WIH #8

Happy Reading!

Mobil yang dikendarai Sean menerobos teriknya siang. Pria dengan setelan jas hitam itu melajukan mobilnya dengan kecepatan normal, matanya menatap tajam jalanan yang ia tempuh. Beberapa saat kemudian, matanya mengarah ke langit, menatap sebuah asap putih bergerak ke suatu arah.

Sean tertawa ganjil, "aku harap ini kabar baik ...". Pria itu langsung menancap gas, menambah kecepatannya dua kali lipat dari sedia kala. Wajahnya kembali datar, sementara kedua tangannya sibuk menguasai roda kemudi di depannya mengekori arah asap itu pergi.

Sesaat kemudian, mobil Sean memasuki halaman rumahnya. Perlahan tapi pasti, lajuan mobil itu berhenti, mengeluarkan Sean yang mengambil langkah lebar menghampiri seorang pria yang tengah bersandar pada salah satu pilar rumahnya.

Menyadari kedatangan Sean, pria itu menegakkan tubuhnya, membungkuk dengan hormat, "Yang Mulia ..." sambutnya.

Langkah Sean terhenti, matanya menatap lekat pria berambut silver yang masih di posisinya, "apa yang membuatmu kemari?"

Pria itu menegakkan tubuhnya dengan senyuman, "Yang Mulia, hamba punya kabar baik, istana Blaxland telah utuh seperti semula. Yang Mulia bisa kembali untuk melihatnya sendiri."

"Baguslah." Sean memasang senyum tipis, "mari kita ke sana, tapi sebelum itu, ada yang harus kulakukan."

...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...

Diana bersandar lesu, kepalanya mendongak memandang langit-langit dengan tatapan kosong. Leora yang menatapnya menghela nafas pelan, "sudahlah jangan dipikirkan, toh memang itu kenyataannya."

Diana merasa ganjal di akhir kalimat, bukan itu alasan yang sebenarnya atas kepergian dirinya. Gadis itu menurunkan pandangannya, menatap Clair yang duduk di seberangnya dengan raut yang tak bisa ditebak.

"Apa?" tanya Clair dengan wajah dipenuhi tanda tanya.

"Lupakan," jawab Diana, kemudian menarik pandang ke arah Leora yang datang dengan nampan di tangannya, "ayo makan," ajaknya setelah menempati kursi di samping Clair.

Dentingan sendok dan garpu pun mulai beradu kala dua gadis di hadapan Diana melahap isi mangkuknya. Diana sempat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menyusul kegiatan sahabatnya, dengan lahap gadis itu menyeruput mie kuah yang tertampung penuh dalam mangkuk.

Berselang detik kemudian, seseorang menarik kursi di sisi Diana. Spontan tiga gadis itu menatap lelaki yang baru saja duduk dengan sepiring makanan dan segelas teh di nampannya. Seakan magnet, beberapa pasang mata pun mengarah ke meja Diana.

"Kenapa memilih di sini? Di sana masih banyak meja yang kosong," protes Clair di tengah aktifitas mengunyahnya. Segera, senggolan kecil mendarat ke lengannya, membuat Clair menoleh dengan raut tanda tanya.

"Hey, kemana teman kencanmu itu?" tanya Leora seraya memajukan wajahnya menatap pria di sisi Diana.

"Maksudmu, Key?" alih-alih menjawab.

"Tentu saja, siapa lagi kalau bukan dia." Leora memundurkan wajahnya. Di tengah perbincangan mereka, Diana merasa canggung dengan Rico, lelaki itu sama sekali tak menyapa dirinya, bahkan menatap pun juga tidak. Hingga akhirnya gadis itu memilih diam dan melanjutkan makan siangnya.

"Dia sedang ke toilet," jawab Rico, kemudian kembali melahap makanan yang tersaji di piringnya.

Tiba-tiba pandangan Rico tertuju pada cincin yang tertaut di jari manis Diana, cukup lama lelaki itu perhatikan sebelum akhirnya berucap, "cincin yang bagus."

