Mereka sudah terbang meninggalkan Singapura selama hampir 2 jam. Dan waktu yang ditunjukkan jam di pergelangan tangan Saddam waktu sudah beranjak subuh di Jakarta. Tapi matanya belum juga mengantuk.
Seluruh penghuni kabin kelas bisnis sudah terhanyut dalam mimpinya masing-masing.
Dan Vero yang meringkuk di sebelahnya masih betah tidur dengan posisi yang sama.
Ada rasa iba tersirat di dalam hatinya saat melihat pemandangan itu.
Wanita naif yang hanya peduli dengan pendidikannya, rela terbang jauh hanya untuk sekelumit penelitian yang akan mengisi disertasinya.
Rully pernah bercerita padanya, bahwa Vero adalah anak sulung dari dua bersaudara. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah menikah dan tinggal di Kalimantan.
Vero tinggal bersama kedua orang tuanya yang hidup sederhana dengan hanya mengandalkan pemasukan dana pensiun bulanan.
Vero membiayai pendidikannya sendiri sejak awal berkuliah. Dan obsesi wanita itu yang ingin menyelesaikan pendidikan hingga S3 membuatnya miskin karena hanya mengandalkan gaji bekerja di laboratorium.
Lagi-lagi Saddam melirik ke arah Vero. Wanita pendiam tak banyak bicara itu kini menimbulkan rasa ketertarikan dalam hatinya.
Terlihat sangat judes dan dingin, tapi wanita itu juga sepertinya lemah hingga kadang terlalu mudah menjadi sasaran empuk Rizky yang setiap saat hendak memangsanya.
Memikirkan sikap Rizky ke Vero membuat Saddam meringis. Dia menyalahkan sikap Rizky tetapi lupa akan sikapnya sendiri beberapa tahun terakhir ini.
Dia merasa dirinya lebih berbahaya ketimbang pria norak pecicilan itu pikirnya.
...--oOo--...
Vero bergerak hendak meluruskan kakinya, saat menoleh ke arah jendela dia melihat secercah cahaya matahari dari jendela kabin di sebelah Eko.
Suasana kabin masih senyap dan dengan keberanian yang dikumpulkannya, Vero menoleh ke arah Saddam.
Pria itu tertidur dengan bersandar ke samping kiri. Buku di tangannya masih terbuka dan hampir jatuh.
Vero duduk perlahan-lahan masih dengan mengamati Saddam. Entah kenapa dia merasa takut jika pria itu sampai terbangun karenanya.
Terlebih saat itu semua orang di kabin bisnis masih tertidur. Vero khawatir jika kepergok Saddam dan harus melewati waktu dengan diam kaku di sebelah pria itu.
Vero merogoh sebuah compact powder yang memiliki kaca kecil di dalam tas untuk sekedar mengecek keadaan wajahnya pagi itu.
"Belom nyampe di tempat tujuan, tapi tampang gua udah lusuh banget kayak gembel." Vero berkata di dalam hati.
Vero menoleh ke arah Saddam dan memperhatikan pria itu sejenak.
Cahaya matahari yang masuk ke dalam kabin turut membantunya dalam penelitiannya terhadap fitur pria itu.
Meski tertidur dengan posisi yang bisa dibilang asal-asalan, tampilan Saddam masih terlihat elegan dan sangat mahal.
Pria itu menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kiri. Tangannya berada di pegangan kursi terlipat di atas pahanya dengan sebuah buku yang lipatannya dibatasi oleh jari pria itu.
Kepalanya terkulai ke samping kiri, memperlihatkan fitur rahang kanannya yang tegas dan bayangan gelap yang merupakan rambut halus yang baru tumbuh.
Rambutnya yang ikal bergelombang turun segumpalan di atas dahinya. Mirip Clark Kent seorang wartawan yang sebenarnya adalah Superman. Bedanya Saddam tidak memakai kacamata minus berbingkai hitam.
Dengan kemeja abu-abu, celana jeans hitam dan sepasang loafer Saddam jauh dari kesan gembel.
Parfum pria itu pun masih bisa dirasakan Vero dari jarak yang cukup jauh.
Vero memandangi Saddam dengan pandangan kagum dan takjub. Kemudian dirinya mengalihkan pandangan ke arah sepasang sepatu dan tas yang sedang dikenakannya.
Pandangannya berubah muram.
Dia merasa sedikit beruntung dan terselamatkan karena mengingat cerita Rully soal Saddam.
