Happy Reading!
"Kau sudah makan?"
"Sudah," jawab Diana langsung tanpa memberhentikan aktifitasnya di depan dispencer dengan gelas di tangannya.
"Kapan?"
"Tadi." Diana meneguk air yang sebelumnya ia isi ke dalam gelas.
"Tapi, aku sudah membuatkanmu makan malam."
"Makanlah sendiri." Gadis itu menaruh gelas dengan isian hampa ke meja makan, mengabaikan keberadaan Sean di belakangnya dan beralih ke sofa ruang tamu menyalakan televisi.
"Apa kau makan malam bersama lelaki itu?" kali ini Sean berucap dingin.
Diana bungkam, gadis itu mengabaikan pertanyaan Sean menggantung tanpa balasan. Walaupun di sisi lain hatinya tak sanggup melakukan ini pada pria itu, alhasil Diana menatap kosong televisi di depannya, sementara pikirannya tertuju penuh pada Sean yang diam di posisi.
Sean melangkah senyap, menghampiri Diana yang menatap lurus ke depan, dengan gerakkan perlahan pria itu duduk menyamping dengan lengan yang bersandar ke bahu sofa, "Aku bicara padamu, Diana, jawab aku." Sean menatap lekat gadis di hadapannya yang tak kunjung angkat suara, "setidaknya kau menatapku, jika aku bicara denganmu, Diana."
Diana membeku, matanya terus menatap kosong televisi yang berputar di depannya, "astaga, aku bukan gadis yang sejahat itu. Aku mendengarkannya, tapi aku terlalu takut untuk menatap mata tajamnya," batin Diana, sementara kuku jarinya saling beradu di atas pangkuannya.
Tidak mendapat pergerakkan dari Diana, pria itu mengangkat tangannya, seketika televisi mati bersamaan dengan kibasan kecil darinya.
Gadis itu membulat, lagi-lagi ia tercengang oleh kekuatan Sean yang sudah digunakan lebih dari sekali. Di detik selanjutnya ia menjangkau tatapan Sean melalui sudut matanya. Dengan alunan lambat nan ragu, Diana menoleh, menangkap iris abu itu yang terjarak beberapa centi darinya.
"Ah, jika tau begini seharusnya aku membeli sofa yang panjang," batin gadis itu di tengah kontak mata mereka, "D,dia hanya temanku, apa salahnya makan malam bersama tem--"
"Tidak masalah di matamu, Diana, tapi itu masalah di mataku. Kau makan dan pulang larut bersama lelaki yang bahkan aku tak tahu orangnya," potong Sean dengan nada datar, "Aku harap hal ini tak terulang lagi, karena kau ada belahan jiwaku, darah dan dagingmu sudah tergabung dalam diriku. Semua yang kau miliki adalah milikku juga, kau seutuhnya milikku, Diana."
"Tidak!" tukas Diana cepat dan tegas, "di mataku, kau hanya pria asing yang menumpang tinggal di rumahku. Awalnya aku tidak terima, dan sekarang aku mulai terbiasa dengan kehadiranmu, tapi di sisi lain kau mulai berlagak mengaturku. Yang kau katakan tentang pernikahan, suami, dan cincin ini, semuanya hanya omong kosong di telingaku."
Samar, alis Sean menekuk naik, jelas kalimat yang Diana lontarkan bagaikan sembilu di hatinya, ditambah wajahnya yang tersulut emosi membuat Sean harus memilih diam dan mengalah.
Diana beranjak dari pandangan Sean, dalam hitungan detik tubuh gadis itu menghilang ke balik pintu kamar yang dibanting keras.
Pria itu menghela nafas, tangannya bergerak mengusap wajah dengan kasar. Sean mengoreksi diri, mencoba mengingat kembali kata-kata yang ia lontarkan pada Diana. Dan hasilnya tak ada satupun yang salah, ia hanya mengungkap rasa cemburu pada istrinya. Itu saja, bukankah itu wajar? Suami 'kan punya hak atas istri.
"Seandainya saja kita bisa seromantis dan sedekat dulu."
...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...
Diana membanting tubuhnya ke ranjang. Entahlah, saat ini ia merasa berada di antara kesalahan dan kebenaran. Salah akan pembicaraan kasar yang ia lontarkan pada Sean dan benar akan pembicaraannya yang ia ambil berdasarkan kenyataan.
Kalaupun yang diungkapkan Sean mengenai pernikahan adalah omong kosong, bagaimana penjelasan mengenai cincinnya yang sama persis dengan milik Sean? Tidak ada yang namanya kebetulan dengan kehadiran Sean di rumahnya, semua yang dipertemukan pasti ada alasannya.
"Argh!" geramnya, gadis itu merasa kepalanya mau pecah terus bergelut dengan kenyataan. Ya, kenyataan yang sulit, sangat sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membereskannya.
"Huft, sepertinya lebih baik aku tidur saja."
Diana membawa pandangannya ke arah jam dinding yang sejak tadi berdenting mengiringi kestressannya.
