WIH #7

Happy Reading!

"Kau? Yang mengantarkanku?" ulang Diana yang disusul tawa pecah.

Sean menatap Diana dengan ekspresi datar, membiarkan sejenak tawa gadisnya mengudara, "kenapa? Apa salahnya seorang suami mengantar istrinya pergi?"

Tawa Diana mereda, matanya kembali tertuju pada Sean dengan jejak tawa di wajahnya, "maaf, tapi itu terdengar lucu di telingaku. Aku diantarkan oleh seorang pria yang bahkan aku tak tahu namanya?" Gadis itu berucap tak percaya.

"Kau masih tak ingat namaku?" alih-alih menjawab, pria itu melangkah, mempersempit jaraknya dengan Diana. Spontan gadis itu ikut melangkah mundur hingga tubuhnya terpojok di antara tubuh Sean dengan meja makan.

Sean mendekatkan wajahnya, kini tangannya menjadi pagar di sisi tubuh Diana meski ia sadar, Diana tengah memundurkan tubuhnya dengan menopangkan tangan ke tepi meja, menciptakan jarak yang tersisa beberapa centi.

Tatapan tajam yang diberikan pria itu tak sanggup Diana tangkap, sesekali manik matanya beralih ke yang lain, menghindari iris abu yang terasa begitu mencekam.

"Aku, Ronald Sean Blaxland memiliki hak atas dirimu, karena kau adalah istriku dan aku adalah suamimu ..." ungkap Sean dengan nada serius, "... cincin pernikahan ini adalah bukti bahwa kita adalah pasangan suami istri, sejauh apapun kau membuangnya, cincin ini akan terus kembali padamu, aku pastikan itu," sambung Sean sembari mengangkat sebelah tangannya yang tertaut cincin yang sama dengan milik Diana.

Berselang detik kemudian, sebuah kecupan singkat mendarat mulus ke bibir Diana. Gadis itu mematung atas pernyataan dan kelakuan Sean barusan. Sesaat kemudian, pria itu kembali ke posisi awal, membuat Diana yang tadinya nyaris tak bernafas kini berangsur normal.

"Habiskan sarapannya, aku akan menunggumu di mobil." Sean melenggang pergi, membiarkan Diana yang masih terpaku di tempat. Meski hanya kecupan singkat, tapi sentuhan itu masih membekas di bibir Diana seakan bersifat permanen.

...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...

Diana memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Sean yang sejak tadi fokus pada kemudinya kini melirik gadis di sisinya, "memikirkan apa?" tanya Sean usai matanya kembali tertuju ke depan.

Diana melempar pandang pada pria yang duduk di belakang roda kemudi, "tidak ada," jawabnya singkat seraya meluruskan pandangannya ke depan. Sean melirik sekilas, sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum tipis.

Beberapa menit tersita untuk sampai di sekolah Diana. Kehadiran mobil Sean yang mengeluarkan Diana dari dalam sana berhasil mengundang beberapa pasang mata. Saat gadis itu hendak menutup pintu, tangannya terhenti oleh sebuah suara hingga mengharuskannya untuk membungkuk, menatap pria yang sempat menyerukan namanya.

"Sudah? Begitu saja? Tidak ada kecupan selamat tinggal pada seorang suami yang sudah mengantarnya ke sekolah?" sindir Sean tanpa mempertemukan iris abunya dengan gadisnya.

Diana menatap jam yang melilit pergelangan tangannya, "oh astaga, sebentar lagi aku terlambat!"

Blam!

Sontak Sean menoleh, menatap tas punggung gadisnya yang mengecil dengan pacuan larinya meninggalkan letak mobil yang sempat ia tumpangi.

"Lihat saja, aku akan membuatmu kembali jatuh cinta padaku seperti dulu."

...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...