Apa jadinya jika Saddam yang tampilan luarnya sangat sempurna ini bukan merupakan seorang bajingan?
Vero hampir bisa meyakini meski Saddam telah memiliki seorang pendamping, dia pasti tak bisa menahan dirinya untuk jatuh hati.
Karena pria yang terlihat dingin ini benar-benar memiliki kharismanya sendiri.
Untungnya Rully menyisipkan kata bajingan dalam mendeskripsikan Saddam kepadanya.
Hingga dia merasa ngeri dan pasti tak akan berani menanggapi pria itu.
Vero yakin akan selalu bisa untuk tidak mengacuhkannya selama dalam perjalanan mereka ini.
Saat sedang menurunkan pandangannya ke arah jari-jari tangan Saddam, tiba-tiba buku yang dipegang pria itu merosot.
Refleks Vero menangkap buku itu sebelum jatuh ke lantai kabin. Kemudian dia meletakkan buku yang ternyata sebuah novel berbahasa inggris itu di kompartemen depan kursi Saddam.
Pria itu bergerak perlahan dan tangannya seperti mencari-cari sesuatu yang dipegangnya.
Vero menyodorkan sebuah selimut baru yang masih terlipat ke dalam dekapan pria itu.
Seperti sedang memperhatikan bayi yang sedang terbangun dari tidurnya, Vero menunggu dengan wajah penasaran apakah selimut itu bisa membuat Saddam melanjutkan tidur.
Beberapa menit kemudian, Vero menarik nafas lega karena Saddam memeluk selimut pemberian Vero dan melanjutkan tidur.
"Biasa pake guling ya di rumah?" Vero mendesis ke arah Saddam.
Bibir Vero tersungging menarik senyum. Merasa aneh dengan dirinya sendiri, buru-buru Vero merubah ekspresi wajahnya menjadi datar kembali.
"Gua lagi ngapain sih?" Tanya Vero dalam hati.
...--oOo--...
Pilot mengumumkan bahwa sesaat lagi pesawat akan melakukan pendaratan saat waktu di pergelangan tangan Saddam menunjukkan pukul 11.00 waktu Indonesia bagian barat.
Itu artinya waktu di Johannesburg sekarang barulah pukul 6 pagi.
Saddam terbangun sejam yang lalu saat semua penghuni kabin bisnis telah bangun dan sedang menyantap sarapan pagi mereka.
Ketika pramugari hendak menyajikannya sarapan, Saddam menolaknya dan hanya meminta secangkir kopi.
Semakin mendekati Afrika Selatan, selera makannya menguap karena perasaan gelisah.
Ketika terbangun tadi Saddam mendapati sebuah selimut yang masih terlipat rapi di dalam dekapannya.
Buku yang dibacanya hampir semalaman dilihatnya teronggok di rak kecil di hadapannya.
Awalnya dia mengira bahwa itu adalah tindakan pramugari yang melihat bukunya terjatuh lalu membereskannya.
Tapi saat melihat selimut yang berada di dalam dekapannya dan menyadari sikap Vero yang terlihat meliriknya beberapa kali Saddam merasa bahwa buku dan selimut itu adalah ulah Vero.
Meski tak berani memastikan, tapi sebagian dirinya mengharapkan bahwa hal yang dipikirkannya benar.
Sekarang wanita itu membenamkan wajahnya dengan membaca majalah pesawat dengan rambut lurusnya yang jatuh di kanan-kiri kepala seperti kelambu yang memberi perlindungan terhadap tatapan orang.
Saddam sebenarnya ingin melihat wajah Vero meski hanya sekilas, entah karena reputasinya yang sudah benar-benar buruk di luar sana atau entah karena Vero yang memang memiliki sifat introvert luar biasa, yang jelas wanita itu benar-benar selalu menghindari tatapannya.
Dengan menghela nafas panjang dan berat, Saddam melipat meja dan mengencangkan sabuk pengamannya sesuai instruksi yang baru saja disuarakan oleh pramugari.
Tak berapa lama kemudian roda pesawat telah menjejak bumi.
Mereka telah tiba di Johannesburg.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
anita dyah Juniarti
Stlh baca yg jilid 1... Bang Pirja+Shena...baca ini makin penasaran..no skip deh...smg smuanya bisa plg ke Indo dg selamat yaa
2024-01-27
0
Patrish
Vero.. jangan tanya gulingnya Saddam ya... bisa habis nanti.. 🙄🙄
2023-12-15
0
Kelabu Biru
iya... guling hidup mungkin 😁
2023-02-19
0