Ponsel di atas meja nakas terus-terusan bergetar tanpa nada. Saddam sama sekali tak terganggu dengan suara itu, kakinya hanya bergerak sedikit dan kemudian nafasnya teratur kembali tidur.
Hingga akhirnya pada deringan yang ke sekian puluh kali, tangan pria itu bergerak dan meraba-raba meja.
"Halo?" Saddam menjawab teleponnya tanpa melihat siapa peneleponnya.
"Dam! Saddam! Kamu masih tidur??!" Suara Mba Citra terdengar meninggi di seberang telepon.
"Mba??"
"Iya, ini mba-mu. Pasti chat aku juga ga dibaca! Dari mana sih kamu tadi malem, jam segini belom bangun? Disana pasti udah hampir sore!"
"Chat apa? Belom kayaknya." Saddam melirik bagian atas ponselnya yang dipenuhi notifikasi.
"Denger baik-baik. Pesawat yang ditumpangi Ibu ke Johannesburg hilang kontak. Hilang kontak Dam! Nasib ibu kita ga tau gimana." Suara Citra terdengar menangis.
"Gimana? Hilang kontak kenapa? Pesawat Ibu?" Saddam terperanjat dan langsung duduk.
"Iya. Pesawat ibu hilang kontak. Harusnya ibu dah nyampe di Cape Town. Aku udah jemput ama Oliv dan Mas Pram. Tapi di Bandara katanya pesawat hilang kontak saat mendekati tujuan. Kasian ibu kita Dam... Ibu sendirian di pesawat. Siapa yang nolongin kalo ada apa-apa." Citra menangis meraung-raung yang membuat suaranya hilang timbul dan tidak jelas.
Saddam mengumpulkan seluruh kesadarannya dan seperti baru benar-benar tersadar dengan apa yang dikatakan kakak perempuannya, pria itu meremas rambutnya.
"Mba cari info terus di sana, aku hubungi maskapai di sini." Saddam menutup ponselnya.
Hubungi maskapai di sini? Dia bahkan tidak tahu ibunya naik maskapai apa.
Dengan wajah linglung dan rambut berantakan, Saddam kembali membuka ponselnya dan menghubungi Eko.
"Ko, tolong cari info tentang pesawat yang ditumpangi ibu gua ke Johannesburg"
"Kenapa Pak?"
"Mba Citra barusan telfon katanya pesawat yang ditumpangi ibu hilang kontak" Saddam menjelaskan tak sabar.
"Ya Tuhan, baik Pak, segera saya cari." Eko menutup telepon.
Saddam duduk di tepi ranjang berusaha mengingat-ingat apa yang dilakukannya beberapa hari belakangan ini. Kepalanya masih terasa berdenyut karena alkohol dan kurang tidur.
Pandangannya menyapu ke semua sudut kamarnya. Nasib ibu, satu-satunya orang tua yang membesarkan dan mendidiknya kini entah bagaimana.
Tiba-tiba Saddam muak sekali dengan hidupnya. Haruskah Tuhan juga mengambil satu-satunya wanita yang tersisa untuk dicintainya?.
Saddam melangkahkan kaki turun ke lantai satu, sepanjang dinding tangga terpajang foto-foto masa kecil mereka.
Langkahnya terhenti pada satu foto saat dirinya duduk di bangku SMP dan memenangkan olimpiade matematika.
Terlihat ibunya dan Mba Citra yang tersenyum bahagia sambil memeluknya dari kiri dan kanan. Air matanya menggenang sekarang.
Kenangannya melayang ke masa-masa SMP, suatu kali dia pulang sekolah dengan wajah kusut.
"Saddam kenapa?." Ibu yang tadinya sibuk di depan monitor komputer ruang makan bertanya padanya.
"Saddam kangen ayah Bu," Air matanya bercucuran karena hari itu di sekolahnya dia ribut dengan salah seorang siswa laki-laki dan siswa tersebut memanggil ayahnya ke sekolah. Saddam dimarahi habis-habisan oleh ayah orang tua siswa tersebut.
Karena kasihan dengan sang Ibu yang harus ke sekolah untuk 'menyelamatkannya', Saddam urung memberitahu hal tersebut.
Hari itu, Saddam menghadapi guru BK dan orang tua siswa sendirian. Wajahnya kaku dan penuh amarah yang tertahan karena merasa mendapat perlakuan tidak adil.
"Saddam kenapa kangen ayah tiba-tiba?" Ibu berjongkok di dekat Saddam yang pura-pura sibuk dengan tali sepatunya.
"Saddam ga tiba-tiba kangen ayah. Setiap hari Saddam selalu kangen ayah. Saddam masih butuh sama ayah, kenapa ayah tega ninggalin Saddam. Saddam masih kecil. Saddam belum banyak ngelewatin waktu sama ayah." Tangisnya pecah sambil memeluk ibunya.
Air mata ibunya telah mengalir lebih dulu saat Saddam terbata-bata menyelesaikan kalimatnya.
"Saddam cuma lagi capek. Saddam jangan kayak gitu ngomongnya, kasian ayah di sana. Ayah udah percayain kalian ke ibu. Ibu juga sering kangen ayah, kadang kalo ibu capek dan banyak masalah, ibu sering nanya kayak gitu. Kenapa ninggalin ibu sendirian? Itu artinya Tuhan tau ibu bisa. Kalo Saddam ada masalah di sekolah, ngomong ke ibu. Saddam itu anak ibu, ibu pasti akan belain Saddam. Ga ada seorang pun ibu di dunia ini yang mau anaknya sakit atau terluka. Saddam ngerti? Saddam boleh nangis dan marah sekarang. Ibu minta maaf kalo ibu belum bisa jadi orang tua yang sempurna. Tapi untuk Mba Citra dan Saddam, ibu akan selalu berusaha."
