Saddam telah menyelipkan senjata api yang dibelinya dalam sebuah tas yang sekarang berada di tangan Eko.
Semua orang sekarang pastilah mengira dia benar-benar akan menempuh perjalanan darat selama belasan jam ke Cape Town karena dia harus membawa senjata api itu kemana-mana.
Rizky yang menurut Saddam gegabah membuatnya berpikir ulang untuk membuka dirinya di hadapan orang-orang asing itu.
Saddam merasa dirinya belum bisa mempercayai siapa-siapa saat ini.
Perjalanan dari Johannesburg menuju Cape Town melalui udara memakan waktu kurang lebih dua jam.
Jika tiba di Cape Town sebelum sore, Saddam berencana akan menginap satu malam di kediaman Mba Citra. Dan keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia akan berangkat kembali ke Johannesburg.
...--oOo--...
"Oliiiiv....." Saddam berteriak dari pintu depan sebuah rumah.
Seorang anak perempuan yang sedang duduk memegang tabletnya tampak langsung mendongak ketika namanya dipanggil.
Gadis kecil berusia 8 tahun itu berlari menghampiri pemanggilnya.
"Om Saddaaaaam.... Maaa....Maaa... Om Saddam niiih"
Oliv melemparkan dirinya ke dalam pelukan Saddam. Saddam mengangkat gadis itu tinggi-tinggi dan mencium pipinya.
"Om Saddam kangen" Saddam berkata sambil menurunkan Oliv dan mengacak-acak rambutnya.
"Oliv juga kangen" Gadis kecil itu nyengir.
"Mau dateng ga bilang-bilang." Mba Citra keluar dari pintu rumah dan bergegas menghampiri Saddam.
Mba Citra yang tergopoh-gopoh langsung memeluknya.
"Ibu Dam..." Tangis Mba citra pecah dalam pelukannya.
Saddam memeluk Kakak perempuannya erat-erat. Mereka berdua kini yatim-piatu yang tinggal berjauhan.
"Rencana kamu apa?" Mba Citra melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.
Saddam diam mematung,
"Aku boleh masuk dan duduk dulu? Mas Prama mana?"
Mba Citra yang tersadar adiknya masih berdiri di halaman rumah segera menarik adiknya masuk ke dalam.
"Mas Prama tadi pergi sebentar ke kantornya. Kamu sampai kapan di sini? Udah makan? Aku siapin makan dulu. Liv... kamu temenin Om Saddam sebentar" Mba Citra tampak seperti orang linglung yang masuk ke rumah terburu-buru dan langsung menuju dapur.
Mba Citra sibuk mengeluarkan semua makanan di lemari ke atas meja.
"Mba..Mba Citra ga usah repot-repot. Aku cuma mau kita ngobrol" Saddam menggamit lengan Kakaknya dan mendudukkannya di kursi ruang makan.
Mba Citra menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air matanya kembali menjalari pipi.
"Mba kangen Ibu Dam, udah lama ga ketemu. Sekalinya mau ke sini sendirian, Ibu malah ga pernah nyampe." Mba Citra kembali menangis.
"Salahku Mba, itu salahku semuanya. Aku bahkan ga sempet minta maaf." Saddam duduk di seberang Kakaknya. Pandangannya menerawang ke depan.
"Aku bahkan ga sempet bilang kalo aku akan memenuhi keinginan Ibu untuk berkenalan dengan wanita yang fotonya terakhir kali ditunjukkan Ibu ke aku." Saddam memelankan ucapannya pada kata-kata terakhir.
Mba Citra mengangkat wajahnya,
"Kamu serius? Mau?"
Saddam diam. Mba Citra mengusap air matanya asal-asalan dan menggeser kursinya mendekati Saddam.
"Dam, Kamu serius mau kenalan ama tuh cewe? Mau serius? Udah pernah kamu datengin? Jawab dong Dam."
Mba Citra mengguncang lengan Saddam.
"Iya. Serius. Aku bakalan serius karna itu yang diminta Ibu terakhir kali ke aku." Saddam belum menatap Kakaknya.
"Kalo kamu nikah, Mba udah ga khawatir lagi Dam. Ada yang ngerawat kamu. Kamu lagi ga punya pacar kan? Ga ada cewe yang lagi kamu suka? Mba ga mau kamu nikah cuma karna pesan Ibu aja. Mba mau kamu nikah emang karna cinta Dam," Mba Citra mengelus lengan adiknya.
"Engga, aku emang ga punya pacar sekarang. Aku ga lagi deket ama siapa-siapa," Tiba-tiba wajah Vero melintas dalam pikirannya.
"Mudah-mudahan ntar kalo aku nikah, emang karna cinta. Aku bakal ngedeketin orangnya dulu. Kalo jodoh kan katanya ga bakal ke mana," Saddam menatap Kakaknya.
Mba Citra tersenyum kepada Saddam,
"Mba tau, Ibu pasti ngenalin wanita yang luar biasa ke kamu. Bukan wanita yang sekali kamu deketin trus langsung mau. Ibu tau karakter kamu Dam. Jadi kamu juga harus usaha ya.."
Saddam terkekeh pelan mendengar perkataan Kakaknya.
Di dalam kehidupan Saddam, Ibu dan Kakaknya adalah dua wanita terpenting.
Kematian Rossa yang cukup mendadak membuat hati Saddam seperti ikut mati. Dia seperti tak pernah lagi berniat menjalin hubungan serius dengan wanita manapun.
Beberapa wanita yang berusaha diperkenalkan Ibunya, hanya berakhir menjadi sekedar jajaran nomor di daftar kontaknya.
Bahkan Saddam telah beberapa kali mendatangi resepsi pernikahan perempuan yang sebelumnya dijodohkan dengannya.
"Saddaaam.... kapan nyampe? Kok ga ngabarin biar dijemput.' Mas Prama menghampiri mereka ke meja makan lalu memeluknya.
Sesaat mereka semua tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan seputar menanyakan kabar, tujuan Saddam datang dan bertanya soal keadaan perusahaan.
Tak lama kemudian, Mba Citra pergi ke kamarnya dan keluar dengan sebuah kotak coklat besar.
Saddam melihat Kakaknya mengeluarkan satu persatu benda peninggalan Ibunya yang didapat dari kantor perwakilan maskapai seusai insiden kecelakaan pesawat yang dialami Ibu mereka.
Saddam memegang ponsel Ibunya dan memencet tombol power.
"Masih bisa nyala Dam, Mba rutin ngisi baterai ponsel Ibu" Mba Citra menatap ponsel di tangan Saddam.
"Barang-barangnya utuh semua," Saddam berkata lirih seolah kepada dirinya sendiri.
"Rencana kamu apa?" Mba Citra menatap Saddam serius.
Mas Prama yang sedang duduk tak jauh dari mereka dan tadinya sibuk di depan laptop kini ikut mendongak menatap Saddam.
"Aku mau masuk ke hutan itu Mba, mau liat keadaan bangkai pesawat. Mau nyari Ibu duduk di bagian mana. Berbulan-bulan nyari informasi, kecelakaan itu tetap janggal."
"Suhu Afrika Selatan lagi dingin-dinginnya Dam, bisa-bisa suhu di hutan di bawah 5 derajat. Kamu siap?" Mas Prama mengeluarkan pendapatnya.
"Siap. Semua udah diperhitungkan sejak awal. Aku cuma pengen liat aja," jawab Saddam.
"Kamu ke sana bareng siapa? Gimana masuknya ke hutan itu? Katanya masuk ke sana sulit Dam. Ga ada warga sipil yang bisa masuk, apa lagi pendatang. Katanya hutan itu berbahaya Dam" Mba Citra berbicara dengan nada gelisah.
"Semakin sedikit Mba tau, akan semakin baik untuk kalian semua," Saddam menggenggam tangan Kakaknya.
"Oya, aku ke sana bareng temen-temen kok. Baru kenal sih emang, tapi mudah-mudahan bisa dipercaya," sambung Saddam.
Mba Citra dan Saddam bertukar pandangan lama yang menyiratkan betapa kedua bersaudara itu saling mengerti satu sama lain.
Mba Citra benar-benar menyadari bahwa apa pun yang dikatakannya, tidak akan menyurutkan niat Saddam.
Adiknya itu terkenal dengan sikap kepala batunya sejak dulu. Mungkin sifat itu juga yang membawanya kepada kesuksesan yang diraihnya sekarang.
Sekali dia telah memutuskan menginginkan sesuatu, maka hanya Tuhan yang bisa menghentikannya.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Farni hana
meski pernah baca, part ni selau bikn nyesek dan mewek 😭😭😭😭
2024-02-01
1
Mbr Tarigan
semoga Vero bisa dijaga Saddam dari Riski yg agak , kasar tak ada lembut nya
2023-11-12
1
Nenk Jelita
Vero
itu jodoh km Dam awal ny dari ibu
😘😘😘
2023-11-08
0