Kehadiran Minori menyita perhatian setiap anggota classic pearl, seekor kuda putih yang begitu menawan dengan hiasan tanduk kecil di bagian atas kepalanya semakin membuatnya terlihat mempesona sebagai salah satu binatang ilahi.
"Terimakasih sudah memperhatikan diriku, sekarang bolehkah aku mengenal tuan dan nona sekalian?"
Minori memperhatikan semua orang yang menatap kagum dirinya.
"Tidak bisakah kau merubah penampilanmu? setidaknya kecilkan ukuran tubuhmu atau menjadi sosok manusia seperti diriku."
Kin Raiden yang sedari tadi juga memperhatikan Minori, ikut berkomentar.
"Maaf tuan Phoenix, aku memang bisa berubah menjadi sosok manusia. Namun tentu saja jika ada yang mengambil mutiara itu dari lautan."
"Panggil aku Kin, maksudmu kau belum bertemu dengan tuan mu?"
Minori hanya menggelengkan kepalanya dan tertunduk lesu.
"Tuan tampan berhati baik, dia mampu membangunkan diriku dari pertapaan panjang ku, namun itu bukan berarti dia adalah tuanku. Dia harus bisa mengambil sebuah mutiara laut, itupun kalau dia berjodoh dengan mutiara itu."
"Jadi maksudmu kau ini seekor kuda laut?"
Yuki mengernyitkan keningnya.
"Bagaiman mungkin kuda laut secantik diriku, tanpa mutiara itu aku hanyalah kuda biasa yang mampu berbicara seperti yang kalian lihat saat ini."
Minori menghela nafas sesaat.
"Lalu di mana mutiara itu?"
Wu Ling pun ikut penasaran dengan kuda cantik ini.
"Kau ingin memiliki diriku seutuhnya tuan pengendali udara?"
Minori mengedipkan kedua bulu matanya yang lentik.
"Bagaimana kau bisa tahu tentang penguasaan ilmu kami?"
Sorotan mata tajam Eiji membuat Minori terkejut dan sedikit melangkah kebelakang.
"Aku memiliki kemampuan untuk hal itu tuan tampan kembar, ah .. kalian berdua mirip sekali. Jika rambut kalian tidak berbeda aku bahkan tidak mampu membedakan kalian."
"Sudah ada yang menemukan mutiaramu nona Minori sang legenda laut dalam."
Sayuri melangkah mendekati Minori.
"Kau .. Minori memberi hormat tuan putri Ochi."
Minori membungkukkan tubuhnya di hadapan Sayuri.
"Diriku yang seharusnya memberikan hormat kepada anda master Minori."
Sayuri membungkuk lebih dalam.
"Maksud nona ada yang sudah mengambil mutiara emas?"
"Benar, dan dia ada disini."
Setelah mendengar pernyataan Sayuri, Minori bergegas melangkah memeriksa satu persatu anggota classic pearl tanpa memperdulikan sekitarnya.
"Hei .. Setidaknya bisakah kau kecilkan ukuran tubuhmu dan hati-hati dengan langkahmu."
Genta berdecak kesal. Karena ukuran tubuh Minori yang begitu besar, hingga membuat seluruh tempat tersebut terasa bergetar saat ia melangkah.
"Maaf tuan naga, maaf."
Minori mulai menyusutkan ukuran tubuhnya.
"Ar, Azumi sudah sadarkan diri, apa kita akan melanjutkan perjalanan sekarang juga?"
Naoki mendekati Arnius.
"Apa tubuh tuan putri sudah benar-benar kuat pangeran?"
"Keiko sedang mengobatinya saat ini."
"Tuan putri? apakah ada tuan putri lainnya disini selain nona Ochi tuan tampan?"
Minori menghentikan langkahnya saat mendengar percakapan Arnius dengan Naoki.
"Ya, kedua tuan putri itu diikat di atas punggung mu. Dan sekarang nona Azumi terluka karena tertimpa bebatuan."
"Begitu ya, maafkan saya pangeran."
Minori menunduk kemudian memejamkan kedua matanya, sesaat kemudian tanduk kecil yang berada di keningnya mengeluarkan cahaya keemasan. Dia mencoba melihat kembali kejadian beberapa saat yang lalu.
"Tuan tampan seharusnya anda tidak menyuruh tuan naga untuk berubah di tempat ini."
Minori mengerutkan keningnya setelah ia membuka mata.
"Kenapa?"
"Dia bisa saja kehilangan kekuatannya atau bahkan mati jika terlalu lama dalam wujud naga."
"Kenapa bisa seperti itu?"
Arnius berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Genta.
"Tuan tampan, langit di atas pulau ini memiliki suatu sihir yang tidak tampak oleh mata manusia atau binatang ilahi sekalipun. Jika sedikit saja dia terkena sihir itu dia bisa terluka. Silahkan periksa tangannya."
"Genta perlihatkan tanganmu."
Arnius menatap tajam wajah Genta.
"Aku tidak apa-apa, Ar."
Arnius tidak memperdulikan ucapan Genta, dia memegang tangan Genta dan mulai memeriksanya. Terlihat lengan kiri Genta membiru.
"Kau bilang baik-baik saja, kau sudah tahu tentang hal ini bukan? jadi kenapa tidak memberitahuku."
"Tenanglah Ar, ini bisa disembuhkan."
"Katakan bagaimana cara menyembuhkannya?"