Riuh kelas menyambut kehadiran Diana, semua mata murid tertuju pada gadis yang baru saja menempati bangkunya. Gadis itu duduk dengan dahi di atas kedua lengan, malas meladeni teman-teman sekelasnya yang melayangkan banyak pertanyaan atas hilangnya dirinya.

Sesaat kemudian, Diana mengangkat kepalanya, "aku hanya tidak enak badan ..." alibinya, kemudian kembali menaruh kepalanya.

"Oh, benarkah itu?" Clair yang entah sejak kapan di sisi Diana mulai angkat suara.

Leora si gadis berambut pendek ikut menimbrung, tangannya menarik kursi kosong di sisi Diana dan mendaratkan bokongnya di sana, "kau benar baik-baik saja 'kan?" tanyanya dengan raut khawatir.

"Iya ..." respons Diana lemas.

"Lalu, kenapa kau nampak lemas? Kau masih sakit? Jika iya, seharusnya kau istirahat di rumah, memaksakan diri masuk sekolah hanya memperparah kondisimu," sahut Clair.

Diana mengangkat kepalanya, menyandarkan punggungnya ke bahu kursi, sementara matanya menatap kedua sahabatnya bergantian, "ahahaha, aku hanya mengantuk." lagi-lagi Diana berbohong.

Clair menghela nafas, "sejak kapan anak ini punya bakat membuat orang khawatir?"

"Hey, asal kau tau, saat kau belum datang, Rico terus menanyakan kepergian dirimu pada kami yang bahkan tak tahu apapun, dia sangat khawatir padamu." Leora berucap serius dengan tatapan yang melekat pada Diana.

"Benar! Sepertinya sebentar lagi ia akan kembali."

Tepat kalimat Clair berakhir, Rico memasuki ruang kelasnya. Seperti biasa bersama Key yang selalu di sisinya. Menyadari akan itu, Clair dan Leora undur diri, membiarkan Rico menghampiri gadis yang disukainya. Sementara itu, beberapa gadis di sana mulai membicarakan Rico, mereka memandang iri Diana yang kini duduk berhadapan dengan Rico yang menempati kursi bangku di depannya.

Bahkan beberapa siswi dari kelas lain rela berdiri di luar kelas memandang Rico si murid terkenal dengan paras tampannya dari balik jendela.

Rico mengamati wajah Diana yang tak menyambut kedatangannya, "syukurlah kau baik-baik saja," ucapnya setelah diam cukup lama.

Alis Diana tertaut bingung, "darimana kau tau aku baik-baik saja?"

"Tentu saja dari wajah cantikmu," jawaban Rico menciptakan sorak dari seisi kelas maupun luar kelas. Hanya dengan rayuannya, lelaki itu berhasil mengundang senyum malu Diana. Gadis itu menundukkan pandangan, menahan semu merah yang hendak menghiasi pipinya.

Siswa dengan nama Davidson Rico Caldwell adalah siswa tertampan di SMU ini. Temannya tidak banyak namun tidak sedikit, namun diantara mereka, hanya Key seorang yang paling dekat dengannya. Selain tampan, siswa ini juga memiliki nilai di atas rata-rata. Tidak hanya itu, nama sekolah juga harum oleh bakatnya dalam bermain basket.

Mana mungkin tidak ada siswi yang tidak tertarik padanya? Semua gadis pasti mengidamkan lelaki seperti dirinya, tidak ada yang tidak ingin.

Selain Rico, Key pun juga masuk golongan siswa tertampan. Namun kepribadiannya yang pendiam dan kurang bersosialisasi membuatnya kurang menjadi sorotan para gadis di sekolahnya.

Tak lama kemudian bel berbunyi, kelas yang awalnya lumayan sepi kini berdatangan murid.

"Hey, ayo ke tempat dudukmu," ajak Key sebelum ia melenggang pergi.