19.52
"Tapi aku tak mungkin tidur pada jam segini," gumamnya dengan nada meninggi.
Tring.
Perhatian Diana teralih pada ponsel yang tergeletak di laci sisi kasurnya. Spontan tangannya terulur menjangkau benda pipih itu dan segera menyalakannya yang terpampang nama Rico dan grup sahabatnya.
LEORA
DIANA, BAGAIMANA PERMASALAHANNYA? APA SEMUANYA BERES?
^^^SEMUANYA SUDAH TERSELESAIKAN^^^
CLAIR
BAGUSLAH
OH YA, DENGAR-DENGAR RICO INGIN MENGAJAKMU BICARA DI ATAP, BAGAIMANA DENGAN ITU?
LEORA
HAHA APA INI? PERNYATAAN CINTA YANG KEDUA KALINYA ATAU RICO SUDAH MENGAJAKMU PACARAN?
^^^HAHAHA, APA YANG KAU BICARAKAN? KAMI BELUM PACARAN^^^
LEORA
LALU APA? AKU JADI PENASARAN SEKALI
CLAIR
HUH SEHARUSNYA AKU MENUNGGUMU DAN BUKANNYA PULANG LEBIH AWAL
^^^HM, DIA HANYA MENYATAKAN PERASAANNYA, ITU SAJA^^^
LEORA
DUGAANKU BENAR 100%
CLAIR
APA INI?? KENAPA RICO TERUS MENYATAKAN PERASAAN? SEHARUSNYA DIA SUDAH MENGAJAKMU PACARAN. HUHU AKU KECEWA
Tring ...
Sebuah nama tertera di atas layar ponsel Diana. Ya, siapa lagi kalau bukan ketua kelasnya. Dengan segera Diana beralih, matanya membaca tiap pesan yang menumpuk di sana.
TERIMA KASIH ATAS WAKTUNYA, DIANA.
AKU SENANG BISA MENGHABISKAN WAKTU BERSAMAMU
^^^HAHA SANTAI SAJA, SEHARUSNYA AKU YANG BERTERIMA KASIH KARENA KAU YANG MENRAKTIRKU MAKAN MALAM^^^
TIDURLAH, BESOK KITA HARUS KE SEKOLAH LEBIH AWAL UNTUK HUKUMAN YANG TADI HAHAHA
^^^IYA KAU BENAR, KAU JUGA TIDUR AGAR BESOK TIDAK TERLAMBAT^^^
Tanpa sadar Diana terseyum simpul, kekesalannya sirna dalam sekejab oleh pesan-pesan dari orang terdekatnya.
"Dia lelaki yang mengantarmu pulang 'kan?"
Sontak, Diana merubah posisinya ke duduk dan bergegas membalik layar ponselnya, "kau mengejutkanku saja! Tidak bisakah mengetuk pintu sebelum masuk??" Diana mengalihkan topik, "bisa-bisa aku terkena serangan jantung."
"Maaf, mulai saat ini aku akan hati-hati menggunakan kekuatanku."
Mendapat respons Sean, gadis itu kembali berbaring dengan posisi membelakangi Sean, namun kali ini ia menyelipkan ponselnya ke bawah bantal.
"Kau sedang apa?" tanya Sean setelah terdiam cukup lama.
"Aku sedang mencoba untuk tidur--"
"Bohong, tadi aku melihatmu dengan jelas sedang berbicang dengan lelaki yang bernama Rico di ponsel."
Diana bungkam, mata gadis itu terpejam dengan erat. Tidak mendapat balasan dari lawan bicaranya, Sean menghela nafas pelan, ia tak mau membuat Diana kembali kesal atas perkataannya yang terkesan terlalu mengekang.
Berselang detik kemudian, Diana merasa ranjang di belakangnya bergelonjak. Tidak hanya itu, ia juga merasa sesuatu menempel di punggungnya. Sontak gadis itu menoleh, dan lagi-lagi matanya disambut paras tampan Sean yang begitu dekat. Sangat dekat hingga deru nafas pria itu terasa menyapu wajah Diana.
Sean menarik pinggang Diana ke dalam dekapannya. Entah apa yang merasuki Diana, gadis itu sama sekali tak memberontak ataupun marah. Tidak seperti awal, ia memohon mohon bahkan menumpahkan air mata untuk menyuruh Sean tidak mendekatinya, dan sekarang ia malah tidur dalam dekapan pria yang sama.
Selama ini tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan ataupun membahayakan bagi dirinya, justru ia malah memperoleh kehangatan, dan cinta yang tulus.
"Maaf tentang tadi, aku hanya cemburu padamu, Diana," ujar Sean pelan yang diakhiri kecupan di puncak kepala Diana.
...WHO IS HE?...
...To be continue ......
Nulis-nulis sendiri, baper-baper sendiri, dasar author :v
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nilaaa🍒
hadir kak
semangat selalu
10 like mendarat, +fav, +rate bintang 5
salam dari This Our Love
2021-07-06
1
SyaSyi
aku mampir thor
2021-06-05
1
Kadek Pinkponk
😍😍😍😍
2021-05-22
1