Arnius beralih menatap Minori.
"Di tempat ini tersimpan begitu banyak batu ajaib, tanaman dan bahkan racun yang mematikan. Kau hanya perlu menemukan permata yang menurutmu cocok dengannya, hati dan pikiranmu yang akan menuntun mu. Tenanglah tuan tampan, aku akan membantumu. Sekarang aku harus menemukan pemilik mutiara emas itu."
Minori kembali berjalan perlahan.
"Tuan tampan sebenarnya kalian memiliki berapa anggota?"
Minori bertanya tanpa melihat ke arah Arnius, dia terus memperhatikan setiap wajah yang dijumpainya.
"Hitung saja sendiri."
Langkah Minori terhenti saat berada di dekat Keiko yang sedang mengobati Azumi. Ke empat kaki Minori terasa lemas dan kini ia sudah bersimpuh di dekat Keiko.
"Ada apa denganmu? kau sudah lelah berjalan dan lelah berbicara seperti burung cicit yang bernyanyi di pagi hari."
Keiko menghentikan pengobatannya dan melirik sesaat kearah Minori.
Minori memperhatikan sabuk emas yang melekat di pinggang Keiko, kemudian ia menundukkan kepalanya, cahaya emas muncul dari tanduk kecil di kening Minori begitupun sabuk emas yang melekat di pinggang Keiko. Keiko terkejut saat menyadari sabuknya yang bercahaya begitupun tanduk Minori.
Kini cahaya emas itu tidak hanya di tanduk kecil Minori, melainkan menutupi seluruh tubuh Minori.
"Minori chayante memberi hormat tuanku."
Seorang perempuan cantik berambut emas tengah bersimpuh di hadapan Keiko saat ini.
"Bangunlah, kenapa kau menyebutku sebagai tuan mu?"
"Bukankah mutiara emas sudah menyatu dengan tubuh nona? serta tongkat emas itu juga sudah mengikuti anda."
Semua mata tertuju pada interaksi antara Minori dan Keiko.
"Lalu apa hubungan semua itu dengan dirimu?"
"Mutiara dan tongkat itu adalah bagian dari diriku, dan jika nona berkenan tolong ijinkan hewan hina ini mengikuti setiap langkah nona."
"Itu terserah dirimu saja, lalu apakah kita juga harus melakukan perjanjian seperti kedua kakakku?"
"Jika nona mengijinkan."
"Lalu apa yang akan aku dapatkan?"
"Hidupku, serta bertambahnya kekuatan pengendalian air anda nona."
"Baiklah, apa yang harus aku lakukan?"
"Jika nona sudah siap, saya akan memulainya."
"Lakukan."
Minori berdiri berhadapan dengan Keiko, gelembung-gelembung air mulai keluar dari kedua tangan Minori. Kini keduanya terbungkus di dalam sebuah gelembung air. Kedua telapak tangan mereka kini sudah menyatu. Di dalam gelembung air tubuh keduanya berputar sesaat.
Keiko tidak mampu merasakan tubuhnya sendiri, kini ia merasakan tubuhnya seperti air yang mengalir. Setiap tulang dan bahkan otot-otot nya di penuhi oleh air yang semakin lama semakin menusuk. Keiko berusaha menahan semua rasa sakit itu hingga tubuhnya bergetar hebat, dan kini saat ia mulai membuka kedua matanya, ia berada di pangkuan kedua kakaknya.
"Kau memang yang terhebat Kei, kami membutuhkan waktu berhari-hari untuk kembali sadar setelah melakukanya. Sedangkan dirimu hanya pingsan dalam waktu yang singkat."
Arnius membelai pucuk rambut Keiko.
"Apa kau perlu minum atau makan sesuatu Kei?"
Eiji mencoba menawarkan sesuatu.
"Aku sudah meminum banyak air kak."
"Ya, aku harap kau baik-baik saja."
Eiji menghela nafas lega.
"Sebaiknya kita segera melanjutkan perjalanan, sepertinya gerbang kedua masih cukup jauh."
Keiko sudah berdiri dan menatap kearah Minori.
"Bisakah aku memintamu untuk membawa kami semua ke gerbang selanjutnya?"
"Dengan senang hati nona."
Minori sudah kembali berubah tubuhnya menjadi seekor kuda putih yang berukuran cukup besar.
"Aku akan mengeluarkan koleksi lamaku."
Minori terduduk dan di punggungnya kini sudah menggantung sebuah pelana kuda yang besar sesuai ukuran tubuhnya. Namun anehnya di atas pelana seperti terdapat sebuah tandu besar. Jika dilihat dari ukuran manusia, hal itu lebih terlihat seperti sebuah aula yang cukup besar dan megah.
"Silahkan naik nona-nona dan tuan-tuan."
Satu persatu mereka semua naik ke punggung Minori.
"Kau tidak perlu lagi kesusahan menggendong tubuhku anak muda."
Zen menepuk pelan pundak Genta.
"Memangnya kau bisa naik sendiri keatas sana?"
Genta menunjuk punggung Minori yang terlihat begitu tinggi.
"Ya, baiklah anak muda. Aku memerlukan bantuan mu."
Zen tersenyum kecil kearah Genta.
"Dengan senang hati pak tua."
Tangan Genta sudah mencengkeram baju Zen dan mulai membawanya naik keatas punggung Minori.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments