Happy Reading!
Seorang gadis tengah berjalan menerobos rererumputan setinggi pinggang. Tangannya membentang, menikmati hangatnya pancaran mentari pagi diiringi dengan hembusan angin yang mengibarkan rok dress dan helaian rambutnya.
Gadis dengan dress putih tanpa lengan itu terus memapar senyum. Bunga melati yang terselip di belakang telinganya membuat gadis itu nampak seperti bidadari di bawah pancaran matahari.
Tiba-tiba tanah yang ia pijak bergetar hebat, membuat senyum di bibirnya sirna dalam sekejab, mimiknya berganti gelisah nan takut.
"Diana!"
Gadis itu menoleh ketika namanya diserukan, matanya tertuju pada pria yang berdiri di balkon istana yang kemudian menghilang dan kembali muncul tepat di hadapannya.
Tanpa sepatah katapun, pria itu membopong Diana ala bridal style, dengan kekuatan teleportnya ia membawa Diana pergi.
Kini mereka sudah berada di hadapan dua pria, anehnya wajah tiga pria itu tak mampu Diana lihat. Diana tak tau siapa semua pria itu, yang bisa gadis itu lihat hanya pakaian yang mereka kenakan begitu formal kecuali pria yang tengah menggendongnya. Hanya dia seorang yang mengenakan jubah hitam.
"Bawa ratu ke bumi!" titah pria berjubah hitam.
"Tapi Yang Mulia, bukankah resiko besar ji--"
"Tidak ada pilihan lain! Cepat laksanakan!"
Segera salah seorang dari mereka melangkah maju, menerima Diana ke dalam bopongannya. Gadis itu tak tau apapun, namun ia hanya memilih diam dan mengikuti alurnya.
"Hamba pamit, Yang Mulia." Tanpa menunggu respons dari sang raja, ia langsung memacu langkahnya dengan sangat cepat, meninggalkan area yang begitu berbahaya bagi ratu-nya yang hanya manusia biasa.
"Dan kau, perintahkan semua pengawal di istana untuk bersiap. Kita akan perang besar-besaran." ucap sang raja dengan penekanan yang langsung dijalankan oleh pengawal setianya.
Diana menatap pria itu yang kian mengecil seiring dengan kepergian dirinya bersama pria yang membawanya. Pria yang awalnya berdiri menyamping kini menoleh, menatap Diana dengan mata sendu.
Meski begitu, wajahnya masih nampak samar, rambut pria itu terbang oleh angin yang berhembus kencang. Di detik selanjutnya terdapat dentuman keras disertai ledakkan api mendarat ke salah satu pilar istana.
Sempat tercipta jeda beberapa detik sebelum akhirnya pria itu beralih mendongak, menatap potongan-potongan pilar istana yang jatuh merusak bagan istana lainnya. Sepasang sayap hitam tumbuh di punggung pria itu yang kemudian mengepak membawanya terbang tinggi.
Diana merasa sedih yang teramat, gadis itu terisak menatap kepergian pria yang bahkan ia tidak tahu siapa. Di detik selanjutnya pandangan Diana memutih, sangat silau hingga membuatnya harus menutup mata.
"Tidak, jangan ... TIDAK!!" Sontak posisi Diana berubah duduk, matanya terbuka lebar dengan tubuh membeku. Dadanya terasa sesak, sama seperti yang dirasakannya dalam mimpi. Saat mengerjap, ia merasakan sesuatu yang basah di sekitar matanya. Ia tak menyangka, ia menangis di tengah mimpi anehnya.
Tidak hanya itu, dahi dan lehernya basah oleh peluh. Spontan tangannya terangkat, mengelap jejak air mata kemudian beralih ke jenjang leher dan dahinya. Tubuh Diana berputar, tangannya meraba bantal yang basah oleh keringatnya.
"Huft, mimpi apa aku barusan?" Tanyanya di tengah kesunyian malam.
Pandangan Diana jatuh pada pintu kamarnya yang terbuka lebar, mempersilahkan cahaya dari luar masuk menyorot lantai kamarnya.
"Perasaan sudah kututup, bagaimana bisa terbuka?" tangan gadis itu menyibak selimutnya kemudian memijakkan kaki telanjangnya ke atas lantai yang dingin.
Baru setengah jalan, tiba-tiba kepalanya terasa sakit, sangat sakit hingga telinganya berdenging. Bahkan berdiri pun ia tak sanggup, membuatnya harus menempelkan lututnya ke lantai, sementara tangan gadis itu mencengkeram erat surai rambutnya.
"Diana??"
Pria dengan orang yang sama datang menghalang cahaya yang menyorot sosok Diana. Sean menatap gadisnya dengan raut penuh kekhawatiran. Tak tega dengan sakit yang dialami gadis itu, ia menangkupkan tangannya ke sisi kepala Diana. Sebuah cahaya biru menyeruak keluar dari sela telapak tangan Sean disertai ringisan kecil yang meluncur dari bibirnya
Sean menyerap semua rasa sakit yang diderita Diana ke tubuhnya. Gadis itu ganti menatap pria di hadapannya yang tengah menahan sakit dengan kepala tertunduk. Sean menurunkan tangannya usai rasa sakit Diana benar-benar berpindah pada dirinya.
"Kau kenapa??" Diana bertanya dengan polosnya.
Sean mengangkat pandangannya, mempertemukan iris abunya dengan gadis itu. Kedua sudut bibirnya tertarik naik membuat Diana dipenuhi tanda tanya.
