Happy Reading!
Sebuah alarm berdering nyaring, mengharuskan Diana untuk membuka matanya yang masih dibalut kantuk. Gadis itu menguap seraya merenggangkan ototnya.
Engh, luas sekali. Tangannya merentang selebar kasur, menyadari akan sesuatu yang kurang, gadis itu menoleh ke samping. Berselang detik kemudian, tubuhnya berganti ke posisi duduk. Ia menjuntaikan jenjang kakinya hingga menyentuh lantai yang dingin kemudian menjangkau beberapa helai seragam dan beralih ke kamar mandi.
Beberapa menit berlalu, gadis itu keluar dengan setelan seragam SMUnya. Sejak tadi ia memasang wajah tanpa ekspresi seakan tak berminat menyambut hari baru.
Usai bergumul dengan peralatan yang tertata di meja rias, ponselnya bergetar, segera Diana menyambut notifikasi ponselnya.
MAU KUANTAR? KEBETULAN AKU ADA PERLU YANG SEJALAN DENGAN RUMAHMU
Semu merah mulai menghiasi pipinya diiringi senyum simpul yang menggantung di sana. Gadis itu tak menyangka Rico akan mengantarkannya ke sekolah. Ya! Boncengan dengannya. Hanya berdua.
Tiba-tiba kepalanya terlintas sekelebat wajah Sean, gadis itu berdecak, ia harus mempertimbangkan keduanya Seseorang yang ia anggap kebetulan 'menumpang' di rumahnya atau lelaki yang jelas ia kenal dengan baik.
"Aish ..." Diana menghentakkan kakinya susul menyusul, mengiringi frustasinya, "Aku harus beralasan apa pada Sean?" gumamnya, "ah! Apa peduliku?! Toh aku belum mendapat bukti atas semua yang dibicarakan pria itu."
Gadis itu mendengus kasar, tangannya menyambar tas punggung yang menggantung di balik pintu sebelum akhirnya melenggang pergi.
Sreng sreng ...
Sebuah suara menyita pandangan Diana, gadis itu terpaku pada sosok pria yang bergelut dengan peralatan masak di depannya. Asap yang mengepul di sana membawa aroma lezat ke indra penciuman Diana.
Di mata gadis itu, Sean nampak sexy dengan kaos ketat yang membentuk pinggang rampingnya. Tak seperti sebelumnya, pria itu selalu mengenakan jubah panjang dan setelan jasnya yang sedikit longgar.
"Sedang apa kau berdiri di sana?"
Sontak Diana terbangun dari lamunannya, gadis itu menggeleng sejenak sebelum ia membawa langkahnya menuju meja makan yang tersaji piring kosong dan alat makan di atasnya.
"Seharusnya kau tak perlu repot-repot ..." sungkan Diana setelah terdiam cukup lama.
Berselang detik kemudian, tubuh Sean berbalik dengan teflon di tangannya. Gadis itu menatap pria di sisinya yang kini menuangkan spagetti ke atas piring.
"Untuk apa kau sungkan pada suamimu sendiri? Ayo habiskan," titah Sean tanpa memberhentikan aktifitasnya di wastafel. Diana bungkam, tangannya mulai sibuk dengan makanan di piringnya.
"Ada apa dengannya? Aku yang salah atau memang dia sedikit bersikap aneh?" batin gadis itu dengan tatapan mengarah pada Sean yang berdiri memunggunginya. Walau ada rasa janggal di sana, Diana memilih acuh dan melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.
"Tumben sekali kau bangun pagi?"
Diana kembali mengangkat kepalanya, mengekori pergerakkan Sean yang menarik kursi di seberangnya dan duduk di sana, "yah, apa salahnya?" Diana mengalihkan pandangan.
"Biasanya kau tak bangun sepagi ini, ada apa?" Sean menatap Diana dengan tatapan intimidasi. Sejak ia tahu nama Rico, pria itu terus dihantui nama tersebut hingga membuatnya harus mengawasi pergaulan Diana.
"Oh ya, nanti kau tak perlu repot-repot mengantarku, aku ingin naik bis." Diana mengalihkan topik.
"Tidak bisa, aku harus mengantarmu, bagaimanapun itu adalah tugas seorang suami," tegas Sean, "tunggu disini, aku akan ganti pakaian." Pria itu langsung beranjak usai menyelesaikan kalimatnya.
"Tidak Sean."
"Kenapa?" sahut Sean langsung seraya memutar langkahnya.
Mendapat tatapan tajam milik Sean, gadis itu diam membisu kemudian melempar pandang dari iris abunya. "Karena ... Aku bersama teman sekelas," Diana kembali mengarahkan pandangannya pada Sean yang tak merubah posisinya, "kami sudah janjian untuk ke sekolah bersama."
Hening. Tak ada respons dari Sean sebelum akhirnya ponsel Diana berdering, sontak gadis itu menjangkau ponselnya dari dalam saku dan menatap nama RICO yang tertera di sana, "kenapa di saat begini??" Diana membatin.
Gadis itu segera melahap sisa spagettinya, kemudian melenggang pergi menuju pintu keluar, "maaf, temanku sudah menunggu. Terima kasih atas sarapannya, aku pergi dulu."
Blam!
Seketika Sean disambut keheningan ruangan, pria itu menatap lekat pintu yang sedikit terbanting oleh Diana.
