024-10-30
0