"Tidak ada apa-apa, kembalilah tidur ... besok kau harus sekolah 'kan." Sean berdiri dengan sedikit tertatih, tangannya menjangkau lengan Diana dan menuntunnya ke ranjang hingga gadis itu duduk di tepian.
Sangat jelas pria itu tengah menahan sakit, hal itu terbukti pada genggaman Sean yang terasa begitu erat di lengan Diana. Bahkan sampai detik ini pun, ia tak kunjung melepas genggamannya.
"Tanganmu bergetar ..." Diana berucap pelan.
Spontan Sean melepas genggamannya, "tidurlah, aku tak ingin kau terlambat ke sekolah," ucap Sean dengan nada setenang mungkin.
Gadis itu bungkam, matanya terpaku pada dahi Sean yang diembuni keringat. Baru saja Diana hendak angkat suara, ia terperanjak kaget ketika Sean membawanya berbaring bersama.
Diana sempat melawan, namun tubuhnya terkunci oleh lengan dan kaki Sean yang mengapitnya diantara kaki jenjangnya. Hanya pasrah yang didapat gadis itu. Memang gila baginya tidur bersama pria yang bahkan ia tidak tau namanya, tapi ia akui, posisi ini terasa nyaman.
...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...
Perlahan tapi pasti, kelopak mata Diana terbuka. Lenguhan kecil meluncur mulus dari bibirnya. Gadis itu sedikit terkejut ketika matanya disuguhkan wajah tampan Sean yang berjarak beberapa centi darinya.
Mata Diana membingkai lekuk wajah Sean yang masih memejamkan mata. Kening pria itu terhalang tipis oleh helaian rambut hitamnya yang sedikit berantahkan. Meski dalam tidur pun, wajahnya nampak menawan dengan alis yang tebal, hidung mancung, bibir tipis dan rahang yang kokoh.
Cukup lama gadis itu menatapnya, hingga kelopak mata Sean terbuka, memaparkan iris abunya yang tajam.
Sontak Diana menarik pandang, gadis itu bangkit duduk lalu beranjak mengambil seragam SMU-nya, mencoba bersikap seakan tak ada yang terjadi kemudian membawa langkahnya keluar kamar.
"Mau ke mana? Kamar mandinya di sini."
Langkah Diana terhenti di ambang pintu, gadis itu menoleh gugup, menatap Sean yang kini merubah posisinya ke duduk.
Dalam hati, Diana berdecak kesal dipadu malu yang teramat, bagaimana bisa ia lupa letak kamar mandinya sendiri?
"Aish ..." Dengan segera ia memacu langkahnya ke kamar mandi dan menguncinya dengan terburu-buru, "kau bodoh Diana, kau bodoh! Bisa-bisanya mempermalukan diri sendiri di depan pria asing," gumamnya yang diakhiri dengan hembusan kasar.
Di sisi lain, Sean tertawa ganjil. Sesungguhnya ia tahu, Diana tengah memperhatikannya saat tidur tadi. Namun ia sengaja menutup matanya mencoba mencuri perhatian gadisnya lebih lama.
Teringat akan semalam, senyumnya sirna seketika. Pikirannya memutar ulang kejadian dimana Diana mengalami sakit yang luar biasa di kepalanya, otaknya berpikir keras akan itu walau ujung-ujung dirinya tak memperoleh jawaban atas itu.
...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...
Diana melangkah keluar dengan setelan seragam SMU-nya, mata gadis itu tak mendapati sosok Sean di sana.
"Huh? Makhluk itu sudah pergi rupanya." Diana mengidikkan bahu, ia melangkah menuju meja rias yang tersedia beberapa alat make-up di atasnya. Dari semua riasan itu, Diana hanya memilih bedak yang ia poleskan tipis di wajahnya. Usai dengan itu, ia ganti menata rambutnya dengan ikatan pony tail.
Merasa cukup, Diana mendorong kursinya ke belakang, meraih ransel hitam yang ia gantung di belakang pintu kamarnya sebelum beranjak menuju meja makan.
Langkah gadis itu memelan seiring dengan mendekatnya pada meja makan, sementara matanya mengedar, memastikan sosok Sean benar-benar nihil di rumahnya.
"Haha, aku bebas sekarang."
Diana mulai bergerak leluasa, bibirnya bersiul mengiringi aktifitasnya yang hendak membuka tudung saji di hadapannya.
Siulannya memelan bahkan lenyap ketika matanya disambut oleh segelas susu hangat dan semangkuk sup sayur yang masih mengepulkan asap. Gadis itu terdiam, sejenak senyap menengah sebelum akhirnya pecah oleh sebuah suara.
"Tidak baik sering-sering makan mie instan. Selama kau bersamaku, kau akan makan makanan sehat."
"D-darimana kau tau aku sering makan mie instan??" gadis itu menatap lekat setelan jas hitam dengan rambut yang tersisir rapi ke belakang, "... dan kau mau kemana??" matanya mengekor pada Sean yang melintasi dirinya begitu saja.
Langkah pria itu terhenti, kepalanya menoleh, menatap Diana yang membeku di tempat, "cepat habiskan sarapanmu, mulai sekarang aku yang akan mengantarkanmu ke sekolah."
...WHO IS HE?...
...To be continue ......
Aduuww chapt kali ini panjang yeh 😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
lineg boboo
feedback hadir💕🤗🙏
2021-07-15
1
Hiat
nyicil thorr segini dulu yakk😁😁
jan lupa mampir juga ya..
2021-07-13
1
coco
like mendaray
2021-05-04
1