Kata-kata ibunya semakin jelas terngiang saat Saddam melangkahkan kakinya pada anak tangga paling bawah dan melihat satu foto ketika dia wisuda. Foto itu diambil oleh Mba Citra, di kanan-kirinya berdiri Ibu dan Rossa yang tersenyum lebar sambil memeluk lengannya.
"Ibu... Maafin Saddam. Saddam janji akan berubah. Ibu yang kuat ya.. Jangan tinggalin Saddam. Saddam ga mau sendirian." Tangisnya pecah tak terbendung.
Saddam meringkuk di kaki tangga sambil memeluk foto sang Ibu. Di kepalanya terngiang-ngiang percakapan terakhir bersama ibunya.
Beberapa saat menumpahkan air matanya membuat dadanya sedikit terasa ringan. Saddam kembali bangkit menuju kamarnya.
Langkahnya tertuju pada meja kerjanya yang berantakan. Seperti ayam yang sedang menceker tanah, Saddam menyingkirkan kertas-kertas dengan tidak sabar untuk menemukan benda yang dicarinya.
Matanya terpaku pada selembar foto yang diberikan ibunya seminggu yang lalu. Saat itu dia hanya melirik sekilas foto wanita terakhir yang direkomendasikan ibunya.
Saddam menatap sosok wanita berwajah kaku dengan tatapan dingin dan senyum tipis yang terkesan ogah-ogahan saat difoto.
Wanita di foto itu cantik dan terkesan angkuh. Tapi jika dibanding Saddam, wajah mereka sangat kontradiktif.
Seperti timur dan barat.
Saddam membalik foto dan membaca rentetan tulisan yang membubuhkan nama, alamat dan nomor ponsel.
Teringat kata-kata ibunya terakhir kali, "Kamu harus bisa deketin gadis itu. Ibu tunggu kamu bawa dia ke rumah ini untuk dikenalin ke Ibu."
Saddam menggenggam erat foto itu dan memasukkannya ke dalam lipatan laptopnya.
...--oOo--...
Eko sudah berada di dalam mobil menunggu bosnya untuk bersama-sama pergi ke perwakilan maskapai asing yang berkantor di Jakarta Pusat.
Informasi soal penerbangan yang ditumpangi oleh wanita tua malang itu telah didapatnya dengan mudah.
Eko menunggu gelisah karena sepanjang perjalanan dirinya terus-terusan mengkhawatirkan soal Saddam.
Meski Saddam kini dikenal sebagai salah satu laki-laki bajingan sukses di ibukota, tapi Eko mengasihani bosnya yang baik hati itu.
Sesaat setelah kekasihnya meninggal, Saddam yang setengah depresi kala itu mengetahui kalau istrinya akan melahirkan anak pertama dengan jalan operasi sekaligus pengangkatan sebuah tumor.
Eko memiliki asuransi dari pemerintah, namun Saddam yang mengetahuinya menanggung seluruh pengobatan istri Eko di sebuah rumah sakit swasta terbaik.
Saddam bahkan beberapa kali mengantarkan makanan ke rumah sakit tanpa melalui perantara orang lain termasuk sekretarisnya.
Bosnya itu bilang, bahwa dia tak ingin Eko kehilangan orang-orang yang disayanginya.
Saddam pada dasarnya memiliki hati yang lembut. Tapi sejak kehilangan kekasihnya tiga tahun yang lalu, Eko tak pernah melihat Saddam tersenyum atau pun menangis lagi.
Eko tak akan meninggalkan orang yang telah berbaik hati padanya melalui masa-masa sulitnya sendirian.
Karena di dunia ini, tak ada satu pun orang yang wajib bersikap baik pada orang lain. Tapi ketika kita mendapatkannya, itu adalah sebuah rejeki yang harus disyukuri. Begitulah pemikiran Eko.
Lagi pula sebelum berangkat, ibu bosnya telah menitipkan pria itu pada Eko.
...--oOo--...
Hampir tengah hari mereka keluar dari kantor perwakilan maskapai dan mendapat informasi bahwa perwakilan keluarga yang ingin berangkat ke Johannesburg seluruh biaya transportasi dan akomodasinya akan ditanggung oleh pihak maskapai.
Saat ini pihak pemerintah setempat tengah mengupayakan pencarian ke lokasi titik di mana pesawat terdeteksi terakhir kali.
Saddam tidak siap untuk berangkat ke Afrika Selatan saat ini. Lagi pula Mba Citra mengatakan padanya untuk tetap tenang menunggu kabar darinya.
Mas Pram, suami Mba Citra telah bolak-balik ke kantor Maskapai setempat yang telah dibanjiri oleh keluarga penumpang.
Wajah Saddam dan Eko sama kusutnya. Dia tahu asisten sekaligus supirnya itu tak bisa mengatakan hal apa-apa selain memintanya untuk bersabar. Tak ada yang bisa dikerjakannya selain menunggu saat ini.
...***...
...Mohon dukung karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sri Ariyanti
😭😭😭 baru terasa kan sadam kalo sudah kehilangan.
2025-04-12
0
Al Fatih
Baru nyesel kan dam?
2025-02-10
0
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Kalo sudah tiada baru terasa.
bahwa kehadirannya sungguh berharga..
nih aku nyanyi buat kamu, nyesel aja baru sekarang😏
2024-11-09
1