"Oh ya, sepulang sekolah temui aku di atap, ada yang ingin kubicarakan padamu," ucap Rico kemudian beranjak dari pandangan Diana. Gadis itu hendak bersuara, namun niatnya terpaksa ia urung ketika seorang guru datang meletakkan barang bawa'annya ke atas meja dan memandangi para murid dengan raut yang sulit diartikan.

"Elizabeth Diana Caitlin!" panggil guru itu dengan nada tinggi. Matanya menatap tajam Diana yang tersentak di bangkunya.

Hening sempat menengah sebelum akhirnya pecah oleh suara kegugupan Diana, "s-saya, pak," sebelah tangan Diana terangkat setengah. Seketika gadis itu menciut mendengar panggilan wali kelasnya yang penuh dengan tekanan.

"Kemana saja kau, huh?"

Seketika aura dingin menyambut Diana, tatapan bak elang itu membuat tenggorokannya tercekat. Manik mata gadis itu nampak bergetar, alias tak mampu fokus pada tatapan tajam nan dingin yang ditujukan wali kelasnya.

"Maaf pak--"

"Ah iya, pak! Saat itu Diana sudah ijin padaku untuk pulang lebih awal, karena sedang sakit parah. Makanya ia tak sempat lapor pada bapak maupun pembina lainnya." Seorang murid dengan gagah berani, berdiri dari tempat ia duduk, membuat pandangan seisi kelas tertuju padanya.

"Rico ..." gumam Diana kagum.

"Apa yang dilakukan si bodoh itu," Key menggeleng kecil dalam gumamannya.

"Davidson Rico Caldwell!" sang guru berbalik menyentak Rico yang masih di posisi berdiri, "jika begitu, kenapa kau tak memberitahuku setelah memulangkan Diana?!" nampak jelas amarah guru itu mulai mencapai titik puncak.

"Maaf pak, saya lupa," ucap Rico dengan nada tenang, tubuhnya membungkuk sejenak sebelum akhirnya seisi kelas kembali riuh.

"DIAM!!" kali ini disertai dobrakkan keras di meja guru. Seketika suasana kembali hening, beberapa dari siswanya menundukkan pandangan, enggan menatap mata wali kelasnya yang melotot, termasuk Diana.

'Ada apa denganmu, Rico??' batin Diana.

"Rico! Diana!"

Segera gadis itu mengangkat wajahnya, "ya pak?" lirihnya.

"Sepulang sekolah temui saya di ruang guru." wali kelas berucap dingin nan tegas.

Mendengar ucapan sang wali kelas, Rico mengernyitkan alis, "pak, ini salah saya yang tidak memberitahukan infonya, Diana tidak bersalah, di--"

"SAMA SAJA!" potong wali kelasnya dengan bentakkan, "kau salah karena kau tidak memberitahukan ke pembina, dan Diana juga bersalah karena dia ijin padamu dan bukan pembina."

Rico bungkam, pandangannya jatuh ke bawah sebelum akhirnya kembali duduk dengan senyap. Sementara itu, Diana menatap sendu lelaki yang baru saja membelanya, rasa bersalah menggerayangi Diana, gadis itu tak tega dengan Rico yang juga mendapat hukuman dari wali kelasnya.

Ini semua karena Sean, jika pria itu tidak menculiknya, ini semua tidak akan terjadi.

...WHO IS HE?...

...To be continue ......

Aduh panjangnya ... aduhh😵

Terpopuler

Comments

𝕹𝖚𝖗𝖚𝖘𝖞𝖘𝖞𝖎𝖋𝖆

𝕹𝖚𝖗𝖚𝖘𝖞𝖘𝖞𝖎𝖋𝖆

Mampir...
Like, Rate dan favorit juga..
sudah mendarat..
🌹🌹😘😘🌹🌹🌹

2021-07-29

1

Lizaz

Lizaz

aku mampir thor bawa like dan juga sudah favorit ya

Ditunggu feedback nya 🤗

2021-07-05

1

🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ

🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ

hadir

2021-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!