Diana terbatuk, sementara otaknya berpikir keras alibi apa lagi yang pantas untuk dilontarkannya. Mendengar ucapan Rico, kedua sahabatnya ikut menatap cincin yang dimaksud.

"Bukankah itu cincin yang kemarin aku katakan?" Clair angkat bicara, telunjuknya terarah pada cincin Diana, nampak jelas wajahnya tengah menagih jawaban.

Diana berdehem, "hm iya, maaf saat itu aku tak mengakuinya karena ..." dialognya menggantung, perlahan ia menarik tangannya ke bawah meja, "... karena aku malu mengakuinya, sebab cincin yang kubeli mirip dengan cincin pernikahan." Diana tersenyum masam.

"Haha mirip, bahkan sangat mirip! Oh ya, maaf tentang saat itu, seharusnya aku jaga bicara," sesal Clair.

"Maklumkan saja dia, Diana, kau tau sendiri 'kan Clair orangnya memang begitu," sahut Leora yang dibalas tawa kaku oleh Diana.

Saat makan siang usai, sebotol minuman coklat mendarat di hadapannya. Gadis itu menoleh, tatapannya melekat pada si pelaku yang tak lain adalah Rico. Tak hanya Diana, kedua sahabatnya juga mengekor pada arah yang Diana pandang.

"Seharusnya kau tak perlu repot-repot membelikanku minuman ini, Rico ..." Diana berucap sungkan.

"Kenapa begitu?" respons Rico langsung, "bukankah coklat kesukaanmu?" tambahnya dengan senyuman.

"Ah iya, kau benar, terima kasih." Diana melempar pandang, tangannya menyambut minuman coklat di depannya dan menegaknya hingga habis tak bersisa. Rico yang menyaksikan itu hanya tersenyum simpul.

Bel kembali berbunyi nyaring, mendesak para siswa untuk kembali ke kelas. Pelajaran berjalan seperti biasa, sesekali Diana menguap kantuk di tengah pembelajaran matematika, disebabkan otaknya selalu menolak pelajaran hitung-hitungan yang dijabar gurunya.

Lain dengan Rico yang selalu menekuni setiap mata pelajaran di SMU dengan sangat baik. Tak urung pula ia membagi ilmu pada teman-temannya terutama gadis yang disukainya.

Drrtt ...

Ponsel Diana bergetar dalam saku roknya, namun gadis itu mengabaikannya, memilih diam dan melanjutkan aktifitas mencatatnya. Seakan merasa diabaikan, ponselnya kembali bergetar, memaksa Diana untuk menghiraukannya.

Penasaran, tangannya bergerak mengendap, mengeluarkan ponsel dan menyalakan layarnya yang memaparkan nomor tidak dikenal. Ya, nomor yang sama seperti sebelumnya.

Diana mendengus malas, tangannya kembali memasukkan ponselnya. Namun tindakannya terhenti, entah apa yang membuatnya berhenti dan penasaran apa isi pesan itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membacanya dalam diam.

USAI SEKOLAH LANGSUNG PULANG, JIKA KAU MEMBANTAHKU, HUKUMAN TAK SEGAN MELAYANG UNTUKMU.

KARENA AKU ADA URUSAN PENTING, JADI UNTUK SESAAT AKU TAK BISA MENGANTARMU PULANG.

'Urusan? Artinya dia pergi?' batin Diana senang.

^^^BAIKLAH! PERGILAH SESUKAMU^^^

AKU PASTI KEMBALI, TUNGGU AKU.

'Cih, siapa juga yang menanti kepulangannya.'

SATU LAGI, SEKARANG MASUKAN NOMORKU KE BUKU TELEPONMU.

Diana berdecak, "merepotkan saja."'

Segera gadis itu beralih, memasukkan nomor tersebut ke buku teleponnya dengan nama MAKHLUK ASING, "haha, begini sudah cukup," batinnya seraya menyungging senyum simpul. Di sisi lain, gadis itu tidak menyadari akan perhatian Rico yang tertuju padanya.

