Rully mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai kusam sebuah restoran Fish and Chips yang berjarak tak lebih dari 15 menit menumpang sebuah taksi dari hotel tempat mereka menginap.
Saddam memberinya instruksi untuk menemui dua orang warga lokal yang akan menemani mereka memasuki hutan beberapa hari lagi.
Meski sudah sering bertemu dan berurusan dengan orang asing, kali ini Rully merasa agak gugup.
Pagi-pagi benar tadi dia sudah turun untuk sarapan di restoran hotel. Awalnya dia merasa menjadi manusia pertama dalam rombongan mereka yang sarapan lebih awal di pagi pertama mereka di hotel itu, tapi saat melihat Vero sedang duduk dengan sepiring omelete dan secangkir kopi dia menghampiri wanita itu untuk sarapan bersama.
Pagi itu mereka terlibat percakapan soal Yana dan rencana pernikahan mereka yang dijadwalkan tak lama lagi. Vero mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu.
Tak heran jika Vero mengkhawatirkan Yana yang tinggal bersama Ayah tirinya sejak meninggalnya Ibu Kandung mereka.
Ayah Kandung Yana telah meninggal saat wanita itu masih kecil dan Ibunya menikah lagi dan melahirkan dua orang adik laki-laki untuknya.
Yana tinggal bersama Ayah dan kedua saudara tirinya. Kisah Yana mirip seorang Cinderella yang harus menghidupi keluarga tirinya.
Sering Yana bercerita kepada Vero bahwa dirinya sangat ingin meninggalkan keluarganya itu karena tingkah kedua adik laki-lakinya yang merupakan pengangguran dan sering terlibat kriminal perjudian membuatnya muak.
Tapi tiap kali Vero menyarankan untuk meninggalkan keluarganya itu, Yana sering merasa tidak tega karena Ayah Tirinya sudah tua dan tak lagi bekerja.
Vero dan Yana sama-sama menganggap bahwa menikah dengan Rully yang mengerti kondisi itu adalah sebuah jalan keluar paling indah.
Yana keluar rumah karena menikah. Keluar rumah dengan alasan seperti anak perempuan pada umumnya, yaitu dibawa oleh Sang Suami.
Rully sama sekali tidak pernah keberatan dengan kondisi Yana itu. Dia menerima wanita yang akan menjadi calon isterinya itu sepenuhnya.
Rully bahagia karena merasa dirinya akan menjadi seorang pria tempat Yana bergantung dan berharap.
Mereka telah menabung beberapa tahun terakhir ini, dan mereka telah melihat-lihat berbagai katalog perumahan yang kelak akan mereka pilih sebagai tempat mereka berkeluarga dan membesarkan anak-anak mereka.
Rully tersenyum tipis membayangkan wajah Yana yang berbinar-binar saat Rully melamarnya.
Dan sekarang, dia hanya tinggal menjalankan proyeknya bersama Saddam demi mendapat bayaran besar untuk memulai usahanya nanti.
Rully sangat mencintai Yana, dan juga dirinya sangat menyayangi Vero yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri.
Seperti Vero yang menginginkannya hidup bahagia bersama Yana, Rully juga sangat menginginkan Vero akan bahagia suatu hari nanti bersama pria yang dicintainya.
Sebelum pergi dari hotel menuju restoran itu, Rully sempat mengernyitkan dahi karena tiba-tiba Vero bertanya tentang Saddam.
Satu hal yang belum pernah dilakukan Vero sebelumnya; bertanya tentang seorang pria.
Meski pertanyaan wanita itu cukup sederhana,
"Kapan Saddam balik ke sini?"
Tapi di telinga Rully itu pertanyaan luar biasa.
Bukan seperti Vero yang selama ini dikenalnya.
Saat dirinya mengangkat cangkir kopinya untuk ketiga kalinya, dari arah pintu masuk matanya menangkap kedatangan dua pria asing berkulit gelap yang celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.
Menyadari kalau itu adalah orang-orang yamg ditunggunya, Rully melambaikan tangan.
Salah seorang pria berwajah ramah yang kira-kira berumur akhir 30-an tersenyum kepadanya.
"R--uu-ll-y?" Pria yang tersenyum itu berusaha menyebutkan namanya dengan benar sambil melihat ke arah ponselnya.
Mungkin pria itu sedang belajar mengeja nama asing yang belum pernah disebutnya sebelumnya.
"Yes. Rully." Rully mengulurkan tangannya ke arah pria itu.
"Yes. Yes. I am Osas. This is Salim." Osas memperkenalkan diri dan menunjukkan pria lebih tua yang berada di sebelahnya.
"Osas. Salim. Have a sit." Rully mengulangi nama yang didengarnya dan menunjukkan kursi-kursi yang berada di hadapannya.
Osas duduk dengan luwes dan santai, sedangkan Salim terlihat mengawasi Rully dengan pandangan menyelidik.
"We receive, an order. To accompany some foreigners into the small forest near the Kokwane. Like we know how the forest is. All of you already know. And we took risks because the pay was high. You know what I mean." Osas mengangkat bahunya di akhir kalimatnya.
Saat Osas mengatakan bahwa para pemandu itu mengambil resiko untuk mengantarkan mereka masuk ke dalam hutan karena bayaran yang besar, nyali Rully sempat ciut sebentar.
Ada perasaan takut yang tidak pernah terpikirkan olehnya sejak sebelum mereka tiba di Johannesburg.
Entah karena dirinya baru saja memikirkan soal tunangannya, atau memang dirinya takut karena melihat reaksi penduduk asli yang ternyata lebih takut dari pada mereka.
"Everything is okay right?. I mean about tomorrow's preparations?" Rully hanya menanyakan soal persiapan sesuai instruksi Saddam.
"Everything is okay Sir" Osas menjawab sambil mengacungkan jempolnya.
"Okay. You want a cup of tea?" Rully berdehem sambil mengangkat tangannya ke arah waiter yang merangkap sebagai kasir.
Sebelum kedua tamunya itu menolak untuk berbasa-basi, Rully telah memesankan mereka dua cangkir teh dan beberapa potong cake.
Penampilan kedua tamunya itu jauh dari kesan orang perkotaan. Saat Rully kembali menyesap minumannya, Salim yang lebih tua berbisik kepada Osas.
Seperti teringat akan sesuatu Osas memajukan badannya sedikit dan berbicara setengah berbisik,
"Initially, your companion was only 3 people, me, Salim and Makalo. But someone else will join. We let him come because he looks like he really needs a job. His name is Ndaka. I think you need to tell your boss."
Osas mengatakan kalau pada awalnya pendamping ke hutan hanya tiga orang dan mereka memutuskan menambah seorang lagi karena seorang pria terlihat sangat membutuhkan pekerjaan.
Rully tidak mempermasalahkan hal itu, dan menurutnya Saddam juga pasti tidak akan keberatan.
"Okay, no problem" Rully mengangguk kepada Osas. Dan pria berkulit hitam itu tampak tersenyum dan mengangguk ke arah Salim yang juga terlihat lega.
"We'll be waiting near the ranger post. At 1 pm. We will carry all your luggage from there. Agree?" Osas masih tersenyum mengangkat alisnya menunggu persetujuan.
Osas mengatakan bahwa mereka akan menunggu di dekat pos penjaga hutan pukul 1 siang. Dan dari sana mereka akan membantu mengangkat semua bawaan mereka ke dalam hutan.
Rully tersenyum dan mengangguk. Osas langsung berdiri, tapi kemudian teh yang dipesan Rully datang dengan asap yang masih mengepul.
Belum lagi sempat untuk meminta kedua orang itu minum, Osas sudah mengambil dua cangkir teh dari atas nampan yang masih dipegang waiter.
"We had to go quickly. Kokwane is very far from here." Osas mengangguk kepada Rully, dan Rully yang terpana dengan ketangkasan Osas hanya berdiri sambil mengangguk.
Tak berapa lama matanya melihat punggung kedua orang asing yang perlahan menjauh dan keluar dari restoran kecil itu.
Rully kembali duduk dan meneguk sisa tehnya. Sekarang dia akan kembali ke hotel dan menunggu Saddam kembali dari Cape Town.
Besok pagi-pagi benar mereka sudah akan bertolak lewat jalan darat menuju hutan. Debar antusias dan debar takut serasa bercampur menjadi satu di dadanya.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Farni hana
kalau tidak salah satu orang tambahan inilah saudara ke 6 makhluk buas itu😬😬😬
2024-02-01
1
Patrish
semoga selamat ya Rully...
2023-12-15
0
anisa f
b9 brti
2023-09-16
0