"Apa ini karena Rico? Aku harus tahu siapa lelaki sialan itu."
.
.
.
Langkah Diana menyusuri trotoar, sesekali kepalanya menoleh ke belakang memastikan Sean tak membuntutinya, di detik selanjutnya gadis itu melakukan panggilan pada Rico yang sempat tak terangkat.
"Diana? Aku sudah menuju rumah--"
"Rico, jangan ke sana, kita bertemu di hotel Deluna saja." Diana berucap tanpa memberhentikan pacuan langkahnya.
"Oh, hotel Deluna di dekat rumahmu itu 'kan?" Okay, tunggu aku di sana."
Tut. Rico memutus panggilannya sepihak.
"Siapapun tak boleh tahu tentang ini, bisa-bisa mereka akan menjauh dariku, atau parahnya menganggapku sebagai pelacur karena tinggal bersama pria asing yang bahkan mengaku sebagai suamiku."
Beberapa menit tersita untuk sampai ke depan hotel Deluna, nafas Diana memburu, tenggorokannya terasa kering. Dengan gerakan terburu, gadis itu mengeluarkan botol minumnya dari dalam tas dan menegaknya hingga setengah.
"Melelahkan sekali."
Brrmm ...
Diana membawa pandangannya pada motor yang terhenti di hadapannya, "cukup cepat kau datang." gadis itu menepuk lengan si pengendara yang dibalut jaket hitam.
"Hey, kenapa kau berkeringat? Dan di sudut mulutmu ada--"
"Lupakan, kita harus sampai ke sekolah pukul enam 'kan," potong Diana sembari menumpangi sepeda motor Rico, "eh apa? Sudut mulutku?" ulang Diana.
"Iya, ada noda di sana." Rico menatap gadis di belakangnya melalui sepion.
Diana tak tahu seberapa banyak dan di sudut mulut sebelah mana yang terpenting ia mengelapnya ke seluruh permukaan, "sudah, ayo jalan."
"Baik, berpeganglah yang erat." Rico menancap gas usai menyelesaikan kalimatnya.
Sesampainya di halaman sekolah, Rico menuju tempat parkir dan memarkirkan sepeda motornya di sana. Diana pun beranjak turun usai mesin motor dimatikan, "terima kasih tumpangannya," ujar Diana dengan senyum lebar di wajahnya.
Pria itu melepas helm di kepala sebelum akhirnya membalas Diana dengan senyuman juga, "sama-sama."
Dari balik pohon yang tertanam lumayan jauh dari mereka, berdiri seorang pria dengan jubah hitamnya, mata pria itu melotot usai Rico melepas helmnya. Seketika sorot kebencian tersulut di matanya, "Davidson Rico Caldwell pangeran dari kerajaan Neptuns, bagaimana bisa ada di sini?" gumam Sean tanpa melepas pandang dari Rico yang melangkah beriringan bersama Diana.
"Dugaanku benar." tangan Sean mengepal erat, "ini pertanda buruk."
...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...
"Rico! Diana!"
Siswa pemilik nama itu menoleh serempak, dari jauh terdapat pak Dave yang tengah melambaikan tangannya ke arah mereka.
"Ya, pak?" sambut Diana setelah dekat.
"Peralatan kebersihan ada di sini, cepat bersihkan aula sebelum bel masuk berbunyi."
Diana membawa pandangannya pada ruangan gelap yang dituju pak Dave, "baik, pak. Akan saya laksanakan." tubuh gadis itu membungkuk sejenak. Mendapat respon dari Diana, pak Dave melangkah pergi.
"Baiklah, ini dia." Diana menjangkau dua sapu ijuk yang bersandar di dinding lalu memberikannya pada Rico, "kita harus segera menyelesaikannya."
Rico menyambut pemberian Diana dengan senyum tipis, "ayo, kita lakukan."
Kini sepatu mereka memijak lantai aula, Diana berniat memulainya dari pojok ruangan, namun tindakannya terhenti oleh sebuah tangan yang menggenggam lengannya.
"Coba kau lihat, aula ini bersih."
Diana ikut mengedarkan pandangan, dan benar saja, aulanya bersih nan rapih, "hah?" bingung Diana. Di balik salah satu pilar aula berdiri Sean yang bersandar di sana. Rautnya datar dengan tudung jubah berukuran besar yang menutupi kepalanya.
Rico menghela nafas, "sepertinya pak Dave mempermainkan kita."
"Sudahlah, jangan berpikir negative," sahut Diana langsung, "yah, kalau sudah begini, kita kembali saja."
"Kau yakin?"
"Tentu saja, untuk apa aku tak yakin?" alih-alih menjawab.
"Aku merasa ada yang aneh."
...WHO IS HE?...
...To be continue ......
Hayoloh ketauan lo :v
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Cita Solichah
sejujurnya.. aq loh syuukkkaaa kl visualnya pake manga/gambar komik. berasa paling pas mewakili imajinasi q. beda kl visulanya artis malah ilfill cz kebanyakn jauh gk sesuai imajinasi q. tp ilustrasi manga kayak gini dpt drmn ya author..bikin sndiri kah?
2021-07-14
2
Noejan
like ❤❤
2021-05-31
1
Kadek Pinkponk
mai dong dimasakin spagetti 😋😋😋
2021-05-22
1