.

.

.

Bel pulang yang sedari tadi dinanti akhirnya berdering, para guru yang belum selesai dengan aktifitasnya terpaksa harus menghentikan pelajaran.

Para siswa berbondong-bondong keluar dengan tas ransel di pundaknya. Tidak dengan Diana yang masih dengan posisi duduk memasukkan segala barangnya ke dalam tas dengan santai.

"Semangat untuk nanti!" Leora mendaratkan tangannya ke pundak Diana. Spontan gadis itu mendongak, menatap Leora yang mengepalkan sebelah tangannya.

"Apa kami perlu menunggumu? Jika tidak, kami akan pulang," sahut Clair yang berdiri di sisi Leora.

"Ah tidak usah, kalian pulanglah dulu, aku masih ada keperluan lain," tolak Diana dengan halus yang dibalas anggukan kecil oleh Clair.

Clair membawa pandangannya pada Rico yang tengah membereskan barang-barangnya, gadis itu menepuk pelan pundak Diana, "apa kau ada perlu dengan dia?" bisiknya menggoda.

Pandangan Diana mengikuti arah yang dituju Clair, gadis itu bungkam dengan senyum malunya.

"Kalau begitu aku dan Clair akan pulang dulu, semoga lancar!" desis Leora, kemudian melangkah pergi bersama Clair, meninggalkan mereka berdua dalam kelas.

"Ayo, Diana."

Gadis itu menoleh, menatap Rico yang berdiri dengan tas ransel yang menggantung di sebelah pundaknya, "ayo," responnya singkat. Keduanya melenggang pergi menuju ruang guru untuk menyelesaikan masalahnya.

Cukup lama proses penyelesaiannya, hingga akhirnya langit berwarna jingga, menandakan hari mulai larut. Ke duanya melangkah beriringan menuju gerbang sekolah, tidak ada dialog diantara mereka, hanya sesekali semilir angin berhembus menabrak keduanya.

"Oh ya!" Diana angkat suara.

Langkah keduanya terhenti serempak, menyisakan jarak beberapa meter dari gerbang sekolah. "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk yang tadi ..." Diana berucap gugup, hal itu nampak jelas dari gerakkan tubuh dan tatapan matanya yang tak mampu fokus pada manik mata Rico.

Lelaki itu tersenyum lebar, "tidak apa-apa, bukan masalah, aku hanya tak ingin jika kau dimaki pak Dave. Tapi ..." Rico menjatuhkan pandangannya sejenak, "... tapi aku tak berhasil, aku pikir--"

Kalimat Rico tertahan oleh jari telunjuk Diana yang menempel di bibirnya, "t,tidak perlu kau lanjutkan, seharusnya kau tak perlu berbuat begini, tapi itu semua sudah terlanjur, apa boleh buat." Diana menurunkan tangannya, "dan satu lagi, mungkin kau bisa mengatakannya sekarang."

"Mengatakan apa?"

"Yang kau ingin kau bicarakan di atap," sahut Diana langsung.

Senyuman kembali menghiasi wajah tampannya, lelaki itu bergerak maju, membuat Diana melangkah mundur hingga terpojok diantara dinding dengan Rico yang tersisa beberapa centi.

"Aku hanya ingin mengatakan bahwa ..." Rico menatap dalam mata gadis di hadapannya, "... Aku menyukaimu, Diana."

...WHO IS HE?...

...To be continue ......

Kepanjangan ga sih?? Kalo kepanjangan komen yah😭👍

Terpopuler

Comments

Ika Purbaningsih

Ika Purbaningsih

mantap,,, 👍👍👍

2022-10-07

0

Buna Seta

Buna Seta

,Segini dulu yaa semangat MENCINTAI GURUKU

2021-07-03

1

SyaSyi

SyaSyi

aku mampir thor.
mampir juga ya di karya aku " aku dan mantan kekasih suamiku"
aku tunggu feedbacknya ya k

2021-05-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!