WIH #2

Happy Reading!

Seorang laki-laki tengah berdiri menghadap pemandangan, dirinya bergumam dengan mata terpejam seakan sedang berucap doa.

Beberapa waktu kemudian, ia berjongkok lalu mendaratkan bokongnya ke tanah yang ditumbuhi rumput pendek. Kakinya menyila, sementara matanya menatap kosong hamparan pegunungan di depannya.

"Rico, sampai kapan kau akan begini, huh?" seorang laki-laki datang dan duduk di sisi Rico, menatap wajah datarnya yang sama sekali tak menyambut kedatangannya.

"Sampai saat ini, Diana belum merespon tentang perasaanku padanya, aku sudah menunggu lama akan itu, tapi kapan ia akan memberiku jawaban??" ungkapnya, kemudian mengusap rambutnya frustasi.

Melihat kelakuan temannya yang sudah tak sabar, sebuah tangan mendarat ke pundak Rico dan menepuknya dengan pelan, "kau harus tanyakan padanya, kau tak boleh terus berdiam seperti ini, atau kau akan benar-benar menjadi gila," ucapnya dengan nada setengah mengejek.

Rico membawa pandangannya ketika tangan itu tak lagi bertengger di pundaknya, "begitu?"

"Tentu saja! Kau tidak boleh membiarkan dia menggantungkan perasaanmu, kau harus meminta jawaban yang pasti padanya."

Rico mengangguk pelan, sementara otaknya mengolah perkataan temannya barusan, "tapi ..." dialog Rico menggantung membuat mata lawan bicaranya kembali tertuju padanya, "... Aku belum siap jika dia mengatakan 'tidak' padaku."

Temannya bungkam, hanya helaan nafas yang terdengar di telinga Rico.

"Yah, kau harus siap, mau tak mau kau harus terima resikonya, dimana mana semua orang pasti mengalami sakit hati dalam dunia cintanya, dan itu wajar ..."

"Aish!" teman Rico mengibaskan tangannya di depan wajah membuyarkan pikirannya yang hendak melanjutkan nasehat, "... kenapa aku menasehatimu seakan kau orang yang baru pertama kali mengalami cinta?? Ah, lupakan! Intinya, kau harus siap menerima jawaban apapun dari Diana, jika 'iya' maka kau akan melanjutkan asmaramu, jika 'tidak' kau harus berhenti dan belajar melupakannya."

Rico hanya diam meresap semua pembicaraan teman dekatnya, "baik, kalau begitu aku akan tanyakan padanya," Rico mengangkat sebelah tangannya, "terima kasih atas semua sarannya, Key."

Kedua sudut bibir Key terangkat, namun tak urung ia menyambut 'tos' dari Rico.

"Aku yakin asmaramu tidak akan pernah gagal."

"Kenapa begitu?" Rico menautkan alisnya.

Key tertawa ganjil, ia menatap Rico sekilas, "bagaimana tidak? Kau itu laki-laki idaman di sekolah kita, rasanya mustahil jika Diana menolakmu."

Perkataan Key barusan mengundang tawa dari Rico yang mereda dengan senyum menetap, "kau bisa saja, aku tidak merasa begitu," ucap Rico seraya menahan senyum malu.

Key mengembangkan senyumnya, ia menatap Rico yang tengah menunduk sambil tersenyum malu, "itu! Itu juga sifatmu yang disukai di kalangan wanita, kau rendah hati!" kalimat Key berakhir dengan tawa.

"Apa-apa'an kau? Hentikan itu." raut kesal Rico nampak dibuat-buat.

Beberapa waktu kemudian, terdengar samar suara keributan. Ke dua siswa itu saling pandang sebelum akhirnya pergi untuk melihat apa yang terjadi.

...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...

"Bagaimana ini?! Kemana dia pergi? Kenapa dia tidak mengabari kita lebih dulu??"

Lingkungan nampak begitu ramai, banyak diantara mereka yang memasang raut khawatir terutama Clair dan Leora, mereka begitu panik dan terus mencoba menghubungi ponsel Diana yang tak kunjung mendapat balasan.

Rico dan Key menerobos keramaian, ke duanya menatap para murid dengan bingung, hingga akhirnya pandangan Rico jatuh pada Leora dan Clair. Ia pun bergegas menghampiri ke dua gadis itu.

"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali? Dan kenapa kalian hanya berdua? Dimana Diana?" tanya Rico setelah dekat.

"D-Diana ..." kalimat Leora menggantung, ia mengulum bibir bawahnya tak berani melanjutkan.

"Diana hilang!" sahutan Clair membuat Rico mematung tak bersuara. Sementara raut Key berubah terkejut, "h-hilang?? Bagaimana bisa??"

"Aku tidak tahu! Saat aku dan Leora bangun, Diana sudah tak lagi di tenda, kami pikir dia sedang jalan-jalan atau ke toilet, tapi ia tak kunjung kembali dan ia sama sekali tak menjawab telpon!" Clair bercerita dengan panik, " ... dan kami sudah mencarinya kemana-mana, tapi kami sama sekali tak menemukannya, begitu juga dengan yang lain."

Rico membelalak, tanpa sepatah kata pun ia melenggang pergi dengan langkah cepat yang disusul oleh Key di belakangnya.

"Hey! Kau mau kemana?" Key menjangkau lengan Rico.

"Mencari Diana, bodoh!" Rico menyibakkan lengannya, melepas genggaman Key dengan kasar. Laki-laki itu kembali memacu langkahnya dan mulai menyerukan nama Diana dengan pandangan meliar berharap sosok Diana terlihat di matanya.

...\=\=\=\=\=❤\=\=\=\=\=...

Diana merenggangkan otot-ototnya dengan mata yang masih mengatup. Gadis itu mengerjap, berusaha beradaptasi dengan cahaya sekitar.

"Apa ini? Nakas? Seingatku, aku tak punya nakas di kamar."

Sesaat kemudian, Diana terbelalak, gadis itu bangkit duduk menatap sekeliling yang nampak asing, sementara otaknya terus memaksa untuk berpikir dan mengingat yang sebelumnya terjadi.

Flashback ON

Diana mendongak ke samping, menatap pria asing di belakangnya. Tanpa permisi, pria itu membalik tubuh Diana, mendekapnya dengan erat dan menempelkan bibirnya pada bibir Diana yang sedikit terbuka.

Perlawanan mulai diperoleh pria itu, Diana mendorong kuat dada bidang pria di depannya. Namun kenyataan tak sesuai harapannya, dekapan pria itu malah semakin erat membuat Diana tidak bisa bernafas.

Berselang detik kemudian, mata Diana terpejam, perlahan tenaganya sirna seiring dengan tubuhnya yang melemas hingga akhirnya tumbang dan ditahan oleh lengan kekar pria itu.

Flashback OFF

Tangan Diana terangkat, ujung jemarinya menyentuh samar bibirnya yang sudah dinodai oleh pria asing.

Kesal dan takut bercampur aduk, ia kesal atas perlakuan yang diberikan atas dirinya dan takut pada yang terjadi di hadapannya, dimana ia menempati suatu kamar asing yang sekiranya milik pria itu.

Teringat akan sesuatu, Diana meraba setiap kantong pakaiannya, mencari benda kotak hitam yang biasanya menetap di dalam sana. Namun tak didapatinya ponsel itu, segera Diana beranjak turun menuju ke setiap meja, laci ataupun lemari yang ada di ruangan itu dan hasilnya tetap nihil.

"Dimana ponselku?!" gumamnya panik, kemudian alisnya berkerut bingung, "masa iya ponselku ada pada pria itu?" Diana berucap tak percaya.

Beberapa saat kemudian, terdengar samar suara televisi yang tengah menyala. Dengan senyap, Diana menghampiri pintu ruangannya seraya menempelkan daun telinganya pada pintu tersebut, mencoba menangkap suara yang ada di balik sana.

Hm, jelas sekali itu suara televisi. Diana kembali ke posisinya, otaknya mencoba berpikir bagaimana ia bisa keluar dari ruangan ini dan mendapatkan kembali ponsel miliknya yang entah dimana.

Tiba-tiba Diana menemukan sesuatu, dimana ia menemukan lubang kunci pintu yang menembus ke luar.

Diana berlutut, sebelah matanya tertutup berusaha semampu mungkin untuk melihat keadaan di luar sana. Yah, tidak ada apapun selain dinding berwarna coklat, sepertinya kamar ini berada di koridor yang memungkinkan dirinya untuk keluar dengan aman.

Perlahan tapi pasti, Diana membuka pintu dengan senyap, dan sesuai dugaannya, kamar ini terletak di koridor. Diana mengintip dari balik dinding, matanya menangkap sosok pria berjubah hitam tengah duduk di sofa menatap sajian acara televisi.

Pria yang tak lain adalah pelaku yang menculik Diana sama sekali tak menyadari adanya gadis yang tengah memperhatikannya dari jauh. Pikiran Diana bertanya-tanya, 'siapa pria itu?', 'apa alasannya menculik Diana ke rumahnya?', dan masih banyak lagi.

Pandangan Diana jatuh pada benda yang sedari tadi ia cari tergeletak di atas meja makan yang berada di belakang sofa ruang tamu.

Dengan segera, Diana kembali melangkah, mengendap-endap layaknya pencuri yang mengincar sasarannya.

Peluh mulai membasahi wajah Diana, gadis itu sengaja menggigit bibir bawahnya berusaha tak bersuara sedikitpun. Ketakutan yang begitu menghantam dirinya membuatnya gemetar meski hanya menjangkau ponsel.

Saat ponsel itu berada dalam genggamannya, ia mendengus lega, "paling tidak ponsel ini ada di tanganku" batinnya.

Tiba-tiba ponsel Diana berdering, seketika tubuhnya menegang, dan bibir yang sebelumnya ia gigit kini terbuka seiring dengan matanya yang membulat. Jangankan menoleh, bernafas saja gadis itu takut jika sampai terdengar pria asing di belakangnya.

"Kau sudah sadar, rupanya."

...WHO IS HE?...

...To be continue ......

Visual Rico guys :p

Terpopuler

Comments

@nkadi_20

@nkadi_20

kukira visualnya eren

2021-07-10

3

Mommy Agam

Mommy Agam

Lanjut thor..

Salam dari WANITA TANGGUH KESAYANGAN CEO..

2021-05-13

3

Mommy Agam

Mommy Agam

Aku penasaran...

2021-05-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!